Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyayangkan Pengadilan Agama Bantaeng yang mengizinkan dua pelajar SMP menikah, padahal permohonan keduanya sempat ditolak Kantor Urusan Agama (KUA) Bantaeng, Sulawesi Selatan.
"Pengadilan agama seharusnya menjadi benteng terakhir untuk mencegah perkawinan anak. Karena itu, kami berharap pengadilan anak tidak mudah meloloskan perkawinan anak," kata Retno di Jakarta, Rabu.
Retno mengatakan pengadilan agama dan KUA memang memiliki ranah yang berbeda. Pengadilan agama merupakan bagian dari yudikatif, sedangkan KUA yang berada di bawah Kementerian Agama merupakan eksekutif.
Bila pengadilan agama sudah mengizinkan kedua anak tersebut menikah, KUA memang tidak boleh menolak untuk menikahkan mereka.
"Itu masalahnya. Kami di KPAI jelas pada posisi menolak perkawinan anak," tuturnya.
Apalagi, Retno menilai alasan perkawinan dua anak di Bantaeng itu tidak masuk akal, yaitu hanya karena si anak perempuan takut tidur sendiri, setelah ibunya meninggal tahun sebelumnya dan ayahnya sering bepergian ke luar kota.
"Ada solusi-solusi lain, tidak harus harus dinikahkan. Takut tidur sendiri bukan alasan yang logis untuk menikahkan anak karena perkawinan bukan hanya sekadar mendapatkan teman tidur," katanya.
Retno mengatakan bila alasannya si anak perempuan takut tidur sendiri, maka seharusnya keluarga dari ibu atau ayahnya bisa menemani selama ayahnya pergi ke luar kota. Keluarga si anak juga bisa mempekerjakan asisten rumah tangga untuk menemaninya.
"Atau keluarga mengadopsi anak perempuan yang usianya sama sehingga ada teman. Kalau tidak salah keluarganya juga dari ekonomi yang baik," jelasnya.
"Pengadilan agama seharusnya menjadi benteng terakhir untuk mencegah perkawinan anak. Karena itu, kami berharap pengadilan anak tidak mudah meloloskan perkawinan anak," kata Retno di Jakarta, Rabu.
Retno mengatakan pengadilan agama dan KUA memang memiliki ranah yang berbeda. Pengadilan agama merupakan bagian dari yudikatif, sedangkan KUA yang berada di bawah Kementerian Agama merupakan eksekutif.
Bila pengadilan agama sudah mengizinkan kedua anak tersebut menikah, KUA memang tidak boleh menolak untuk menikahkan mereka.
"Itu masalahnya. Kami di KPAI jelas pada posisi menolak perkawinan anak," tuturnya.
Apalagi, Retno menilai alasan perkawinan dua anak di Bantaeng itu tidak masuk akal, yaitu hanya karena si anak perempuan takut tidur sendiri, setelah ibunya meninggal tahun sebelumnya dan ayahnya sering bepergian ke luar kota.
"Ada solusi-solusi lain, tidak harus harus dinikahkan. Takut tidur sendiri bukan alasan yang logis untuk menikahkan anak karena perkawinan bukan hanya sekadar mendapatkan teman tidur," katanya.
Retno mengatakan bila alasannya si anak perempuan takut tidur sendiri, maka seharusnya keluarga dari ibu atau ayahnya bisa menemani selama ayahnya pergi ke luar kota. Keluarga si anak juga bisa mempekerjakan asisten rumah tangga untuk menemaninya.
"Atau keluarga mengadopsi anak perempuan yang usianya sama sehingga ada teman. Kalau tidak salah keluarganya juga dari ekonomi yang baik," jelasnya.