Jakarta (ANTARA) - Petani kopi Indonesia dari Koperasi Klasik Beans, akan mendemonstrasikan seduh kopi gratis di Oslo, Norwegia, dalam acara Indonesia Festival pada tanggal 29-30 Juni 2019.
Imas Suryati dan Ani Hanifa dua petani kopi dari Koperasi Klasik Beans asal Garut, Jawa Barat, yang juga seorang barista dan sudah memperoleh pelatihan sebagai Q-grader kopi.
"Apa yang kami kerjakan di Oslo nanti, pengunjung festival tidak hanya minum kopi, kami juga akan mengedukasi orang-orang tentang cara bagaimana memproses panen kopi, kami juga akan ceritakan apa yang telah kami lakukan terhadap hutan Indonesia lewat kopi," kata Imas dalam konferensi pers penyelenggaraan Indonesia Festival "Food Diversity Tropical Forest and Peatlands" di Graha BS, Jakarta Selatan, Senin (24/6).
Indonesia Festival bertajuk "Food Diversity Tropical Forest and Peatlands" diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Kerajaan Norwegia di Oslo, merupakan festival pertama yang terbesar dan akan rutin dilakukan setiap tahunnya.
Imas mengatakan akan ada beragam jenis kopi dari Jawa Barat yang diproduksi oleh Koperasi Klasik Beans seperti kopi aromanis, gulali, dan banyak lainnya akan dibawa ke Oslo, Norwegia, untuk dikenalkan dan diseduh kepada pengunjung Indonesia Festival, pengunjung akan merasakan setiap kopi yang disediakan olehnya.
Sembari menyeduh kopi, kedua barista perempuan ini akan menceritakan sumber dan asal kopi yang mereka seduh. Kopi dengan label Kopi Konservasi ini ditanam dengan menggunakan pendekatan ramah lingkungan.
Kopi Konservasi dihasilkan oleh petani kopi Koperasi Klasik Beans yang sudah ada di sejumlah wilayah seperti Garut, Ciwidey, Kabupaten Bandung, Pengalengan, dan Gunung Puntang, Bandung.
Koperasi Klasik Beans sudah berdiri sejak 10 tahun yang lalu dengan tujuan memproduksi kopi untuk konservasi.
"Kopi itu hanya membutuhkan 30-40 cahaya matahari, sehingga kopi membutuhkan naungan. Naungan yang kami pakai adalah pohon-pohon endemik sebagai salah satu alasan petani untuk menanam kopi," kata Imas yang pernah menjadi buruh migran di Dubai.
Ani Hanifah selaku Ketua Koperasi Klasik Beans mengatakan pihaknya menjadikan kopi sebagai media konservasi. Selain menanam pohon-pohon edemik sebagai naungan kopi, juga mengajak petaninya untuk menjaga mata air dan satwa di kawasan tempat mereka berkebun.
"Kami juga melakukan edukasi kepada anak-anak petani untuk mengenal kopi lewat kegiatan perpustakaan anak kopi," kata Ani.
Imas Suryati dan Ani Hanifa dua petani kopi dari Koperasi Klasik Beans asal Garut, Jawa Barat, yang juga seorang barista dan sudah memperoleh pelatihan sebagai Q-grader kopi.
"Apa yang kami kerjakan di Oslo nanti, pengunjung festival tidak hanya minum kopi, kami juga akan mengedukasi orang-orang tentang cara bagaimana memproses panen kopi, kami juga akan ceritakan apa yang telah kami lakukan terhadap hutan Indonesia lewat kopi," kata Imas dalam konferensi pers penyelenggaraan Indonesia Festival "Food Diversity Tropical Forest and Peatlands" di Graha BS, Jakarta Selatan, Senin (24/6).
Indonesia Festival bertajuk "Food Diversity Tropical Forest and Peatlands" diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Kerajaan Norwegia di Oslo, merupakan festival pertama yang terbesar dan akan rutin dilakukan setiap tahunnya.
Imas mengatakan akan ada beragam jenis kopi dari Jawa Barat yang diproduksi oleh Koperasi Klasik Beans seperti kopi aromanis, gulali, dan banyak lainnya akan dibawa ke Oslo, Norwegia, untuk dikenalkan dan diseduh kepada pengunjung Indonesia Festival, pengunjung akan merasakan setiap kopi yang disediakan olehnya.
Sembari menyeduh kopi, kedua barista perempuan ini akan menceritakan sumber dan asal kopi yang mereka seduh. Kopi dengan label Kopi Konservasi ini ditanam dengan menggunakan pendekatan ramah lingkungan.
Kopi Konservasi dihasilkan oleh petani kopi Koperasi Klasik Beans yang sudah ada di sejumlah wilayah seperti Garut, Ciwidey, Kabupaten Bandung, Pengalengan, dan Gunung Puntang, Bandung.
Koperasi Klasik Beans sudah berdiri sejak 10 tahun yang lalu dengan tujuan memproduksi kopi untuk konservasi.
"Kopi itu hanya membutuhkan 30-40 cahaya matahari, sehingga kopi membutuhkan naungan. Naungan yang kami pakai adalah pohon-pohon endemik sebagai salah satu alasan petani untuk menanam kopi," kata Imas yang pernah menjadi buruh migran di Dubai.
Ani Hanifah selaku Ketua Koperasi Klasik Beans mengatakan pihaknya menjadikan kopi sebagai media konservasi. Selain menanam pohon-pohon edemik sebagai naungan kopi, juga mengajak petaninya untuk menjaga mata air dan satwa di kawasan tempat mereka berkebun.
"Kami juga melakukan edukasi kepada anak-anak petani untuk mengenal kopi lewat kegiatan perpustakaan anak kopi," kata Ani.