Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pernyataan Presiden Joko Widodo yang menegaskan tidak membebaskan narapidana koruptor karena pandemik COVID-19, seharusnya menjadi teguran bagi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Ini semestinya menjadi teguran keras bagi Menteri Hukum dan HAM untuk tidak lagi merencanakan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap koruptor," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Menurut Kurnia, seharusnya Yasonna tidak memunculkan wacana untuk membebaskan narapidana koruptor, terlebih di tengah kondisi bangsa yang saat ini sedang menghadapi pandemik COVID-19.
Dia mengatakan berdasarkan catatan ICW, ini bukan kali pertama Yasonna mengeluarkan pernyataan yang bernada pro terhadap narapidana koruptor.
Dalam rentang waktu 2015 hingga 2020, kata Kurnia, terdapat delapan pernyataan Yasonna yang mengarah pada kebijakan untuk mengurangi masa hukuman narapidana koruptor.
Oleh karena itu, ICW menilai langkah Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan tegas untuk tidak membebaskan narapidana koruptor merupakan hal yang tepat.
"Pernyataan Presiden Joko Widodo layak diapresiasi," ujar dia.
Lebih lanjut, Kurnia mengatakan Jokowi juga seharusnya menghentikan laju pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pemasyarakatan, sebab dalam poin revisi UU tersebut keberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan akan dicabut.
"Sehingga sama saja, jika pembahasan itu berlanjut maka kebijakan pemerintah tetap menguntungkan pelaku korupsi," tutur Kurnia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah tidak berniat untuk membebaskan para narapidana korupsi karena pandemik COVID-19.
"Saya ingin menyampaikan bahwa mengenai napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita, jadi mengenai PP No. 99 tahun 2012 perlu saya sampaikan tidak ada revisi untuk ini," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (6/4).
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam rapat terbatas dengan tema "Laporan Tim Gugus Tugas Covid-19" melalui video conference bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin, para menteri Kabinet Indonesia Maju serta Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona (COVID-19) sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.
"Pembebasan untuk napi hanya untuk napi pidana umum," kata Presiden menegaskan.
Sebelumnya Menkumham Yasonna H Laoly dalam rapat kerja virtual bersama Komisi III DPR pada Rabu (1/4) mengatakan ingin merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Salah satu usulan revisi PP tersebut dengan membebaskan napi kasus tindak pidana korupsi yang telah berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani dua per tiga masa pidana. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lembaga pemasyarakatan.
Namun, Yasonna menegaskan bahwa revisi PP 99/2012 itu baru berupa usulan dan belum dilakukan pembahasan.
"Sayangnya, banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi seolah napi kasus korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas," ujar Yasonna dalam pernyataan tertulis, Sabtu (4/4).
"Ini semestinya menjadi teguran keras bagi Menteri Hukum dan HAM untuk tidak lagi merencanakan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap koruptor," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Menurut Kurnia, seharusnya Yasonna tidak memunculkan wacana untuk membebaskan narapidana koruptor, terlebih di tengah kondisi bangsa yang saat ini sedang menghadapi pandemik COVID-19.
Dia mengatakan berdasarkan catatan ICW, ini bukan kali pertama Yasonna mengeluarkan pernyataan yang bernada pro terhadap narapidana koruptor.
Dalam rentang waktu 2015 hingga 2020, kata Kurnia, terdapat delapan pernyataan Yasonna yang mengarah pada kebijakan untuk mengurangi masa hukuman narapidana koruptor.
Oleh karena itu, ICW menilai langkah Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan tegas untuk tidak membebaskan narapidana koruptor merupakan hal yang tepat.
"Pernyataan Presiden Joko Widodo layak diapresiasi," ujar dia.
Lebih lanjut, Kurnia mengatakan Jokowi juga seharusnya menghentikan laju pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Pemasyarakatan, sebab dalam poin revisi UU tersebut keberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan akan dicabut.
"Sehingga sama saja, jika pembahasan itu berlanjut maka kebijakan pemerintah tetap menguntungkan pelaku korupsi," tutur Kurnia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa pemerintah tidak berniat untuk membebaskan para narapidana korupsi karena pandemik COVID-19.
"Saya ingin menyampaikan bahwa mengenai napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita, jadi mengenai PP No. 99 tahun 2012 perlu saya sampaikan tidak ada revisi untuk ini," kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (6/4).
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam rapat terbatas dengan tema "Laporan Tim Gugus Tugas Covid-19" melalui video conference bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin, para menteri Kabinet Indonesia Maju serta Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona (COVID-19) sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.
"Pembebasan untuk napi hanya untuk napi pidana umum," kata Presiden menegaskan.
Sebelumnya Menkumham Yasonna H Laoly dalam rapat kerja virtual bersama Komisi III DPR pada Rabu (1/4) mengatakan ingin merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Salah satu usulan revisi PP tersebut dengan membebaskan napi kasus tindak pidana korupsi yang telah berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani dua per tiga masa pidana. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19 di lembaga pemasyarakatan.
Namun, Yasonna menegaskan bahwa revisi PP 99/2012 itu baru berupa usulan dan belum dilakukan pembahasan.
"Sayangnya, banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi seolah napi kasus korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas," ujar Yasonna dalam pernyataan tertulis, Sabtu (4/4).