Jakarta (ANTARA Sumsel) - Setiap individu adalah humas bagi dirinya, bila lisan yang keluar darinya baik dan benar maka baiklah dia, bukan munafik atau jahat.
Begitu pula bagi masyarakat, terlebih lagi bangsa besar seperti Indonesia dengan berbagai keragaman suku dan budaya, amat bhineka tetapi menyatu dalam satu keluarga besar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bila yang keluar dari bangsa Indonesia baik maka baik pulalah bangsa ini. Setiap warga negara di Republik ini adalah humas bagi bangsanya.
Kalimat itu menjadi relevan untuk dikemukakan terkait dengan penyelenggaraan Konvensi Nasional Humas 2017 oleh Perhimpunan Hubungan Masyarakat (Perhumas) Indonesia yang berlangsung di Kota Bogor, Jawa Barat, pada 27-28 November 2017 bertema "Indonesia Bicara Baik".
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang membuka konvensi itu pada Senin, antara lain mengingatkan bahwa sudah saatnya Perhumas Indonesia berbicara pada prestasi-prestasi yang dimiliki Indonesia melalui Indonesia bicara baik.
Semua pihak harus terus-menerus menyebarkan pesan positif kepada publik agar optimisme dan kepercayaan terhadap Indonesia sebagai bangsa dan negara tetap tinggi.
Konvensi Nasional Humas 2017 memang bertujuan agar masyarakat memahami peran fungsi humas sebenarnya, dan menyadari bahwa setiap diri warga masing-masing adalah humas bagi negara ini.
Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umum Perhumas Indonesia Agung Laksamana bahwa organisasinya mengajak seluruh praktisi humas menyosialisasikan pesan positif kepada publik agar timbul kepercayaan atau "trust" serta reputasi baik atas organisasi dan negaranya. Dengan demikian, masyarakat tergerak menyebarkan hal-hal positif tentang Indonesia, dan menyadari bahwa dirinya adalah humas bagi Indonesia.
Upaya itu menjadi sangat vital di tengah upaya melawan berbagai penyebaran berita bohong (hoax) melalui berbagai media sosial, fitnah, konten-konten negatif, ujaran kebencian, atau berbagai informasi yang menyesatkan masyarakat serta menimbulkan rasa tidak mempercayai antara satu dengan yang lainnya. Bila hal demikian dibiarkan maka bangsa besar ini bakal terancam perpecahan.
Humas atau PR (public relations) mengemban tugas kompleks pada era disrupsi digital saat ini. Humas pemerintah, misalnya, merupakan ujung tombak dalam menyampaikan program dan kinerja pemerintah. Selain itu, humas sebagai corong atau sumber informasi, dituntut kemampuannya dalam menghadapi tantangan dan perubahan zaman yang sangat cepat terutama menghadapi perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi.
Humas pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dan pengelolaan informasi di setiap instansinya serta mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam menyukseskan berbagai program pemerintah yang hasilnya dapat dinikmati oleh publik.
Dalam lingkungan media massa telah terbangun aliansi dan kesadaran bersama untuk menghentikan penyebarluasan berita bohong, fitnah, atau yang memecah belah masyarakat.
Walaupun media sosial menggempur media massa,semua dihadapi dengan baik. Antara media sosial dengan media massa memang memiliki keunggulan masing-masing. Media sosial menonjol karena kecepatannya sedangkan media massa menonjol pada akurasi dan kedalaman materinya.
Media sosial dipakai hampir semua pengguna telepon pintar, entah masyarakat umum hingga pejabat negara. Digitalisasi media komunikasi telah membuat setiap individu menjadi produsen berita. Ini menjadi kegandrungan baru di kalangan masyarakat, sekarang semua main media sosial, bupati, wali kota, gubernur, menteri, hingga presiden.
Setiap saat di media sosial terjadi kebanjiran berita, ada yang obyektif, baik, tetapi banyak juga yang bohong, membuat gaduh, penuh caci maki, bahkan mengancam persatuan bangsa.
Media sosial tidak lagi hanya sebagai media untuk menyampaikan status, pertemanan, atau berbagi untuk silaturahim, dan menyampaikan kenangan tetapi berubah menjadi penyebarluasan berita-berita yang belum terverifikasi kebenarannya.
Di satu sisi kondisi itu akan mematangkan bangsa Indonesia sehingga tahan uji tetapi di lain sisi bila hal itu dibiarkan maka masyarakat akan mengganggap sebagai kelaziman.
Awak media massa telah berkomitmen melawan "hoax".
Sementara humas harus berhasil dalam menggali berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi seperti pemahaman dalam setiap isu yang berkembang, berperan dalam menggiring isu di masyarakat agar tidak melulu didominasi oleh agenda setting dari media massa, serta kesediaan untuk menjelaskan berbagai perkembangan setiap saat melalui saluran sumber informasi yang tercepat.
Dalam beberapa persoalan yang mengemuka permasalahan manajemen isu masih menjadi kesulitan bagi humas, termasuk bagi humas pemerintahan. Lebih banyak pada upaya "memadamkan api" dari berbagai persoalan yang muncul ketimbang mencegah supaya "api tidak menyala".
Pemerintah telah memiliki berbagai instrumen untuk melakukan monitoring atau pengawasan atas isu, dan pada banyak hal dapat dilakukan dengan baik namun penanganan terhadap hasil monitoring itu masih kurang.
Bentuk organisasi pada unit atau satuan kerja di humas pemerintahan juga masih beragam sehingga berpengaruh pada pengembangan sumber daya manusia. Bagian humas pada sejumlah instansi misalnya masih digabungkan dengan bagian hukum atau bagian kerja sama antarlembaga atau bahkan kerja sama internasional sehingga agak melenceng dari fungsi dan tujuan humas.
Agenda setting kehumasan tampaknya merupakan keniscayaaan agar publik dapat memahami apa yang sedang berkembang dan ditangani melalui kehumasan yang baik.
Humas memang dituntut untuk melakukan berbagai inovasi saat menyampaikan informasi ke masyarakat.
Perkembangan teknologi saat ini semakin pesat, penggunaan media sosial untuk menyebarkan berita "hoax" juga semakin beragam. Semua berita "hoax" dapat diantisipasi bila humas lebih proaktif bahkan lebih cepat dalam memberikan informasi sampai pada masyarakat.
Humas mau tak mau memang harus cepat tanggap. Salah satu kuncinya adalah humas harus mengubah pola pendekatan kepada masyarakat, yakni dari cara kuno ke modern yang lebih partisifatif.
Di samping itu, humas harus bersinergi dengan masyarakat menjadi bagian dari proses sehingga ada jalinan emosional, dan masyarakat pun akan merasa memiliki tanggung jawab dan bersedia berbagi dengan tingkat kepedulian yang lebih banyak lagi demi kepentingan bersama.
Dengan keterbukaan yang semakin luas dan seolah tak ada yang bisa ditutup-tutupi lagi membawa pengaruh besar bagi bangsa ini untuk bergerak ke depan dengan baik pula.
Bagaimana mewujudkan agar setiap warga negara menjadi humas yang baik bagi Indonesia memang merupakan tantangan besar namun dengan karakter dan jati diri bangsa ini yang santun dan ramah serta kuat dalam kebersamaan dan gotong royong merupakan modal dasar yang kuat.
Ujaran dan ajakan kepada masyarakat untuk menyebarkan hal-hal positif harus terus-menerus disampaikan secara berkesinambungan agar setiap warga berbicara yang baik dan benar serta menumbuhkan optimisme bagi kemajuan Indonesia.
Begitu pula bagi masyarakat, terlebih lagi bangsa besar seperti Indonesia dengan berbagai keragaman suku dan budaya, amat bhineka tetapi menyatu dalam satu keluarga besar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bila yang keluar dari bangsa Indonesia baik maka baik pulalah bangsa ini. Setiap warga negara di Republik ini adalah humas bagi bangsanya.
Kalimat itu menjadi relevan untuk dikemukakan terkait dengan penyelenggaraan Konvensi Nasional Humas 2017 oleh Perhimpunan Hubungan Masyarakat (Perhumas) Indonesia yang berlangsung di Kota Bogor, Jawa Barat, pada 27-28 November 2017 bertema "Indonesia Bicara Baik".
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang membuka konvensi itu pada Senin, antara lain mengingatkan bahwa sudah saatnya Perhumas Indonesia berbicara pada prestasi-prestasi yang dimiliki Indonesia melalui Indonesia bicara baik.
Semua pihak harus terus-menerus menyebarkan pesan positif kepada publik agar optimisme dan kepercayaan terhadap Indonesia sebagai bangsa dan negara tetap tinggi.
Konvensi Nasional Humas 2017 memang bertujuan agar masyarakat memahami peran fungsi humas sebenarnya, dan menyadari bahwa setiap diri warga masing-masing adalah humas bagi negara ini.
Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umum Perhumas Indonesia Agung Laksamana bahwa organisasinya mengajak seluruh praktisi humas menyosialisasikan pesan positif kepada publik agar timbul kepercayaan atau "trust" serta reputasi baik atas organisasi dan negaranya. Dengan demikian, masyarakat tergerak menyebarkan hal-hal positif tentang Indonesia, dan menyadari bahwa dirinya adalah humas bagi Indonesia.
Upaya itu menjadi sangat vital di tengah upaya melawan berbagai penyebaran berita bohong (hoax) melalui berbagai media sosial, fitnah, konten-konten negatif, ujaran kebencian, atau berbagai informasi yang menyesatkan masyarakat serta menimbulkan rasa tidak mempercayai antara satu dengan yang lainnya. Bila hal demikian dibiarkan maka bangsa besar ini bakal terancam perpecahan.
Humas atau PR (public relations) mengemban tugas kompleks pada era disrupsi digital saat ini. Humas pemerintah, misalnya, merupakan ujung tombak dalam menyampaikan program dan kinerja pemerintah. Selain itu, humas sebagai corong atau sumber informasi, dituntut kemampuannya dalam menghadapi tantangan dan perubahan zaman yang sangat cepat terutama menghadapi perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi.
Humas pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dan pengelolaan informasi di setiap instansinya serta mampu mendorong partisipasi masyarakat dalam menyukseskan berbagai program pemerintah yang hasilnya dapat dinikmati oleh publik.
Bersinergi
Untuk menggelorakan Indonesia Bicara Baik, humas tampaknya harus bersinergi kuat dengan seluruh media massa dan merangkul masyarakat.Dalam lingkungan media massa telah terbangun aliansi dan kesadaran bersama untuk menghentikan penyebarluasan berita bohong, fitnah, atau yang memecah belah masyarakat.
Walaupun media sosial menggempur media massa,semua dihadapi dengan baik. Antara media sosial dengan media massa memang memiliki keunggulan masing-masing. Media sosial menonjol karena kecepatannya sedangkan media massa menonjol pada akurasi dan kedalaman materinya.
Media sosial dipakai hampir semua pengguna telepon pintar, entah masyarakat umum hingga pejabat negara. Digitalisasi media komunikasi telah membuat setiap individu menjadi produsen berita. Ini menjadi kegandrungan baru di kalangan masyarakat, sekarang semua main media sosial, bupati, wali kota, gubernur, menteri, hingga presiden.
Setiap saat di media sosial terjadi kebanjiran berita, ada yang obyektif, baik, tetapi banyak juga yang bohong, membuat gaduh, penuh caci maki, bahkan mengancam persatuan bangsa.
Media sosial tidak lagi hanya sebagai media untuk menyampaikan status, pertemanan, atau berbagi untuk silaturahim, dan menyampaikan kenangan tetapi berubah menjadi penyebarluasan berita-berita yang belum terverifikasi kebenarannya.
Di satu sisi kondisi itu akan mematangkan bangsa Indonesia sehingga tahan uji tetapi di lain sisi bila hal itu dibiarkan maka masyarakat akan mengganggap sebagai kelaziman.
Awak media massa telah berkomitmen melawan "hoax".
Sementara humas harus berhasil dalam menggali berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi seperti pemahaman dalam setiap isu yang berkembang, berperan dalam menggiring isu di masyarakat agar tidak melulu didominasi oleh agenda setting dari media massa, serta kesediaan untuk menjelaskan berbagai perkembangan setiap saat melalui saluran sumber informasi yang tercepat.
Dalam beberapa persoalan yang mengemuka permasalahan manajemen isu masih menjadi kesulitan bagi humas, termasuk bagi humas pemerintahan. Lebih banyak pada upaya "memadamkan api" dari berbagai persoalan yang muncul ketimbang mencegah supaya "api tidak menyala".
Pemerintah telah memiliki berbagai instrumen untuk melakukan monitoring atau pengawasan atas isu, dan pada banyak hal dapat dilakukan dengan baik namun penanganan terhadap hasil monitoring itu masih kurang.
Bentuk organisasi pada unit atau satuan kerja di humas pemerintahan juga masih beragam sehingga berpengaruh pada pengembangan sumber daya manusia. Bagian humas pada sejumlah instansi misalnya masih digabungkan dengan bagian hukum atau bagian kerja sama antarlembaga atau bahkan kerja sama internasional sehingga agak melenceng dari fungsi dan tujuan humas.
Agenda setting kehumasan tampaknya merupakan keniscayaaan agar publik dapat memahami apa yang sedang berkembang dan ditangani melalui kehumasan yang baik.
Humas memang dituntut untuk melakukan berbagai inovasi saat menyampaikan informasi ke masyarakat.
Perkembangan teknologi saat ini semakin pesat, penggunaan media sosial untuk menyebarkan berita "hoax" juga semakin beragam. Semua berita "hoax" dapat diantisipasi bila humas lebih proaktif bahkan lebih cepat dalam memberikan informasi sampai pada masyarakat.
Humas mau tak mau memang harus cepat tanggap. Salah satu kuncinya adalah humas harus mengubah pola pendekatan kepada masyarakat, yakni dari cara kuno ke modern yang lebih partisifatif.
Di samping itu, humas harus bersinergi dengan masyarakat menjadi bagian dari proses sehingga ada jalinan emosional, dan masyarakat pun akan merasa memiliki tanggung jawab dan bersedia berbagi dengan tingkat kepedulian yang lebih banyak lagi demi kepentingan bersama.
Dengan keterbukaan yang semakin luas dan seolah tak ada yang bisa ditutup-tutupi lagi membawa pengaruh besar bagi bangsa ini untuk bergerak ke depan dengan baik pula.
Bagaimana mewujudkan agar setiap warga negara menjadi humas yang baik bagi Indonesia memang merupakan tantangan besar namun dengan karakter dan jati diri bangsa ini yang santun dan ramah serta kuat dalam kebersamaan dan gotong royong merupakan modal dasar yang kuat.
Ujaran dan ajakan kepada masyarakat untuk menyebarkan hal-hal positif harus terus-menerus disampaikan secara berkesinambungan agar setiap warga berbicara yang baik dan benar serta menumbuhkan optimisme bagi kemajuan Indonesia.