Palembang, (ANTARA Sumsel) - Musim kemarau menjadi masa yang sulit bagi warga Kota Palembang, Sumatera Selatan, karena Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Musi mulai mengatur pendistribusian air dengan melakukan penghentian secara bergilir.

Direktur Operasional PDAM Tirta Musi Palembang Andy Wijaya mengatakan pengaturan ini terpaksa dilakukan agar semua pelanggan tetap terlayani meski terjadi penurunan kapasitas terpasang akibat muka air Sungai Musi turun hingga sekitar tiga meter.

"Hingga kini, satu-satunya sumber air baku PDAM berasal dari Sungai Musi. Jadi dengan penurunan volume air sungai itu memaksa kami mengatur pendistribusian ke pelanggan dengan tidak bisa lagi secara 24 jam seperti pelayanan yang diberikan di beberapa titik," kata Andy.

Ia mengemukakan, akibat penurunan muka air sungai tersebut kapasitas produksi air PDAM Tirta Musi menurun cukup tajam dari 900 liter per detik per hari menjadi 500 liter per detik per hari.

Untuk itu, PDAM mengimbau masyarakat berhemat dalam menggunakan air.

"Jika ada tempat penyimpanan air, maka sebaiknya disimpan untuk cadangan," kata dia.

Tak hanya persoalan pendistribusian ke konsumen yang terganggu, biaya operasional PDAM juga melonjak dari Rp4 miliar menjadi Rp4,4 miliar pada Agustus 2015 lantaran pengoperasian pompa air selama 24 jam.

Direktur Teknik PDAM Tirta Musi Palembang Stepyhanus yang dijumpai belum lama ini mengatakan pengoperasian pompa itu untuk memaksimalkan air Sungai Musi yang muka airnya surat tiga hingga empat meter.

"Debit air Sungai Musi normal (pasang) pada malam hari, namun pengoperasian malam hari ini merupakan beban puncak PLN jadi harganya dua kali lipat," kata dia.

Tak hanya tersedot oleh biaya pembayaran listrik, PDAM juga harus menambah biaya untuk menjernihkan air karena air Sungai Musi menjadi keruh di saat musim kemarau.

"Jadi ada tambahan pembelian obat penjernih air, karena air yang didistribusikan ke pelanggan harus sesuai standar dan jernih," kata dia.

Dalam masa kemarau ini, PDAM harus bekerja ekstra keras mengingat pengoperasian pompa secara terus menerus ini telah berakibat kerusakan pada salah satu pompa di unit Intake Karang Anyar.

"Akibatnya, pendistribusian air terganggu, dan beberapa waktu lalu PDAM sudah menyampaikan informasi ini ke masyarakat," kata dia.

Air Sungai Musi, Palembang, hingga kini menjadi satu-satunya sumber air baku PDAM Tirta Musi yang kualitasnya biaya operasional Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Musi Palembang melonjak dari Rp4 miliar menjadi Rp4,4 miliar pada Agustus 2015 lantaran pengoperasian pompa air selama 24 jam.

Direktur Teknik PDAM Tirta Musi Palembang Stepyhanus di Palembang, Jumat, mengatakan, peoperasian pompa itu untuk memaksimalkan air Sungai Musi yang muka airnya surat hingga tiga hingga empat meter.

"Debit air Sungai Musi normal (pasang) pada malam hari, namun pengoperasian malam hari ini merupakan beban puncak PLN jadi harganya dua kali lipat," kata dia.

Tak hanya tersedot oleh biaya pembayaran listrik, PDAM juga harus menambah biaya untuk menjernihkan air karena air Sungai Musi menjadi keruh di saat musim kemarau.

"Jadi ada tambahan pembelian obat penjernih air, karena air yang didistribusikan ke pelanggan harus sesuai standar dan jernih," kata dia.

Dalam masa kemarau ini, PDAM harus bekerja ekstra keras mengingat pengoperasian pompa secara terus menerus ini telah berakibat kerusakan pada salah satu pompa di unit Intake Karang Anyar.

"Akibatnya, pendistribusian air terganggu, dan beberapa waktu lalu PDAM sudah menyampaikan informasi ini ke masyarakat," kata dia.

Untuk menjaga ketersediaan air bersih bagi masyarakat ini, Pemkot Palembang sudah merencanakan pembangunan waduk seluas 100 hektare.

Pelaksana Tugas Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan mega proyek ini dalam tahapan pembuatan desain (DED) untuk mengejar target selesai 2018, kata Pelaksana tugas Wali Kota Palembang Harnojoyo.

"Target pembuatan DED ini rampung akhir tahun ini, sehingga tahun depan sudah fokus pada penyediaan lahan," kata Harnojoyo.

Ia mengemukakan pembangunan waduk ini menjadi target pemkot mengingat menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga ketersediaan air baku PDAM Tirta Musi serta menjadi penampung air di saat musim hujan (mencegah banjir).

"Persoalan kertersediaan air bersih ini selalu menjadi masalah di Palembang di saat musim kemarau karena air baku PDAM hanya berasal dari Sungai Musi, nanti jika sudah ada waduk maka ini tidak akan jadi persoalan lagi," kata dia.

Untuk menggiring proyek ini terealisasi, Pemkot Palembang telah menuangkan rencana pembangunan waduk ini dalam Kebijakan dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum (jakstrada).

Dalam Jakstrada yang sudah diperkuat dalam Perwali Nomor 8 tahun 2015 ini dinyatakan bahwa seluruh masyarakat harus mengakses air minum pada 2023.

"Perencanaan sudah disusun sedemikian matang, pemerintah sangat mengharapkan peran berbagai pihak dari masyarakat hingga kalangan swasta agar proyek ini terealisasi," kata dia.

Jika tidak diantisipasi dari sekarang maka krisis air menjadi sesuatu keniscayaan bagi kota yang dialiri 49 anak Sungai Musi ini.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Palembang M Sapri Nungcik di Palembang, Selasa (22/6), dalam acara sosialiasi Perwali Nomor 8 tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, mengatakan, pemkot sudah merencanakan pembangunan waduk untuk mengantisipasi krisis air bersih di kemudian hari.

Pembangunan waduk seluas 100 hektare ini sudah memasuki tahapan desain (DED) untuk mengejar target selesai 2018.

"Pembangunan waduk ini menjadi target pemkot mengingat menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga ketersediaan air baku PDAM Tirta Musi serta menjadi penampung air di saat musim hujan (mencegah banjir)," kata dia.

Hanya saja, proses persiapan proyek ini (DED hingga pembebasan lahan) tidak bisa berlangsung cepat karena membutuhkan lahan yang luas dan dana hingga triliunan rupiah, hingga beragam persoalan terkait mega proyek.

"Artinya, proyek ini tidak sebatas menunggu langkah dari pemerintah tapi juga membutuhkan dukungan dari masyarakat, terutama untuk penyediaan lahan," kata dia.

Ia mengemukakan, pemkot merencanakan waduk ini karena terjadi pertumbuhan penduduk serta pembangunan yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir.

"Rencana pembuatan waduk ini tak lain untuk keberlangsungan penyediaan air baku yang berkualitas (tidak bisa lagi hanya mengandalkan Sungai Musi, red) dan pembangunan yang berkelanjutan di Kota Palembang," kata dia.

Hanya saja, untuk merealisasikan rencana ini, berbagai pihak harus memahami isu strategisnya, yakni pendanaan, peningkatan peran badan usaha, dan inovasi, serta teknologi.

Mengenai pendanaan, menurut Safri, pemkot akan membuka pintu bagi investor, pengalokasian dana pemerintah daerah, pinjaman bank, bantuan kalangan swasta dalam penyaluran csr, hingga peran serta masyarakat.

"Saat ini pemkot sedang menjajaki kemungkinan penjualan obligasi daerah dalam upaya penghimpunan dana dari masyarakat," kata dia.

Selain itu, untuk menggiring proyek ini terealisasi, Pemkot Palembang telah menuangkan rencana pembangunan waduk ini dalam Kebijakan dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum (jakstrada).

Dalam Jakstrada yang sudah diperkuat dalam Perwali Nomor 8 tahun 2015 ini dinyatakan bahwa seluruh masyarakat harus mengakses air minum pada 2023 melalui metode Sistem Penyediaan Air Minum PDAM Tirta Musi.

Dukungan penuh juga telah didapatkan dari pemerintah provinsi karena persoalan bakal kekurangan air baku ini acap kali dilontarkan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin.

Beberapa waktu lalu, Alex mengatakan Kota Palembang hampir pasti bakal kekurangan air baku pada masa mendatang jika masuknya air laut ke Sungai Musi ini tidak bisa dihentikan.

"Saya sudah mengatakan soal air laut masuk Sungai Musi ini pada empat tahun lalu, ketika itu air laut sudah sampai Benteng Kuto Besak. Jika ini tidak bisa dihentikan sehingga air Sungai Musi tidak layak lagi, maka di mana lagi PDAM mau mengambil air," kata Alex.

"Saat ini `intake` (tempat pengambilan air oleh PDAM, red) sudah mundur-mundur terus, ini bakal jadi masalah besar di masa datang jika tidak diupayakan dari sekarang," kata dia.

Untuk itu, Alex akan berkoordinasi dengan pemerintahan di kabupaten/kota untuk memperbaiki alur Sungai Musi yang melintasi tujuh kabupaten dari hulu di Kepayang, Bengkulu hingga hilir di Palembang.

"Kawasan alur sungai ini juga harus diperbaki karena bukan persoalan sendimen di hilir saja yang patut jadi perhatian. Sangat penting juga memperhatikan hutan dan tanaman magrove-nya," kata dia.

Selain berkoordinasi dengan pemkab terkait, Alex juga mendorong realisasi waduk yang direncanakan Pemkot Palembang dalam upaya membuat tempat penyimpanan cadangan air baku PDAM.

"Pemkot Palembang sudah merencanakan pembangunan waduk, ini juga yang didorong, jika perlu jangan satu tapi dua hingga tiga waduk," kata dia.



Alternatif Lain

Tak terhenti pada rencana pembuatan waduk itu, pemkot juga merencanakan penambahan instalasi pengolahan air (ipa) sebagai upaya jangka pendek untuk menjaga keberlangsungan penyediaan air bagi masyarakat.

PDAM Tirta Musi membutuhkan tambahan instalasi pengolahan air dan perbaikan infrastruktur untuk menyusul pertumbuhan jumlah pelanggan yang mencapai 11 persen per tahun.

Direktur Teknik PDAM Tirta Musi Stephanus pada kesempatan yang sama mengatakan, kapasitas air yang bisa diolah dan ditampung di beberapa instalasi pengolahan air (ipa) saat ini hanya mampu menyuplai 10 juta meter kubik air baku atau hanya untuk 250 ribu pelanggan (data per Mei 2015).

"Saat ini kapasitas produksi Tirta Musi sebanyak 3.738 liter per detik dengan kapasitas terpasang 3.870 liter per detik. Jika tidak diantisipasi dari sekarang maka tidak semua pelanggan dapat terlayani di masa datang, sementara pada 2019 ditargetkan seluruh masyarakat terlayani air bersih (saat ini sudah 80 persen penduduk)," kata dia.

Untuk itu, PDAM telah merencanakan suatu investasi jangka panjang untuk menjamin ketersediaan air bersih bagi warga kota Palembang hingga puluhan tahun mendatang.

Berdasarkan analisis mendalam, PDAM Tirta Musi membutuhkan suntikan modal berupa investasi hingga Rp1,1 triliun untuk pengembangan bisnis layanan serta pembangunan infrastruktur berupa instalasi pengelolaan air baru.

Adapun komposisi investasi tersebut direncanakan dari PDAM sebesar 45 persen, APBN 14 persen, dan Ditjen Cipta Karya Kementerian PU sebanyak 12 persen.

Kemudian, fasilitas pembiayaan dari perbankan senilai Rp222,12 miliar dan alokasi dari APBD Kota Palembang sebanyak Rp196,5 miliar.

PDAM sendiri akan mengalokasikan kocek sekitar Rp449 miliar untuk investasi tersebut dan sementara ini sudah menggelontorkan dana hingga Rp100 miliar untuk investasi selama lima tahun terakhir.

"Ini suatu proyek besar dan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah di tingkat pusat hingga daerah, dan kalangan swasta. Harapannya, beragam unsur ini dapat bersatu padu untuk memuluskan rencana ini," kata dia.



Bantuan Australia

Di tengah cita-cita memiliki waduk ini, Pemkot Palembang mendapatkan bantuan hibah dari pemerintah Australia melalui lembaga AusAID untuk pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) skala perkotaan senilai Rp1,2 triliun pada 2016.

Proyek ini akan bersinergi dengan upaya penyediaan air baku bagi PDAM karena air yang dihasilkan IPAL skala perkotaan ini akan digunakan/dijual ke PDAM.

Plt Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan bantuan dari pemerintah Australia ini juga pernah diterima Kota Palembang yang disalurkan ke PDAM Tirta Musi untuk pemasangan sambungan berlangganan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan bantuan hibah pembangunan ipal skala kawasan (sedang berjalan).

"Program sanitasi ini dijalankan Australia untuk mendukung komitmen Indonesia dalam pembangunan milenium (millenium development goals) yang menyepakati 68,87 persen penduduk Indonesia mengakses air minum yang layak dan 62,42 persen penduduk Indonesia mendapatkan akses sanitasi yang layak pada tahun 2015," kata Harnojoyo.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palembang M Sapri Nungcik mengatakan anggaran hibah bakal dicairkan pada 2016 melalui pemerintahan di tingkat pusat.

"Hibah Rp1,2 trilun ini untuk pembangunan IPAL perkotaan yang merupakan kelanjutan dari program IPAL komunal (kawasan) yang juga dirancang program hibah Australia. Untuk IPAL komunal ada 21 ribu titik sambungan," jelas Sapri.

Dengan jumlah alokasi dana yang relatif besar itu, membuat penyerapan dirancang secara bertahap selama tiga tahun.

"Untuk dana hibah dari Australia ini bukan saja Palembang namun ada juga dari daerah lain seperti Makasar, Cimahi dan Jambi dengan nilai bantuan bervariasi, sementara untuk Palembang menjadi yang terbesar," kata dia.

Lebih lanjut jelas Sapri, saat ini sanitasi di kota Palembang masih belum memadai sehingga harus dilakukan perbaikan untuk skala pemukiman (kawasan) hingga perkotaan.

"Seperti dapat dilihat disepanjang aliran sungai musi, sanitasi warganya jauh dari yang diharapkan. Masih ada yang buang air besar sembarangan atau jika ada WC namun tidak bagus dan juga belum ada septic tanknya, sehingga ujung-ujungnya akan masuk Sungai Musi," kata dia.

Kenyataan ini mengugah pemerintah Australia untuk menyalurkan dana hibah sanitasinya ke warga Kota Palembang dalam program pembangunan IPAL, baik secara kawasan maupun perkotaan.

"Perencanaan sudah disusun sedemikian matang, bahkan dibantu oleh Australia. Pemerintah sangat mengharapkan peran berbagai pihak dari masyarakat untuk penyediaan lahan, hingga kalangan swasta untuk pembiyaan, agar beragam proyek seperti waduk, dan instalasi pengolahan segera terealisasi," kata dia.

Masyarakat dunia saat ini dihadapkan pada berbagai persoalan serius akibat kerusakan lingkungan hidup akibat tingkah polah manusia, seperti krisis air dan pencemaran tanah.

Kini, persoalan lingkungan pada suatu negara sejatinya juga menjadi persoalan di negara lain.

Pewarta : Oleh Dolly Rosana
Editor : Ujang
Copyright © ANTARA 2024