Jakarta (ANTARA News Sumsel) - " Saya sebelum presiden menyatakan darurat narkoba, sejak 10 tahun lalu sudah menyatakan Indonesia darurat narkoba. Sekarang dipertegas lagi oleh presiden," demikian Ketua Umum DPP Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) yang juga anggota Komisi III DPR RI, Henry Yosodiningrat.

Pernyataan itu sebagai bentuk kegeraman atas semakin "brutalnya" aksi penyelundupan narkoba ke Tanah Air bagaikan air bah, demikian pula peredarannya di Tanah Air.

Pernyataan demikian mengacu kepada hasil operasi yang dilakukan aparat dalam waktu satu bulan berhasil menjaring berton-ton narkoba jenis sabu yang dikirimkan melalui laut dan nilainya triliunan rupiah.

Seperti tim Gabungan BNN, Satgasus Polri dan Bea Cukai mengungkap peredaran gelap narkotika jenis sabu seberat 1,6 ton di Perairan Anambas, Kepulauan Riau pada 20 Februari 2018.

Kemudian pada 7 Februari 2018 KRI Sigurot di bawah kendali Gugus Keamanan Laut Armada Bagian Barat (Guskamlabar) TNI AL dalam rangka Operasi Pamtas Indosin 2018 mengamankan 41 karung plastik yang berisi 1.019 bungkus sabu seberat 1,3 ton setara dengan Rp2 triliun.

Melihat begitu masifnya penyelundupan dan peredaran narkoba itu, tercetus bagaimana jika Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) darurat narkoba melihat kondisi kedaruratan demikian.

"Presiden berhak untuk mengeluarkan perppu oleh karena itu sudah memenuhi persyaratan sistem ketatanegaraan apabila presiden segera mengeluarkan perppu," katanya.

Kondisi darurat saat ini kalau dikaitkan dengan sistem ketatanegaraan Indonesia, yakni tidak terdapat peraturan perundang-undangan yang cukup atau terjadi kekosongan hukum yang memerlukan penyelesaian penanggulangan secara cepat dengan perundang-undangan. "Maka presiden berhak mengeluarkan perppu," katanya.

Dirinya menjamin fraksi di DPR RI akan mendukung perppu tersebut.

"Saya seyakin-yakinnya tidak ada satu pun fraksi di DPR yang akan menolak untuk narkoba itu," katanya.

Bagaimana pendapat pakar tata negara terkait dengan perppu tersebut, Margarito Kamis, menyatakan dimungkinkan presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) darurat narkoba mengingat kondisi Indonesia saat ini.

"Tentunya bisa perppu darurat narkoba, dimungkinkan kalau melihat kondisi saat ini. Dilihat dari penyebaran yang masuk (ke Indonesia) ditangkap-tangkapi, jangkauan peredarannya. Maka menurut saya, beralasan sekali bagi presiden untuk mengkualifikasikan darurat narkoba," katanya.

Perppu itu bagusnya berisikan penindakan atau kewenangan penindakan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) dan kepolisian.

"Perpppu itu bagusnya berisikan penindakan kewenangan dari para apatur, yang paling pokok khususnya BNN dan polisi," katanya.

Bahkan, kalau Presiden Joko Widodo memikirkan perlu melibatkan aparatur lainnya dalam menangani perkara narkoba, maka diatur saja di dalamnya. Ia menilai kewenangan penindakan bagi BNN dan polisi saat ini yang diatur, dirasakan masih kurang.

"Karena itu diatur di dalam perppu," tandasnya.

Ia menegaskan kembali kondisi Indonesia saat ini layak masuk dalam kategori darurat narkoba jika melihat peredaran dan jangkauannya termasuk aktor-aktor yang memasukkannya.

"Memang beralasan sekali masuk dalam kualifikasi berbahaya sekali, mendesak sekali diatur secara luar biasa pula," katanya.

Demikian pula dikatakan, pengamat hukum pidana Universitas Bung Karno (UBK) Azmi Syahputra yang menyatakan sangat dimungkinan presiden mengeluarkan perppu darurat narkoba tersebut.

"Pemerintahan kita kan presidensial tentunya memiliki kewenangan luas ada di di presiden," tandasnya.

Sesuai peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945  bahwa "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang".

Selanjutnya penetapan perppu itu tertera dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan, ¿Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa".
    
     Indonesia pasar narkoba
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan upaya penyelundupan narkoba sebanyak 5,6 juta ton dalam waktu hanya dua pekan menunjukkan Indonesia sudah menjadi pasar narkoba internasional yang sangat besar.

"Kondisi ini sangat memprihatinkan dan dapat disebut darurat narkoba," kata Fadli Zon melalui siaran persnya.

Fadli Zon mengatakan hal itu menyikapi upaya penyelundupan narkoba jenis sabu sebanyak 5,6 ton hanya dalam waktu sekitar dua pekan, yakni, 1,6 ton pada Selasa (20/2), serta satu ton  pada Jumat (9/2).

Menurut Fadli Zon, meski upaya penyelundupan narkoba tersebut berhasil digagalkan oleh aparat keamanan, namun kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia telah menjadi pasar narkoba internasional yang sangat besar.

"Di sisi lain, dapat disebut Indonesia sedang darurat narkoba," katanya.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI Didik Mukrianto menilai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang baru Irjen Polisi Heru Winarko harus mampu merumuskan konsep pemberantasan narkoba yang terintegrasi dan berkesinambungan dengan melibatkan seluruh komponen bangsa.

"Hal itu agar mampu secara bertahap memutus mata rantai peredaran narkoba agar tidak menimbulkan korban yang lebih besar," kata Didik.

Dia mengatakan, melihat penanganan narkoba selama ini yang tidak bisa linier dengan pertumbuhan jaringan narkoba selama ini, Kepala BNN yang baru harus mampu memotret, memetakan dan mengambil langkah-langkah prioritas.

Menurut dia, menangani persoalan hulu peredaran narkoba semestinya menjadi skala prioritas disamping juga melakukan evaluasi dan penertiban para oknum aggota dan jajaran BNN, oknum aparat penegak hukum, aparat negara yang terindikasi terkontaminasi oleh jaringan dan efek narkoba.

"Dengan integritas Irjen Heru Winarko selama ini seharusnya mampu membangun managerial tim, rencana aksi dan langkah nyata untuk berperang melawan narkoba," ujarnya.

Dia menilai paradigma pemberantasan narkoba yang saat ini dengan menangkap banyak bandar dan pengedar narkoba, di satu sisi jangan dianggap sebagai sebuah keberhasilan semata karena dalam konteks pencegahan hal itu bisa dianggap sebuah kegagalan.

Hal itu menurut dia karena pemberantasan narkoba melalui pencegahan dan deteksi dini yang masif yang dilakukan secara taktis dan komprehensif diyakininya akan bisa memutus mata rantai jaringan narkoba di Indonesia sebelum timbul korban generasi bangsa.

Selain itu Didik memuji semangat dan komitmen mantan kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso (Buwas) yang sangat tinggi dalam upaya melakukan pemberantasan narkoba.

Namun dia menilai meskipun semangat Buwas yang luar biasa,  tantangan dan pertumbuhan peredaran narkoba semakin kompleks.     
(T.R021/A.F. Firman)

Pewarta : Riza Fahriza
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024