Klungkung, Bali (ANTARA) - Salah satu desa di Kabupaten Klungkung, Bali, yakni Desa Kamasan memiliki sejumlah karya seni bernilai tinggi. Ada wayang seni khas Kamasan dengan beragam jenis dan kegunaan yang berbeda.
Sejak tahun 1970-an, para pelukis membuat wayang klasik itu secara turun temurun, terutama dalam pelukisan Plalintangan (kalender Bali).
Meskipun zaman mengalami perubahan, tetapi karya seni berupa pelukisan wayang tersebut tetap eksis dan berkembang hingga saat ini.
Keindahan karya seni berupa lukisan wayang dan juga kerajinan tangan tersebut dipamerkan dalam Museum Semarajaya di depan Monumen Puputan Klungkung.
Tidak hanya dipamerkan dalam museum saja, namun lukisan khas Kamasan ini juga dipamerkan dalam sebuah galeri yakni Suar Gallery.
Dengan waktu buka 24 jam, Suar Gallery berada dalam lingkungan rumah yang juga masih tradisional, bahkan Suar Gallery juga menyimpan berbagai lukisan wayang yang langka hingga ada lukisan yang berusia 300 tahun.
"Walaupun ada kerajinan tangan dan wayang lainnya, di sini wayang klasik Desa Kamasan tetap menjadi fokus utamanya. Ciri khas wayang Kamasan ada pada wayang kulitnya," kata seniman lukis yang juga pemilik galeri itu, Gede Wedasmara.
Meskipun memiliki sebutan tidak jauh berbeda dengan wayang lainnya, wayang klasik Desa Kamasan menceritakan tentang kisah Mahabrata dan Ramayana. Pakem pelukisannya pun berbeda, seperti halnya yang diterapkan pada lukisan seni wayang klasik, salah satu nya berbentuk Plalintangan.
"Epos kisahnya kita ambil per episode dari kisah tersebut, misalnya saat penculikan Sitha oleh Rahwana, Hanoman ngamuk di Alengka Pura disebut Hanoman Obong pada saat penggempuran Kerajaan Alengka oleh Rama dan Laksmana yang dibantu oleh monyet-monyet nya," tuturnya.
Wayang Klasik Desa Kamasan merupakan karya seni hasil kreasi langsung dari para seniman, yang dikerjakan langsung oleh warga desa itu sendiri secara turun temurun dan setiap rumah warga memiliki koleksi Wayang Kamasan yang berjejer.
Menurut sejarahnya, arti Kamasan bermakna benih yang bagus. Sejak dahulu desa ini sudah terkenal akan pengrajinnya yang dikenal sebagai “pandai mas”. Pada tahun 1380-1651 keahlian para pengrajin di Desa Kamasan ini dimanfaatkan oleh Raja Ida Dalem untuk membuat aneka kerajinan lukisan dan ukiran dari emas dan perak.
"Kalau saya sendiri lebih suka melihat plalintangan (kalender Bali) yang dibuat dari lukisan Wayang Kamasan, karena tugas saya di sekolah juga ada tentang praktek seni, ini bisa jadi contohnya," kata Melinda Limanto, salah satu siswa asal Desa Tojan.
Lain halnya dengan seorang pembeli. "Walaupun lukisan Wayang Kamasan ini kelihatan kuno untuk anak muda, tapi Wayang Kamasan ini bagi saya punya nilai klasik yang tinggi, apalagi kisah dalam wayang kamasan itu ada tentang karma selama hidup tergantung Yadnya masing-masing," kata pembeli dari Banjarangkan, Mega Pramiati.
Aplikasi
Menariknya lagi, para pengunjung tidak hanya dapat melihat lukisan saja, karena ada lukisan Plalintangan berupa kalender Bali yang disajikan dalam wayang. Ada juga aplikasi lain.
Ya, ada juga seni wayang yang diaplikasikan dalam kipas, hiasan rumah seperti telur, bantal hingga pembuatan dompet.
"Secara umum, proses pembuatannya melewati beberapa tahap. Ada bagian membuat sketsa atau gambar kasar dari lukisan, lalu ada pewarnaan, ngawi dan proses terakhir adalah proses finishing yang bertugas untuk memperjelas lukisan wayang klasik tersebut," kata pelukis Gede Wedaswara.
Tidak menutup kemungkinan proses ini juga dilakukan oleh anak-anak, remaja, dewasa hingga kelompok lanjut usia.
"Khusus pembuatan sketsa membutuhkan waktu sekitar 3-7 hari, sedangkan proses secara keseluruhan sekitar dua minggu hingga berbulan-bulan tergantung dari ukuran lukisannya. Semakin besar ukuran lukisannya, semakin lama waktu yang dibutuhkan," katanya.
Sebagai generasi penerus ayahnya, Gede menjelaskan berbagai aplikasi itu, Suar Gallery tidak menghilangkan unsur pewayangan serta pakem yang dianut di Desa Kamasan.
Berbagai kerajinan seni yang berada di Suar Gallery dapat digunakan sebagai pengisi galeri, dan juga menyediakan pemesanan lukisan wayang klasik Desa Kamasan dengan konsep yang dapat dipilih sendiri.
"Biasanya, saat proses melukis, saya mengalami kesulitan jika turun hujan dikarenakan proses persiapan penggunaan kain blacu yang melewati proses pengeringan akan terhambat, sehingga kelanjutan pembuatan wayang klasik pun terganggu, apalagi proses blacu juga semakin lama akan semakin berkualitas," katanya.
Kedepan, Gede Wedaswara dan keluarga akan menggunakan Gallery Wayang Klasik ini untuk komersial (umum), atau hanya untuk orang Bali. "Tapi, kami tetap tidak menghilangkan pakem wayang, meskipun terus ditambahkan inovasi baru," katanya.
Mempelajari seni wayang klasik sejak dini, Gede menjelaskan bahwa keunikan dari lukisan wayang klasik di Banjar Sangging, Desa Kamasan itu terletak pada pakem atau patokan saat pembuatannya.
Misalnya saja, pembuatan di bagian wajah dan badannya wajib seimbang dan terlihat proporsional. Proses melukis wayang klasik Desa Kamasan dimulai dari pojok kanan bawah dan diteruskan hingga ke bagian atas. "Wayang Kamasan itu tidak ada dimensinya, walaupun kaku, ya itulah wayang," ucap Gede Wedasmara.
Sejak tahun 1970-an, para pelukis membuat wayang klasik itu secara turun temurun, terutama dalam pelukisan Plalintangan (kalender Bali).
Meskipun zaman mengalami perubahan, tetapi karya seni berupa pelukisan wayang tersebut tetap eksis dan berkembang hingga saat ini.
Keindahan karya seni berupa lukisan wayang dan juga kerajinan tangan tersebut dipamerkan dalam Museum Semarajaya di depan Monumen Puputan Klungkung.
Tidak hanya dipamerkan dalam museum saja, namun lukisan khas Kamasan ini juga dipamerkan dalam sebuah galeri yakni Suar Gallery.
Dengan waktu buka 24 jam, Suar Gallery berada dalam lingkungan rumah yang juga masih tradisional, bahkan Suar Gallery juga menyimpan berbagai lukisan wayang yang langka hingga ada lukisan yang berusia 300 tahun.
"Walaupun ada kerajinan tangan dan wayang lainnya, di sini wayang klasik Desa Kamasan tetap menjadi fokus utamanya. Ciri khas wayang Kamasan ada pada wayang kulitnya," kata seniman lukis yang juga pemilik galeri itu, Gede Wedasmara.
Meskipun memiliki sebutan tidak jauh berbeda dengan wayang lainnya, wayang klasik Desa Kamasan menceritakan tentang kisah Mahabrata dan Ramayana. Pakem pelukisannya pun berbeda, seperti halnya yang diterapkan pada lukisan seni wayang klasik, salah satu nya berbentuk Plalintangan.
"Epos kisahnya kita ambil per episode dari kisah tersebut, misalnya saat penculikan Sitha oleh Rahwana, Hanoman ngamuk di Alengka Pura disebut Hanoman Obong pada saat penggempuran Kerajaan Alengka oleh Rama dan Laksmana yang dibantu oleh monyet-monyet nya," tuturnya.
Wayang Klasik Desa Kamasan merupakan karya seni hasil kreasi langsung dari para seniman, yang dikerjakan langsung oleh warga desa itu sendiri secara turun temurun dan setiap rumah warga memiliki koleksi Wayang Kamasan yang berjejer.
Menurut sejarahnya, arti Kamasan bermakna benih yang bagus. Sejak dahulu desa ini sudah terkenal akan pengrajinnya yang dikenal sebagai “pandai mas”. Pada tahun 1380-1651 keahlian para pengrajin di Desa Kamasan ini dimanfaatkan oleh Raja Ida Dalem untuk membuat aneka kerajinan lukisan dan ukiran dari emas dan perak.
"Kalau saya sendiri lebih suka melihat plalintangan (kalender Bali) yang dibuat dari lukisan Wayang Kamasan, karena tugas saya di sekolah juga ada tentang praktek seni, ini bisa jadi contohnya," kata Melinda Limanto, salah satu siswa asal Desa Tojan.
Lain halnya dengan seorang pembeli. "Walaupun lukisan Wayang Kamasan ini kelihatan kuno untuk anak muda, tapi Wayang Kamasan ini bagi saya punya nilai klasik yang tinggi, apalagi kisah dalam wayang kamasan itu ada tentang karma selama hidup tergantung Yadnya masing-masing," kata pembeli dari Banjarangkan, Mega Pramiati.
Aplikasi
Menariknya lagi, para pengunjung tidak hanya dapat melihat lukisan saja, karena ada lukisan Plalintangan berupa kalender Bali yang disajikan dalam wayang. Ada juga aplikasi lain.
Ya, ada juga seni wayang yang diaplikasikan dalam kipas, hiasan rumah seperti telur, bantal hingga pembuatan dompet.
"Secara umum, proses pembuatannya melewati beberapa tahap. Ada bagian membuat sketsa atau gambar kasar dari lukisan, lalu ada pewarnaan, ngawi dan proses terakhir adalah proses finishing yang bertugas untuk memperjelas lukisan wayang klasik tersebut," kata pelukis Gede Wedaswara.
Tidak menutup kemungkinan proses ini juga dilakukan oleh anak-anak, remaja, dewasa hingga kelompok lanjut usia.
"Khusus pembuatan sketsa membutuhkan waktu sekitar 3-7 hari, sedangkan proses secara keseluruhan sekitar dua minggu hingga berbulan-bulan tergantung dari ukuran lukisannya. Semakin besar ukuran lukisannya, semakin lama waktu yang dibutuhkan," katanya.
Sebagai generasi penerus ayahnya, Gede menjelaskan berbagai aplikasi itu, Suar Gallery tidak menghilangkan unsur pewayangan serta pakem yang dianut di Desa Kamasan.
Berbagai kerajinan seni yang berada di Suar Gallery dapat digunakan sebagai pengisi galeri, dan juga menyediakan pemesanan lukisan wayang klasik Desa Kamasan dengan konsep yang dapat dipilih sendiri.
"Biasanya, saat proses melukis, saya mengalami kesulitan jika turun hujan dikarenakan proses persiapan penggunaan kain blacu yang melewati proses pengeringan akan terhambat, sehingga kelanjutan pembuatan wayang klasik pun terganggu, apalagi proses blacu juga semakin lama akan semakin berkualitas," katanya.
Kedepan, Gede Wedaswara dan keluarga akan menggunakan Gallery Wayang Klasik ini untuk komersial (umum), atau hanya untuk orang Bali. "Tapi, kami tetap tidak menghilangkan pakem wayang, meskipun terus ditambahkan inovasi baru," katanya.
Mempelajari seni wayang klasik sejak dini, Gede menjelaskan bahwa keunikan dari lukisan wayang klasik di Banjar Sangging, Desa Kamasan itu terletak pada pakem atau patokan saat pembuatannya.
Misalnya saja, pembuatan di bagian wajah dan badannya wajib seimbang dan terlihat proporsional. Proses melukis wayang klasik Desa Kamasan dimulai dari pojok kanan bawah dan diteruskan hingga ke bagian atas. "Wayang Kamasan itu tidak ada dimensinya, walaupun kaku, ya itulah wayang," ucap Gede Wedasmara.