Jakarta (Antarasumsel.com) - Presdir PT MNC Hary Tanoesoedibjo memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Jumat, sebagai tersangka dalam kasus ancaman melalui SMS terhadap penyidik Kejaksaan Agung.
Hary akhirnya memenuhi panggilan kedua kepolisian setelah tidak hadir dalam panggilan pertama pada Selasa (4/7) usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Dengan menumpangi Toyota Alphard hitam nopol B 153 LT, Hary tiba di Gedung Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Pusat, sekitar pukul 09.00 WIB.
Hary bersama rombongan langsung masuk ke Gedung Dittipidsiber Bareskrim.
Sementara kuasa hukum Hary, Hotman Paris mengatakan kliennya akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus sms terhadap Jaksa Yulianto.
Menurut Hotman, isi SMS tersebut tidak berisi ancaman, melainkan sikap idealis Hary."Tapi apa boleh buat, kalau ada panggilan ya harus datang," kata Hotman.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Hary telah diperiksa Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian Indonesia sebagai saksi terlapor atas kasus ancaman melalui SMS kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto.
Isi SMS-nya: Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng.
Lalu: Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan.
Pesan singkat itu disampaikan pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16.30 WIB, kemudian dilanjutkan dengan SMS pada 7 Januari dan 9 Januari 2016 melalui aplikasi obrolan WhatsApp, dari nomor yang sama.
Isi pesannya sama dan ditambahkan, "Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju".
Kemudian Yulianto mengecek kebenaran nomor tersebut dan yakin pengirimnya adalah Hary Tanoesoedibjo.
Saat itu Yulianto sedang menyidik kasus korupsi pembayaran restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom (PT Smartfren) pada 2007-2009.
Tim jaksa penyidik yang dipimpinnya telah menetapkan Hary Djaja dan Anthony Chandra Kartawiria sebagai tersangka serta melakukan pemeriksaan terhadap Hary Tanoe sebagai saksi untuk kasus tersebut.
Karena mendapatkan SMS bernada ancaman, Yulianto kemudian melaporkan Hary Tanoe ke Bareskrim Kepolisian Indonesia atas dugaan melanggar pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Laporan Polisi Yulianto terdaftar dengan Nomor LP/100/I/2016/Bareskrim.
Hary akhirnya memenuhi panggilan kedua kepolisian setelah tidak hadir dalam panggilan pertama pada Selasa (4/7) usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Dengan menumpangi Toyota Alphard hitam nopol B 153 LT, Hary tiba di Gedung Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta, Pusat, sekitar pukul 09.00 WIB.
Hary bersama rombongan langsung masuk ke Gedung Dittipidsiber Bareskrim.
Sementara kuasa hukum Hary, Hotman Paris mengatakan kliennya akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus sms terhadap Jaksa Yulianto.
Menurut Hotman, isi SMS tersebut tidak berisi ancaman, melainkan sikap idealis Hary."Tapi apa boleh buat, kalau ada panggilan ya harus datang," kata Hotman.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Hary telah diperiksa Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian Indonesia sebagai saksi terlapor atas kasus ancaman melalui SMS kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto.
Isi SMS-nya: Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng.
Lalu: Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan.
Pesan singkat itu disampaikan pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16.30 WIB, kemudian dilanjutkan dengan SMS pada 7 Januari dan 9 Januari 2016 melalui aplikasi obrolan WhatsApp, dari nomor yang sama.
Isi pesannya sama dan ditambahkan, "Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju".
Kemudian Yulianto mengecek kebenaran nomor tersebut dan yakin pengirimnya adalah Hary Tanoesoedibjo.
Saat itu Yulianto sedang menyidik kasus korupsi pembayaran restitusi pajak PT Mobile-8 Telecom (PT Smartfren) pada 2007-2009.
Tim jaksa penyidik yang dipimpinnya telah menetapkan Hary Djaja dan Anthony Chandra Kartawiria sebagai tersangka serta melakukan pemeriksaan terhadap Hary Tanoe sebagai saksi untuk kasus tersebut.
Karena mendapatkan SMS bernada ancaman, Yulianto kemudian melaporkan Hary Tanoe ke Bareskrim Kepolisian Indonesia atas dugaan melanggar pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Laporan Polisi Yulianto terdaftar dengan Nomor LP/100/I/2016/Bareskrim.