Jakarta (Antarasumsel.com) - Kejaksaan Agung mendapatkan peningkatan Indeks Reformasi Birokrasi dari 60,53 pada 2015 menjadi 64,75 tahun 2016 versi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia.
"Kejaksaan dalam hasil evaluasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi memperoleh nilai B," kata Kepala Biro Perencanaan pada Jaksa Agung Muda Pembinaan (JAM Bin), Amir Yanto, kepada Antara di Jakarta, Senin (19/6) malam.
Kejagung juga mendapatkan predikat B dalam hasil evaluasi atas akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada 2016.
Khususnya Indeks Reformasi Birokrasi itu terdiri beberapa komponen, antara lain kapasitas dan akuntabilis kinerja organisasi yang pada 2016 mendapat poin 11,77 dengan bobot idealnya sesuai aturan mencapai 14,00. Pemerintah yang bersih dan bebas KKN mendapatkan 7,95 melebihi batas ketentuan dengan bobot poin 7,00 padahal pada 2015 hanya 7,49, kemudian kualitas pelayanan KKN mencapai 7,65 dengan batas aturan 7.00.
Penataan sistem manajemen SDM mencapai poin 12.30 dari batas ketentuan 15,00, dan peningkatan kualitas pelayanan publik 3,49 dari batas 6,00.
Dijelaskan sesuai aturan kemenpan, tujuan evaluasi itu untuk menilai kemajuan pelaksanaan program reformasi birokrasi dalam rangka mencapai sasaran yaitu mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel.
Birokrasi yang efektif dan efisien, serta birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik yang semakin membaik. "Selain itu, evaluasi ini juga bertujuan untuk memberikan saran perbaikan dalam rangka meningkatkan kualitas reformasi birokrasi di lingkungan Kejagung RI," katanya.
Sedangkan tujuan evaluasi atas akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, untuk menilai tingkat akuntabilitas kinerja atau pertanggungjawaban atas hasil terhadap penggunaan anggaran dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang berorientasi kepada hasil. "Serta memberikan saran perbaikan yang diperlukan," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Republik Indonesia meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan pada 2016 setelah sempat turun pada 2015 Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Kinerja kejaksaan sangat bagus, tugas banyak dengan anggaran minim tapi bisa memperbaiki sistemnya, kata Anggota I BPK Firman Sampurna dalam acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Kejaksaan RI 2016.
Dikatakan, Kejaksaan sempat mendapatkan WTP berturut-turut dari 2012, 2013, 2014 namun pada 2015 turun menjadi WDP hingga bisa kembali meraih WTP.
Ia menyebutkan WTP itu merupakan prestasi yang patut dibanggakan bukan sekadar hadiah. "Prestasi dengan kerja keras dalam mengelola keuangan negara atau mempertanggungjawabkannya," katanya.
Kendati demikian, pihaknya masih menemukan kekurangan dalam pengelolaan keuangan negara di kejaksaan itu, dari sistem pengendalian internal dan temuan kepatuhan.
Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo berharap hasil audit BPK ini memperjelas temuan dan kekurangan pengelolaan keuangan negara yang harus dicermati.
"Temuan BPK harusnya diimbangi bersama antara auditor dengan kendala kejaksaan dalam memandang masalah," katanya.
"Kejaksaan dalam hasil evaluasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi memperoleh nilai B," kata Kepala Biro Perencanaan pada Jaksa Agung Muda Pembinaan (JAM Bin), Amir Yanto, kepada Antara di Jakarta, Senin (19/6) malam.
Kejagung juga mendapatkan predikat B dalam hasil evaluasi atas akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada 2016.
Khususnya Indeks Reformasi Birokrasi itu terdiri beberapa komponen, antara lain kapasitas dan akuntabilis kinerja organisasi yang pada 2016 mendapat poin 11,77 dengan bobot idealnya sesuai aturan mencapai 14,00. Pemerintah yang bersih dan bebas KKN mendapatkan 7,95 melebihi batas ketentuan dengan bobot poin 7,00 padahal pada 2015 hanya 7,49, kemudian kualitas pelayanan KKN mencapai 7,65 dengan batas aturan 7.00.
Penataan sistem manajemen SDM mencapai poin 12.30 dari batas ketentuan 15,00, dan peningkatan kualitas pelayanan publik 3,49 dari batas 6,00.
Dijelaskan sesuai aturan kemenpan, tujuan evaluasi itu untuk menilai kemajuan pelaksanaan program reformasi birokrasi dalam rangka mencapai sasaran yaitu mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel.
Birokrasi yang efektif dan efisien, serta birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik yang semakin membaik. "Selain itu, evaluasi ini juga bertujuan untuk memberikan saran perbaikan dalam rangka meningkatkan kualitas reformasi birokrasi di lingkungan Kejagung RI," katanya.
Sedangkan tujuan evaluasi atas akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, untuk menilai tingkat akuntabilitas kinerja atau pertanggungjawaban atas hasil terhadap penggunaan anggaran dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang berorientasi kepada hasil. "Serta memberikan saran perbaikan yang diperlukan," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Republik Indonesia meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan pada 2016 setelah sempat turun pada 2015 Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Kinerja kejaksaan sangat bagus, tugas banyak dengan anggaran minim tapi bisa memperbaiki sistemnya, kata Anggota I BPK Firman Sampurna dalam acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Kejaksaan RI 2016.
Dikatakan, Kejaksaan sempat mendapatkan WTP berturut-turut dari 2012, 2013, 2014 namun pada 2015 turun menjadi WDP hingga bisa kembali meraih WTP.
Ia menyebutkan WTP itu merupakan prestasi yang patut dibanggakan bukan sekadar hadiah. "Prestasi dengan kerja keras dalam mengelola keuangan negara atau mempertanggungjawabkannya," katanya.
Kendati demikian, pihaknya masih menemukan kekurangan dalam pengelolaan keuangan negara di kejaksaan itu, dari sistem pengendalian internal dan temuan kepatuhan.
Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo berharap hasil audit BPK ini memperjelas temuan dan kekurangan pengelolaan keuangan negara yang harus dicermati.
"Temuan BPK harusnya diimbangi bersama antara auditor dengan kendala kejaksaan dalam memandang masalah," katanya.