Jakarta (ANTARA) - Majelis Ormas Islam (MOI) menegaskan pemerintah, terutama Kementerian Perdagangan tidak boleh mengabaikan syarat halal bagi suatu produk yang masuk ke Indonesia, termasuk permendag yang mengatur impor daging dari Brazil.
"Kita menghendaki supaya ada pemeriksaan setiap barang yang masuk, apakah makanan minuman pakaian parfum obat-obatan apa saja yang ada hubungannya dengan manusia," kata Ketua Presidium MOI H Mohammad Siddik, MA, di Jakarta, Selasa.
Masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, kata dia, wajib dilindungi negara dari paparan produk-produk yang tidak jelas kehalalannya.
"Apa saja yang tidak halal. (Masyarakat) Harus dilindungi, konsumen Indonesia sebagian besar umat muslim," ucapnya, menegaskan.
Kalau itu diabaikan, kata Siddik, artinya pemerintah membiarkan masyarakat menjadi sasaran atau korban karena mengonsumsi barang-barang yang tidak halal.
"Kita mengharapkan DPR menyikapinya, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). Minta supaya permendag dicabut," tegasnya.
Sebelumnya, Indonesia Halal Watch juga berniat mengajukan uji materi ke Mahkmah Agung atas Permendag Nomor 29/2019 yang menghapuskan ketentuan halal bagi produk impor daging unggas dan daging merah dari Brazil.
Permendag itu terbit sesuai hasil keputusan sidang sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang melibatkan Indonesia dan Brazil. Putusan WTO mengamanatkan Indonesia agar menghapus kebijakan persyaratan halal bagi produk impor daging unggas Brazil.
Menanggapi itu, Kemendag akan menambahkan pasal persyaratan halal dalam Permendag Nomor 29/2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan yang sebelumnya ramai diberitakan karena tidak memuat persyaratan label halal.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan pihaknya akan menambahkan satu butir pasal dalam Permendag 29/2019 untuk menegaskan kembali bahwa impor hewan dan produk hewan harus memenuhi persyaratan halal.
"Supaya masyarakat yakin dan tidak ada lagi simpang siur penafsiran Permendag, kami akan menambahkan satu butir pasal mengenai penegasan kembali bahwa barang yang masuk ke Indonesia itu wajib halal," tuturnya.
Indrasari menyebutkan bahwa kewajiban label halal memang tidak diatur dalam Permendag 29/2019. Namun, terdapat persyaratan yang mengatur kewajiban halal tersebut ketika mengajukan rekomendasi dari Kementerian Pertanian (Kementan), yakni melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 34 Tahun 2016.
Kemendag juga membantah bahwa tidak adanya aturan kewajiban label halal di Permendag 29/2019 berkaitan dengan kekalahan Indonesia dalam sidang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Kalau persyaratan label halal, tanpa diskriminasi itu dibolehkan. (Aturan) halal itu boleh, ada di general exception karena menyangkut public moral, yakni mayoritas muslim. Itu diperbolehkan aturan WTO," ujar Indrasari.
"Kita menghendaki supaya ada pemeriksaan setiap barang yang masuk, apakah makanan minuman pakaian parfum obat-obatan apa saja yang ada hubungannya dengan manusia," kata Ketua Presidium MOI H Mohammad Siddik, MA, di Jakarta, Selasa.
Masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, kata dia, wajib dilindungi negara dari paparan produk-produk yang tidak jelas kehalalannya.
"Apa saja yang tidak halal. (Masyarakat) Harus dilindungi, konsumen Indonesia sebagian besar umat muslim," ucapnya, menegaskan.
Kalau itu diabaikan, kata Siddik, artinya pemerintah membiarkan masyarakat menjadi sasaran atau korban karena mengonsumsi barang-barang yang tidak halal.
"Kita mengharapkan DPR menyikapinya, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). Minta supaya permendag dicabut," tegasnya.
Sebelumnya, Indonesia Halal Watch juga berniat mengajukan uji materi ke Mahkmah Agung atas Permendag Nomor 29/2019 yang menghapuskan ketentuan halal bagi produk impor daging unggas dan daging merah dari Brazil.
Permendag itu terbit sesuai hasil keputusan sidang sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang melibatkan Indonesia dan Brazil. Putusan WTO mengamanatkan Indonesia agar menghapus kebijakan persyaratan halal bagi produk impor daging unggas Brazil.
Menanggapi itu, Kemendag akan menambahkan pasal persyaratan halal dalam Permendag Nomor 29/2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan yang sebelumnya ramai diberitakan karena tidak memuat persyaratan label halal.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan pihaknya akan menambahkan satu butir pasal dalam Permendag 29/2019 untuk menegaskan kembali bahwa impor hewan dan produk hewan harus memenuhi persyaratan halal.
"Supaya masyarakat yakin dan tidak ada lagi simpang siur penafsiran Permendag, kami akan menambahkan satu butir pasal mengenai penegasan kembali bahwa barang yang masuk ke Indonesia itu wajib halal," tuturnya.
Indrasari menyebutkan bahwa kewajiban label halal memang tidak diatur dalam Permendag 29/2019. Namun, terdapat persyaratan yang mengatur kewajiban halal tersebut ketika mengajukan rekomendasi dari Kementerian Pertanian (Kementan), yakni melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 34 Tahun 2016.
Kemendag juga membantah bahwa tidak adanya aturan kewajiban label halal di Permendag 29/2019 berkaitan dengan kekalahan Indonesia dalam sidang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Kalau persyaratan label halal, tanpa diskriminasi itu dibolehkan. (Aturan) halal itu boleh, ada di general exception karena menyangkut public moral, yakni mayoritas muslim. Itu diperbolehkan aturan WTO," ujar Indrasari.