Jakarta (ANTARA) - Komisioner KPU RI, Evi Novida Ginting Manik menilai keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) yang menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap dirinya cacat hukum.

"Artinya batal demi hukum, atas dasar itu saya keberatan dan meminta pembatalan," kata Evi Novida Ginting Manik, di Jakarta, Kamis.

Evi mengatakan akan mengajukan keberatan terhadap putusan DKPP atas perkara nomor: 317-PKE-DKPP/X/2019 yang dibacakan pada Rabu, 18 Maret 2020 lalu.

"Hendri Makaluasc sudah mencabut pengaduan dalam sidang DKPP tanggal 13 November 2019," kata dia.

Kemudian, pencabutan disampaikan pengadu kepada Majelis DKPP secara Iangsung dalam sidang dengan menyampaikan Surat Pencabutan Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

"DKPP hanya memiliki kewenangan secara pasif atau DKPP tidak dapat bertindak bila tidak ada pihak yang dirugikan. DKPP tidak mempunyai kewenangan dasar pemeriksaan aktif, itu sudah melampaui kewenangan," kata dia.

Pelaksanaan peradilan etik oleh DKPP tanpa adanya pihak yang dirugikan, lanjut dia, sudah melampaui kewenangan yang diberikan oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 kepada DKPP.

Kemudian, putusan DKPP itu, kata dia, juga tidak melaksanakan pasal 36 ayat (2) Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2019 yang mewajibkan pleno pengambilan keputusan dihadiri sedikitnya oleh 5 orang anggota DKPP.

"Putusan DKPP ini hanya diambil oleh 4 anggota Majelis DKPP. Putusan ini cacat hukum, akibatnya batal demi hukum dan semestinya tidak dapat dilaksanakan," ujarnya pula.

Evi berpendapat putusan DKPP terhadap Komisioner KPU RI termasuk dirinya dan KPU Kalbar terlalu berlebihan, karena sudah tidak ada lagi pihak yang dirugikan dan pokok permasalahannya hanya mengenai perbedaan penafsiran putusan Mahkamah Konstitusi.


Pewarta : Boyke Ledy Watra
Editor : Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024