Jakarta (ANTARA Sumsel) - Banyak kalangan memperkirakan perjalanan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla akan mengalami hambatan ketika membahas kebijakan bersama DPR RI ketika pascapemilu 2014 aliran politik di parlemen terbelah.
Saat pilres 2014, kubu partai politik di parlemen memang terbelah menjadi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP).
Bahkan saat siang-sidang awal DPR RI periode 2014-2019 perdebatan sengit serta silang pendapat terjadi, termasuk saat mementukan susunan pimpinan DPR RI bahkan disertai protes keras dan 'walkout'.
Dalam konstitusi peran DPR RI dengan fungsi legislasinya memang sama pentingnya dengan peran eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan sehari-hari.
DPR RI memiliki sejumlah kewenangan seperti mengajukan rancangan undang-undang, mengajukan dan merencanakan anggaran serta yang tak kalah pentingnya adalah fungsi pengawasan terhadap mitra kerja mereka di pemerintahan.
Namun perlahan konstelasi politik di DPR mulai berubah dan perdebatan sengit kubu KIH dan KMP kemudian mereda.
Sejumlah partai politik kemudian memberikan dukungan kepada pemerintahan dan membuat konstelasi politik di parlemen menjadi lebih cair.
Kondisi ini memberikan ruang kepada parlemen dan pemerintah untuk bisa membahas program bersama dengan pandangan politik yang relatif hampir sejalan sehingga pembahasan di DPR RI atas program pemerintah cenderung tidak ada penolakan tajam.
Bagi kinerja legislasi DPR, ini memberikan pengaruh meningkatnya jumlah rancangan undang-undang yang disepakati menjadi undang-undang.
Data dari DPR RI, pada 2015 hanya ada dua undang-undang yang disahkan yaitu Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, padahal target program legislasi nasional 2015 tercatat 37 rancangan undang-undang.
Sementara itu pada 2016, memasuki triwulan ketiga, sudah 13 rancangan undang-undang yang disahkan menjadi undang-undang.
Dukungan bagi pemerintah
Dalam berbagai kesempatan, pimpinan DPR RI juga memberikan dukungan kepada jalannya program dan rencana pemerintah.
Ketua DPR RI Ade Komaruddin dalam berbagai kesempatan menyampaikan apresiasi pada program yang dijalankan pemerintah seraya mengharapkan perbaikan dan penataan terus dilakukan pemerintah untuk pencapaian program yang lebih baik.
Salah satunya ketika Presiden memutuskan mengangkat Ignasius Jonan dan Archandra Tahar menjadi Menteri dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM beberapa waktu lalu, Ade menyampaikan bahwa kebijakan itu layak diapresiasi.
Ketua DPR RI Ade Komarudin mengatakan penunjukan Jonan dan Arcandra merupakan kejutan yang menyejukkan.
Ia menilai dan mengetahui kapasitas dan kapabilitas Jonan termasuk kinerjanya sebegai Menteri Perhubungan beberapa waktu lalu.
Menurut dia, Jonan mendapatkan mitra yang tepat yakni Arcandra.
"Saya kira tidak ada masalah. Saya selalu bilang, kita belajarlah dari IPTN dulu. Banyak orang pintar disekolahin di luar, waktu pulang ke sini IPTN redup karena masalah politik. Sekolah dibiayai negara, yang sekolahin kita, jadi warga negara asing. Belajar dari situ, jangan terulang lagi. Arcandra Tahar itu aset bangsa, punya kapasitas di bidang ini yang mumpuni. Urusan yang lain-lain bisa kita urus sama-samalah," katanya.
IPTN adalah Industri Pesawat Terbang Nusantara kini berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang pembuatan pesawat terbang.
Meski begitu, Ade menegaskan kewarganegaraan juga penting di samping kompetensi.
Peran Pengawasan
Keberhasilan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengelola stabilitas politik termasuk saat bermitra dengan parlemen membuat kebijakan pemerintah dapat berjalan dengan lebih baik.
Namun di sisi pengawasan, banyak pihak yang menilai peran pengawasan DPR RI juga perlu terus ditingkatkan dalam proporsi yang tepat.
Sebuah sistem politik yang baik akan menempatkan peran legislatif dan eksekutif secara imbang dalam sebuah pemahaman "check and balance".
Anggota DPR RI perannya sangat diperlukan untuk mengawasi bagaimana program pemerintah dapat berjalan sesuai dengan target yang ditetapkan termasuk penggunaan anggarannya.
Lembaga Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai dua tahun pemerintahan Joko Widodo berada di atas angin karena mampu merengkuh kekuatan di parlemen.
"Selama dua tahun, pemerintahan Jokowi selalu di atas angin. Di tahun pertama, DPR sibuk dengan berebut pimpinan alat kelengkapan dewan, sedangkan di tahun kedua fraksi pendukung pemerintah malah bertambah," jelas peneliti Formappi M Jadiono dalam sebuah kesempatan.
Jadiono mengatakan DPR semestinya memiliki fungsi mengkritisi pemerintah dari segala aspek. Namun menurut Formappi, fungsi tersebut tidak maksimal dalam dua tahun terakhir.
"Misalnya terkait BPK tidak memberikan pendapat atau 'disclaimer' terhadap laporan keuangan empat kementerian/lembaga. Harusnya DPR bisa mengkritisi mengapa itu terjadi," ujar dia.
Peneliti Formappi lainnya Lucius Karus menekankan di satu sisi pemerintah perlu diacungi jempol lantaran mampu mengefektifkan jalannya pemerintahan dengan merengkuh kekuatan DPR, namun di sisi lain fakta ini menjadi berbahaya lantaran kontrol parlemen terhadap pemerintah lemah.
Peran DPR RI dalam perencanaan dan pengawasan juga tentunya perlu ditingkatkan mengingat permasalahan di tanah air saat ini juga sangat kompleks.
Untuk mengimbangi performa kerja pemerintah, maka DPR RI juga harus terus meningkatkan upaya dan ragam cara dalam mengawasi program pemerintah.
Masyarakat tentunya mengharapkan sebagai sebuah lembaga tinggi negara dan mewakili rakyat dalam penyelenggaraan negara dapat mengakomodasi keinginan dan kebutuhan konstituennya.
Dalam tiga tahun sisa masa kerja hingga 2019 mendatang, pimpinan dan anggota DPR RI tentunya perlu meminimalisir pemborosan energi politik yang tak perlu.
Perjalanan pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla masih panjang. Tak ada jalan yang lunak untuk mencapai sebuah keberhasilan. Namun, dengan memelihara kepercayaan rakyat dengan tidak menyakiti hati konstituennya, maka jalan penuh onak dan duri akan bisa dilalui.
Saat pilres 2014, kubu partai politik di parlemen memang terbelah menjadi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP).
Bahkan saat siang-sidang awal DPR RI periode 2014-2019 perdebatan sengit serta silang pendapat terjadi, termasuk saat mementukan susunan pimpinan DPR RI bahkan disertai protes keras dan 'walkout'.
Dalam konstitusi peran DPR RI dengan fungsi legislasinya memang sama pentingnya dengan peran eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan sehari-hari.
DPR RI memiliki sejumlah kewenangan seperti mengajukan rancangan undang-undang, mengajukan dan merencanakan anggaran serta yang tak kalah pentingnya adalah fungsi pengawasan terhadap mitra kerja mereka di pemerintahan.
Namun perlahan konstelasi politik di DPR mulai berubah dan perdebatan sengit kubu KIH dan KMP kemudian mereda.
Sejumlah partai politik kemudian memberikan dukungan kepada pemerintahan dan membuat konstelasi politik di parlemen menjadi lebih cair.
Kondisi ini memberikan ruang kepada parlemen dan pemerintah untuk bisa membahas program bersama dengan pandangan politik yang relatif hampir sejalan sehingga pembahasan di DPR RI atas program pemerintah cenderung tidak ada penolakan tajam.
Bagi kinerja legislasi DPR, ini memberikan pengaruh meningkatnya jumlah rancangan undang-undang yang disepakati menjadi undang-undang.
Data dari DPR RI, pada 2015 hanya ada dua undang-undang yang disahkan yaitu Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, padahal target program legislasi nasional 2015 tercatat 37 rancangan undang-undang.
Sementara itu pada 2016, memasuki triwulan ketiga, sudah 13 rancangan undang-undang yang disahkan menjadi undang-undang.
Dukungan bagi pemerintah
Dalam berbagai kesempatan, pimpinan DPR RI juga memberikan dukungan kepada jalannya program dan rencana pemerintah.
Ketua DPR RI Ade Komaruddin dalam berbagai kesempatan menyampaikan apresiasi pada program yang dijalankan pemerintah seraya mengharapkan perbaikan dan penataan terus dilakukan pemerintah untuk pencapaian program yang lebih baik.
Salah satunya ketika Presiden memutuskan mengangkat Ignasius Jonan dan Archandra Tahar menjadi Menteri dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM beberapa waktu lalu, Ade menyampaikan bahwa kebijakan itu layak diapresiasi.
Ketua DPR RI Ade Komarudin mengatakan penunjukan Jonan dan Arcandra merupakan kejutan yang menyejukkan.
Ia menilai dan mengetahui kapasitas dan kapabilitas Jonan termasuk kinerjanya sebegai Menteri Perhubungan beberapa waktu lalu.
Menurut dia, Jonan mendapatkan mitra yang tepat yakni Arcandra.
"Saya kira tidak ada masalah. Saya selalu bilang, kita belajarlah dari IPTN dulu. Banyak orang pintar disekolahin di luar, waktu pulang ke sini IPTN redup karena masalah politik. Sekolah dibiayai negara, yang sekolahin kita, jadi warga negara asing. Belajar dari situ, jangan terulang lagi. Arcandra Tahar itu aset bangsa, punya kapasitas di bidang ini yang mumpuni. Urusan yang lain-lain bisa kita urus sama-samalah," katanya.
IPTN adalah Industri Pesawat Terbang Nusantara kini berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang pembuatan pesawat terbang.
Meski begitu, Ade menegaskan kewarganegaraan juga penting di samping kompetensi.
Peran Pengawasan
Keberhasilan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengelola stabilitas politik termasuk saat bermitra dengan parlemen membuat kebijakan pemerintah dapat berjalan dengan lebih baik.
Namun di sisi pengawasan, banyak pihak yang menilai peran pengawasan DPR RI juga perlu terus ditingkatkan dalam proporsi yang tepat.
Sebuah sistem politik yang baik akan menempatkan peran legislatif dan eksekutif secara imbang dalam sebuah pemahaman "check and balance".
Anggota DPR RI perannya sangat diperlukan untuk mengawasi bagaimana program pemerintah dapat berjalan sesuai dengan target yang ditetapkan termasuk penggunaan anggarannya.
Lembaga Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai dua tahun pemerintahan Joko Widodo berada di atas angin karena mampu merengkuh kekuatan di parlemen.
"Selama dua tahun, pemerintahan Jokowi selalu di atas angin. Di tahun pertama, DPR sibuk dengan berebut pimpinan alat kelengkapan dewan, sedangkan di tahun kedua fraksi pendukung pemerintah malah bertambah," jelas peneliti Formappi M Jadiono dalam sebuah kesempatan.
Jadiono mengatakan DPR semestinya memiliki fungsi mengkritisi pemerintah dari segala aspek. Namun menurut Formappi, fungsi tersebut tidak maksimal dalam dua tahun terakhir.
"Misalnya terkait BPK tidak memberikan pendapat atau 'disclaimer' terhadap laporan keuangan empat kementerian/lembaga. Harusnya DPR bisa mengkritisi mengapa itu terjadi," ujar dia.
Peneliti Formappi lainnya Lucius Karus menekankan di satu sisi pemerintah perlu diacungi jempol lantaran mampu mengefektifkan jalannya pemerintahan dengan merengkuh kekuatan DPR, namun di sisi lain fakta ini menjadi berbahaya lantaran kontrol parlemen terhadap pemerintah lemah.
Peran DPR RI dalam perencanaan dan pengawasan juga tentunya perlu ditingkatkan mengingat permasalahan di tanah air saat ini juga sangat kompleks.
Untuk mengimbangi performa kerja pemerintah, maka DPR RI juga harus terus meningkatkan upaya dan ragam cara dalam mengawasi program pemerintah.
Masyarakat tentunya mengharapkan sebagai sebuah lembaga tinggi negara dan mewakili rakyat dalam penyelenggaraan negara dapat mengakomodasi keinginan dan kebutuhan konstituennya.
Dalam tiga tahun sisa masa kerja hingga 2019 mendatang, pimpinan dan anggota DPR RI tentunya perlu meminimalisir pemborosan energi politik yang tak perlu.
Perjalanan pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla masih panjang. Tak ada jalan yang lunak untuk mencapai sebuah keberhasilan. Namun, dengan memelihara kepercayaan rakyat dengan tidak menyakiti hati konstituennya, maka jalan penuh onak dan duri akan bisa dilalui.