Jakarta (Antarasumsel) - PT Pertamina (Persero) mengaku belum mendapat kepastian atas minatnya untuk mengelola Blok Masela di Laut Arafura, Maluku.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Kamis, mengaku Inpex Corporation selaku kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) blok tersebut, masih menghitung valuasi investasi di wilayah kerja migas itu.
"Mereka belum beri jawaban. Mereka perlu memberikan penjelasan bagaimana ketetapan pemerintah terkait investasi mereka," katanya.
Jika sudah jelas nilai total investasinya, Dwi mengatakan kontraktor migas asal Jepang itu akan meghitung valuasi aset yang bisa ditawarkan ke pemerintah untuk dimiliki Pertamina sebagai perusahaan minyak nasional.
"Sejauh ini mereka belum ada jawaban. Inpex masih melihat nilai investasinya," ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan kemungkinan Pertamina akan menjadi salah satu "off taker" atau pembeli gas untuk dipasok ke industri petrokimia di Blok Masela.
Pemerintah sebelumnya menawarkan kapasitas produksi Blok Masela hanya 7,5 juta ton per tahun (mtpa) untuk gas cair (LNG) ditambah 474 juta kaki kubik per hari (mmscfd) untuk gas pipa.
Padahal, Inpex mengajukan angka 9,5 mtpa untuk LNG dan 150 mmscfd untuk alokasi gas pipa bagi industri hilir di Masela.
"Mungkin dia jadi salah satu 'off taker' pada 474 mmscfd atau masuk petrokimia," ucapnya.
Sebelumnya, Pertamina sudah sejak lama ingin memiliki saham di Blok Masela dan sudah melayangkan surat untuk itu pada 2011. Kemudian, pada 2016, perusahaan itu menerima penawaran pembelian saham (farm in) Inpex.
Pertamina berencana membeli minimal 20 persen saham milik Inpex di blok tersebut, sehingga perusahaan tidak hanya sekadar meminta hak partisipasi. Kondisi keuangan Pertamina pun diklaim siap dalam melakukan aksi korporasi ini.
Pemerintah sendiri mendorong pengelolaan blok dengan kapasitas gas terbesar di Indonesia itu oleh Pertamina.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Kamis, mengaku Inpex Corporation selaku kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) blok tersebut, masih menghitung valuasi investasi di wilayah kerja migas itu.
"Mereka belum beri jawaban. Mereka perlu memberikan penjelasan bagaimana ketetapan pemerintah terkait investasi mereka," katanya.
Jika sudah jelas nilai total investasinya, Dwi mengatakan kontraktor migas asal Jepang itu akan meghitung valuasi aset yang bisa ditawarkan ke pemerintah untuk dimiliki Pertamina sebagai perusahaan minyak nasional.
"Sejauh ini mereka belum ada jawaban. Inpex masih melihat nilai investasinya," ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan kemungkinan Pertamina akan menjadi salah satu "off taker" atau pembeli gas untuk dipasok ke industri petrokimia di Blok Masela.
Pemerintah sebelumnya menawarkan kapasitas produksi Blok Masela hanya 7,5 juta ton per tahun (mtpa) untuk gas cair (LNG) ditambah 474 juta kaki kubik per hari (mmscfd) untuk gas pipa.
Padahal, Inpex mengajukan angka 9,5 mtpa untuk LNG dan 150 mmscfd untuk alokasi gas pipa bagi industri hilir di Masela.
"Mungkin dia jadi salah satu 'off taker' pada 474 mmscfd atau masuk petrokimia," ucapnya.
Sebelumnya, Pertamina sudah sejak lama ingin memiliki saham di Blok Masela dan sudah melayangkan surat untuk itu pada 2011. Kemudian, pada 2016, perusahaan itu menerima penawaran pembelian saham (farm in) Inpex.
Pertamina berencana membeli minimal 20 persen saham milik Inpex di blok tersebut, sehingga perusahaan tidak hanya sekadar meminta hak partisipasi. Kondisi keuangan Pertamina pun diklaim siap dalam melakukan aksi korporasi ini.
Pemerintah sendiri mendorong pengelolaan blok dengan kapasitas gas terbesar di Indonesia itu oleh Pertamina.