Palu (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dalam pengelolaan Cagar Biosfer Togea di Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah, harus mengedepankan upaya pelestarian lingkungan.
"Pengelolaan perlu memerhatikan rencana kelola cagar biosfer tersebut. Pengelola juga harus benar-benar siap dan harus melibatkan pihak-pihak yang memiliki komitmen dalam pelestarian lingkungan," kata Manajer Kampanye Walhi Sulawesi Tengah, Stevandi, di Palu, Sabtu.
Sidang ke-31 International Co-ordinating Council of the Man and the Biosphere Programme (ICC-MAB), UNESCO di Paris, Prancis, pada Rabu (19/6) menetapkan Togean Tojo Una-Una dan Saleh-Moyo-Tambora (Samota) sebagai Cagar Biosfer ke-15 dan 16 di Indonesia.
Togean Tojo Una-Una dan Samota kini menambah daftar cagar biosfer Indonesia yang meliputi Cibodas, Komodo, Lore Lindu, Tanjung Putting, Gunung Leuser, Siberut, Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Wakatobi, Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno, Taka Bonerate-Kepulauan Selayar, Belambangan, Berbak-Sembilang, Batang Kerihun Danau Sentarum, serta Rinjani Lombok.
Kepulauan Togean, kata Stevandi, menyimpan banyak kekayaan hayati dan bahari, ekosistem laut, yang sangat bermanfaat bagi masyarakat di kepulauan itu dan sekitarnya. Bahkan, potensi wisata laut yang dimiliki berdampak terhadap peningkatan ilmu pengetahuan untuk kepentingan penelitian, dan ekonomi bagi masyarakat di wilayah itu.
Karena itu, kata dia, Walhi mengingatkan pemerintah agar pengelolaan cagar biosfer Togean harus melibatkan pihak-pihak yang memiliki komitmen terhadap pelestarian lingkungan.
Selain itu, Walhi juga mengingatkan kepada pemerintah untuk memerhatikan hak-hak masyarakat dan nelayan yang telah lama beraktivitas dalam kawasan cagar biosfer tersebut.
"Jangan sampai keuntungan dari ditetapkannya Kepulauan Togean sebagai Cagar Biosfer, justru malah mengesampingkan hak-hak masyarakat dan nelayan yang telah lama beraktivitas di wilayah itu," katanya.
Selain Cagar Biosfer Togean, Sulawesi Tengah juga memiliki Cagar Biosfer Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).
Walhi meminta kepada pemerintah agar selain mengupayakan atau mendorong cagar biosfer baru, perlu diikuti dengan pelestarian terhadap cagar-cagar biosfer atau cagar alam yang telah ada sebelumnya.
"Jangan sampai ada aktivitas -aktivitas ilegal dalam kawasan cagar alam atau cagar biosfer. Ini perlu di perhatikan," katanya.
Walhi Sulteng mengapresiasi upaya Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola yang telah mendorong Kepulauan Togean ditetapkan sebagai salah satu Cagar Biosfer di Indonesia.
"Pengelolaan perlu memerhatikan rencana kelola cagar biosfer tersebut. Pengelola juga harus benar-benar siap dan harus melibatkan pihak-pihak yang memiliki komitmen dalam pelestarian lingkungan," kata Manajer Kampanye Walhi Sulawesi Tengah, Stevandi, di Palu, Sabtu.
Sidang ke-31 International Co-ordinating Council of the Man and the Biosphere Programme (ICC-MAB), UNESCO di Paris, Prancis, pada Rabu (19/6) menetapkan Togean Tojo Una-Una dan Saleh-Moyo-Tambora (Samota) sebagai Cagar Biosfer ke-15 dan 16 di Indonesia.
Togean Tojo Una-Una dan Samota kini menambah daftar cagar biosfer Indonesia yang meliputi Cibodas, Komodo, Lore Lindu, Tanjung Putting, Gunung Leuser, Siberut, Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Wakatobi, Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno, Taka Bonerate-Kepulauan Selayar, Belambangan, Berbak-Sembilang, Batang Kerihun Danau Sentarum, serta Rinjani Lombok.
Kepulauan Togean, kata Stevandi, menyimpan banyak kekayaan hayati dan bahari, ekosistem laut, yang sangat bermanfaat bagi masyarakat di kepulauan itu dan sekitarnya. Bahkan, potensi wisata laut yang dimiliki berdampak terhadap peningkatan ilmu pengetahuan untuk kepentingan penelitian, dan ekonomi bagi masyarakat di wilayah itu.
Karena itu, kata dia, Walhi mengingatkan pemerintah agar pengelolaan cagar biosfer Togean harus melibatkan pihak-pihak yang memiliki komitmen terhadap pelestarian lingkungan.
Selain itu, Walhi juga mengingatkan kepada pemerintah untuk memerhatikan hak-hak masyarakat dan nelayan yang telah lama beraktivitas dalam kawasan cagar biosfer tersebut.
"Jangan sampai keuntungan dari ditetapkannya Kepulauan Togean sebagai Cagar Biosfer, justru malah mengesampingkan hak-hak masyarakat dan nelayan yang telah lama beraktivitas di wilayah itu," katanya.
Selain Cagar Biosfer Togean, Sulawesi Tengah juga memiliki Cagar Biosfer Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).
Walhi meminta kepada pemerintah agar selain mengupayakan atau mendorong cagar biosfer baru, perlu diikuti dengan pelestarian terhadap cagar-cagar biosfer atau cagar alam yang telah ada sebelumnya.
"Jangan sampai ada aktivitas -aktivitas ilegal dalam kawasan cagar alam atau cagar biosfer. Ini perlu di perhatikan," katanya.
Walhi Sulteng mengapresiasi upaya Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola yang telah mendorong Kepulauan Togean ditetapkan sebagai salah satu Cagar Biosfer di Indonesia.