Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Jakarta Ujang Komaruddin mencurigasi usulan revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang dilakukan secara diam-diam oleh DPR RI periode 2014-2019 ingin melemahkan pemberantasan korupsi.
"Kalau DPR RI menyuarakan ingin menguatkan kewenangan KPK, bisa jadi itu hanya pembenaran," kata Ujang Komaruddin melalui telepon selulernya kepada ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Menurut Ujang Komaruddin, pada usulan revisi UU Korupsi, ada usulan pembatasan kewenangan penyadapan yang dilakukan KPK. Selama ini, kata dia, KPK banyak diendus dugaan korupsi yang dilakukan elite melalui penyadapan.
"Jika penyadapan yang dilakukan KPK terhadap oknum-oknum elite yang terindikasi korupsi, harus meminta izin melalui Pengadilan Negeri, maka langkah KPK akan menjadi lamban. Ini bagian dari pelemahan pemberantasan korupsi," katanya.
Bahkan di khawatirkan, kata dia, oknum elite yang menjadi sasaran akan dilakukan penyadapan oleh KPK, bisa menjadi bocor, sehingga kasus dugaan korupsi itu menjadi gagal dibuktikan.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini juga menyoroti isu lainnya dalam usulan revisi UU KPK yakni adanya kewenangan dari KPK untuk menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Perkara (SP3).
Sebelumya, KPK tidak memiliki SP3. Terduga kasus korupsi yang ditangkap KPK akan menjadi tersangka setelah memiliki dua alat bukti kuat. "Setelah menjadi tersangka, semuanya diteruskan ke proses persidangan di Pengadilan Tipikor. Tidak ada yang dibatalkan," katanya.
Ujang menegaskan, jika KPK memiliki kewenangan SP3, maka kewenangannya sebagai lembaga penegakan hukum kasus korupsi "extra ordinary" akan menjadi lemah. "Ini menjadi berbahaya, karena nantinya banyak pejabat yang ditangkap KPK bisa minta di SP3-kan kasusnya," katanya.
Doktor ilmu politik alumni Universitas Indonesia ini menegaskan, korupsi di Indonesia saat ini masih meraja lela dan masih menjadi musuh bangsa Indonesia. "KPK harus kuat untuk memberantas praktik korupsi di Indonesia. Kalau kewenangan KPK dipreteli, maka pemberantasan korupsi semakin memprihatinkan," katanya.
Sebelumnya, pada rapat paripurna DPR RI, Kamis (5/9), menyetujui usulan revisi UU KPK menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.
"Kalau DPR RI menyuarakan ingin menguatkan kewenangan KPK, bisa jadi itu hanya pembenaran," kata Ujang Komaruddin melalui telepon selulernya kepada ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Menurut Ujang Komaruddin, pada usulan revisi UU Korupsi, ada usulan pembatasan kewenangan penyadapan yang dilakukan KPK. Selama ini, kata dia, KPK banyak diendus dugaan korupsi yang dilakukan elite melalui penyadapan.
"Jika penyadapan yang dilakukan KPK terhadap oknum-oknum elite yang terindikasi korupsi, harus meminta izin melalui Pengadilan Negeri, maka langkah KPK akan menjadi lamban. Ini bagian dari pelemahan pemberantasan korupsi," katanya.
Bahkan di khawatirkan, kata dia, oknum elite yang menjadi sasaran akan dilakukan penyadapan oleh KPK, bisa menjadi bocor, sehingga kasus dugaan korupsi itu menjadi gagal dibuktikan.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini juga menyoroti isu lainnya dalam usulan revisi UU KPK yakni adanya kewenangan dari KPK untuk menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Perkara (SP3).
Sebelumya, KPK tidak memiliki SP3. Terduga kasus korupsi yang ditangkap KPK akan menjadi tersangka setelah memiliki dua alat bukti kuat. "Setelah menjadi tersangka, semuanya diteruskan ke proses persidangan di Pengadilan Tipikor. Tidak ada yang dibatalkan," katanya.
Ujang menegaskan, jika KPK memiliki kewenangan SP3, maka kewenangannya sebagai lembaga penegakan hukum kasus korupsi "extra ordinary" akan menjadi lemah. "Ini menjadi berbahaya, karena nantinya banyak pejabat yang ditangkap KPK bisa minta di SP3-kan kasusnya," katanya.
Doktor ilmu politik alumni Universitas Indonesia ini menegaskan, korupsi di Indonesia saat ini masih meraja lela dan masih menjadi musuh bangsa Indonesia. "KPK harus kuat untuk memberantas praktik korupsi di Indonesia. Kalau kewenangan KPK dipreteli, maka pemberantasan korupsi semakin memprihatinkan," katanya.
Sebelumnya, pada rapat paripurna DPR RI, Kamis (5/9), menyetujui usulan revisi UU KPK menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.