Padang (ANTARA News Sumsel) - Semenjak era digital pada 2000-an, sistem perkuliahan di perguruan tinggi tidak semata-mata mengandalkan pena, buku atau tatap muka dengan dosen, melainkan memanfaatkan teknologi informasih dan kuliah tanpa batas ruang.

Lebih dari itu kampus mulai mengembangkan sistem komunikasi dan informasi multi arah dengan tujuan memberikan kemudahan kepada mahasiswa.

Penerapannya mulai dari sistem informasi dengan membentu portal, pengumuman nilai disampaikan melalui pesan singkat telepon genggam hingga sistem penggunaan bank data dalam perkuliahan.

Hanya sajai tidak semua dosen dan kampus menggunakan sistem ini, karena dari 4.000 kampus negeri dan swasta di Indonesia sebagian besar masih melaksanakan kuliah secara konvensional.

Sejatinya sistem kuliah digital secara menyeluruh telah dilakukan oleh Universitas Terbuka yang dilaksanakan serentak di seluruh cabang Indonesia.

Menurut Koordinator Kopertis X Prof. Herri, di Indonesia Universitas Terbuka (UT) menjadi pionir munculnya kuliah secara digital.

Dikatakan digital karena 100 persen kegiatan belajar dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dan sistem komunikasi dalam jaringan.

Dengan keberadaan mahasiswa UT yang tersebar di luar domisili kampus, mengharuskan dosen untuk menjalin komunikasi jarak jauh melalui hubungan telepon atau aplikasi secara elektronik.

Pada perkembangannya UT menyusun sistem dengan pola multi-arah untuk berkuliah mengganti cara tatap muka.

Pola inilah kata Herri yang menjadi pemikiran Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (menristekdikti) untuk memulai sistem kuliah secara digital pada beberapa kampus di Indonesia.

Alasannya jelas untuk memberi kemudahan kuliah sekaligus menjangkau seluruh masyarakat Indonesia untuk mengenyam pendidikan tinggi di Indonesia.

Bisa dibayangkan kata dia, dari 250 juta jiwa perkiraan jumlah penduduk Indonesia, hanya tujuh juta jiwa yang kini terdaftar sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, itu pun terpusat pada kota besar di daerah, sementara kota atau kabupaten lain cenderung minim.

Inilah yang menjadi sasaran dari Kemenristekdikti dalam memunculkan program kuliah jarak jauh tersebut yakni menjangkau mahasiswa dengan akses sulit dan jauh dari kampus.

Bahkan untuk memuluskan langkah tersebut Kemenristekdikti menyiapkan 400 proyek pada tahun ini khusus bidang kuliah jarak jauh.

Persoalannya pada kampus, yakni menimbang pembiayaan guna menerapkan pola tersebut dalam perkuliahan.

Memang sejatinya secara akses diberi kemudahan dan jarak menjadi lebih dekat, hanya bagi kampus masih menimbang pengadaan barang secara dalam jaringan.

Bukan hanya itu bagi kampus di daerah dan perguruan tinggi swasta, tentu juga menimbang penguatan sumber daya pengajar dan sebaran kualitas mahasiswanya.

Namun sosialisasi terhadap kampus hingga ke pelosok belum berjalan sehingga menjadikan program ini seperti jalan di tempat.

Di wilayah pembinaannya di Sumbar, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau misalnya, baru beberapa kampus yang telah mengajukan penerapan sistem tersebut.

Meski Kopertis X telah menjalin kerja sama dengan Universitas Terbuka tetap saja animo kampus untuk mengejar kuliah dengan sistem tersebut masih rendah.

Bukan perkara mudah untuk meyakinkan kampus memilih kuliah jarak jauh dalam jaringan, sebab sebagai gambaran di wilayah X belum ada kampus yang memiliki akreditasi A dari 250 kampus.

Selain itu dari 946 program studi yang tersebar, baru 15 prodi yang terdaftar akreditasinya bernilai A.

Hal ini mengindikasikan masih banyak kampus yang perlu memenuhi sarana prasarana serta sumber daya untuk mengadakan kuliah jarak jauh seperti itu.

Mengekor kampus dunia Di sisi lain Herri menambahkan sasaran kementerian untuk melaksanakan kuliah jarak jauh ini juga meningkatkan daya saing dengan kampus luar negeri.

Selain berupaya pada pemerataan pendidikan tinggi di semua wilayah, antisipasi kementerian lebih pada penguatan teknologi dalam perguruan tinggi di Indonesia.

Sejauh ini kata Herri, beberapa negara tetangga telah sukses menggelar sistem perkuliahan tersebut seperti di Malaysia.

Bahkan di Malaysia dengan tenaga pengajar profesional dan berkualitas, mampu menampung mahasiswa dari 34 di seantero Asia.

Dengan nama "Asian e University", Malaysia dinilai sukses melaksanakan program jarak jauh seperti telekonferensi dengan lebih ribuan mahasiswa pada satu tempat.

Beberapa negara Eropa juga telah menggunakan sistem ini dalam perkuliahan, bahkan di beberapa kampus telah dikembangkan kuliah cepat dengan pergantian bidang yang berbeda.

Untuk nasional selain Universitas Terbuka beberapa kampus ternama seperti ITB dan Universitas Indonesia juga telah mulai mengembangkan sistem tersebut bekerja sama dengan kampus negara lain.

Di Kopertis X sendiri, Universitas Dharma Andalas di Padang tengah mengembangkan sistem tersebut dan Universitas Internasional Batam juga mulai bergerak ke arah itu.

Untuk memastikan penerapan sistem ini di kampus tentu membutuhkan pertimbangan lain bukan semata sarana prasarana dan sumber daya manusia.

Salah satunya kurikulum pembelajaran, dalam hal ini kampus perlu mengubah kurikulum pembelajaran yang mengacu pada sistem kuliah digital.

Sebenarnya melalui kerja sama dengan Universitas Terbuka, mata kuliah umum sudah dapat disetarakan hanya saja tentu membutuhkan perubahan di mata kuliah lainnya.

Inilah pertimbangannya beberapa bidang seperti kesehatan, teknik atau IPA yang tentu perlu secara teliti dan efektif mengubah kurikulum tersebut, karena selain kuliah , praktik di laboratorium dan lapangan juga bagian dari prioritas pembelajaran. Dia meyakini bila semua pertimbangan tersebut dapat diselesaikan dengan baik oleh kampus, sistem pembelajaran jarak jauh dapat diterapkan.

Dampak lain dari kuliah jarak jauh menurut Herri yakni mengoptimalkan kinerja dan usaha ekonomi.

Tujuannya untuk memberi kemudahan masyarakat yang tengah bekerja atau berusaha untuk pemenuhan ekonomi secara optimal melaksanakannya sembari mengejar peningkatan strata pendidikannya.

Sebab salah satu indikator Revolusi Industri 4.0 yang dicanangkan oleh pemerintah adalah meningkatkan daya saing dalam hal kinerja serta memiliki strata pendidikan yang tinggi. Kerja Keras Sementara itu pengamat bidang pendidikan tinggi dari Universitas Andalas Dr Ade Djulardi menilai program kuliah jarak jauh dengan sistem dalam jaringan harus diupayakan keras oleh kementerian pada sasaran yang tepat.

Artinya bila dikhususkan untuk daerah jauh atau terpencil, tentu perhatian sarana prasarana juga perlu ditingkatkan.

Misalnya penyediaan dalam jaringan pada satu daerah harus terjamin sehingga kuliah dapat berjalan dengan baik.

Pasalnya saat ini masih banyak wilayah di Indonesia yang masih jauh dari jangkauan sistem digital.

Jangankan untuk telekomunikasi multi arah dalam jaringan, akses untuk menonton televisi saja sulit.

Untuk itu kata dia meski ini program fokus Kemenristekdikti, lembaga lain perlu memberikan dukungan seperti penyediaan infrastruktur.

Bukan hanya itu pemerintah daerah setempat juga memperkuat faktor pendukungnya misalnya secara infrastruktur dan sosial.

Sinergi semua hal tersebut akan mempercepat penerapan program dan pemerataan pendidikan tinggi di Indonesia dapat berjalan.

Pewarta : M R Denya Utama
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024