Jakarta (ANTARA) - Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM) menyatakan bahwa penangkapan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dirinya sebagai pembunuhan karakter.
"Saya merasa sebagai pembunuhan karakter, karena saya tidak pernah memegang barang bukti. Barang bukti tidak ada, saya dibawa ke sini," kata Sri Wahyumi usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
KPK pada Jumat memeriksa Sri Wahyumi dalam kapasitasnya sebagai tersangka suap terkait pengadaan barang/jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
Ia pun membantah telah menerima barang dari Bernard Hanafi Kalalo (BHK) seorang pengusaha yang juga tersangka dalam kasus tersebut.
"Bernard membelikan barang itu, membelikan ya bukan memberikan, karena kalau memberikan saya sudah menerima. Saya tidak pernah menerima uang itu. Kalaupun dia memberikan itu, dia senang dengan saya, senang bukan suka. Jadi, bedakan senang dengan suka," tuturnya.
KPK pada 30 April 2019 telah menetapkan tiga tersangka kasus suap terkait pengadaan barang/jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
Diduga sebagai pemerima Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2019 Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM) dan Benhur Lalenoh (BNL) seorang tim sukses dari bupati dan juga pengusaha.
Sedangkan diduga sebagai pemberi, yakni Bernard Hanafi Kalalo (BHK) seorang pengusaha.
Dalam konstruksi perkara kasus itu disebutkan bahwa tim KPK mendapatkan informasi adanya permintaan "fee" 10 persen dari bupati melalui Benhur sebagai orang kepercayaan bupati kepada kontraktor untuk mendapatkan proyek pekerjaan di Kabupaten Talaud.
Benhur bertugas mencari kontraktor yang dapat mengerjakan proyek dan bersedia memberikan "fee" 10 persen.
Benhur kemudian menawarkan kepada Bernard proyek di Kabupaten Talaud dan meminta "fee" 10 persen. Sebagai bagian dari "fee" 10 persen tersebut, Benhur meminta Bernard memberikan barang-barang mewah kepada Bupati Talaud Sri Wahyumi.
Pada pertengahan April, untuk pertama kalinya Benhur mengajak Bernard untuk diperkenalkan ke Bupati Talaud. Beberapa hari kemudian berdasarkan perintah bupati melalui Benhur, Bernard diminta ikut ke Jakarta untuk mengikuti beberapa kegiatan bupati di Jakarta.
Terkait "fee" yang diharuskan oleh Bupati Talaud, Benhur meminta Bernard memberi barang-barang mewah mewah sebagai bagian dari imbalan sebesar 10 persen.
Barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud, yaitu Pasar Lirung dan Pasar Beo. Diduga terdapat proyek-proyek Iain yang dibicarakan oleh Benhur yang merupakan orang kepercayaan Bupati.
Adapun, kode "fee" dalam perkara ini yang digunakan adalah "DP Teknis".
"Saya merasa sebagai pembunuhan karakter, karena saya tidak pernah memegang barang bukti. Barang bukti tidak ada, saya dibawa ke sini," kata Sri Wahyumi usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
KPK pada Jumat memeriksa Sri Wahyumi dalam kapasitasnya sebagai tersangka suap terkait pengadaan barang/jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
Ia pun membantah telah menerima barang dari Bernard Hanafi Kalalo (BHK) seorang pengusaha yang juga tersangka dalam kasus tersebut.
"Bernard membelikan barang itu, membelikan ya bukan memberikan, karena kalau memberikan saya sudah menerima. Saya tidak pernah menerima uang itu. Kalaupun dia memberikan itu, dia senang dengan saya, senang bukan suka. Jadi, bedakan senang dengan suka," tuturnya.
KPK pada 30 April 2019 telah menetapkan tiga tersangka kasus suap terkait pengadaan barang/jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
Diduga sebagai pemerima Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2019 Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM) dan Benhur Lalenoh (BNL) seorang tim sukses dari bupati dan juga pengusaha.
Sedangkan diduga sebagai pemberi, yakni Bernard Hanafi Kalalo (BHK) seorang pengusaha.
Dalam konstruksi perkara kasus itu disebutkan bahwa tim KPK mendapatkan informasi adanya permintaan "fee" 10 persen dari bupati melalui Benhur sebagai orang kepercayaan bupati kepada kontraktor untuk mendapatkan proyek pekerjaan di Kabupaten Talaud.
Benhur bertugas mencari kontraktor yang dapat mengerjakan proyek dan bersedia memberikan "fee" 10 persen.
Benhur kemudian menawarkan kepada Bernard proyek di Kabupaten Talaud dan meminta "fee" 10 persen. Sebagai bagian dari "fee" 10 persen tersebut, Benhur meminta Bernard memberikan barang-barang mewah kepada Bupati Talaud Sri Wahyumi.
Pada pertengahan April, untuk pertama kalinya Benhur mengajak Bernard untuk diperkenalkan ke Bupati Talaud. Beberapa hari kemudian berdasarkan perintah bupati melalui Benhur, Bernard diminta ikut ke Jakarta untuk mengikuti beberapa kegiatan bupati di Jakarta.
Terkait "fee" yang diharuskan oleh Bupati Talaud, Benhur meminta Bernard memberi barang-barang mewah mewah sebagai bagian dari imbalan sebesar 10 persen.
Barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud, yaitu Pasar Lirung dan Pasar Beo. Diduga terdapat proyek-proyek Iain yang dibicarakan oleh Benhur yang merupakan orang kepercayaan Bupati.
Adapun, kode "fee" dalam perkara ini yang digunakan adalah "DP Teknis".