Palembang, (ANTARA Sumsel) - Kota-kota ternama di dunia dipastikan memiliki sistem yang modern untuk menanggulangi sampah harian yang dihasilkan warganya sehingga hampir tidak pernah ditemukan penumpukan.

Kota Palembang, Sumatera Selatan, yang terpilih menjadi tuan rumah Asian Games ke-18 tahun 2018 saat ini berjuang untuk mengatasi persoalan sampah mengingat dihadapkan pada keterbatasan armada, kekurangan SDM dan daya tampung tempat pembuangan akhir. 

Kepala Dinas Kebersihan Kota Palembang Agung Nugroho mengatakan sampah mulai menjadi persoalan sejak beberapa tahun terakhir karena terjadi peningkatan volume, sementara jumlah armada hanya 166 unit dari kebutuhan sebanyak 225 unit truk.

Sejak awal tahun tercatat sebanyak 1.200 ton sampah per hari atau melonjak tajam jika dibandingkan tahun lalu yang masih mencatat 700 ton per hari.

Menurutnya, peningkatan siginifikan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan kota yang pesat dari sisi jumlah penduduk hingga aktivitas ekonomi.

Selain itu, Palembang juga mendapatkan tambahan sampah dari kabupaten/kota lain yang berbatasan langsung dengan Palembang, seperti Ogan Ilir dan Banyuasin.

"Dengan keterbatasan jumlah armada dan sumber daya manusia, tentunya kondisi ini sedikit menyulitkan. Apalagi pada hari libur, terjadi lonjakan cukup tinggi untuk pusat perbelanjaan, seperti di kawasan Palembang Ikon," kata dia.

Untuk itu, Pemkot Palembang gencar menyosialisasikan ke masyarakat untuk membuang sampah pada titik-titik yang ditentukan pemerintah karena jika sampah sudah dikumpulkan maka akan mempermudah petugas untuk mengangkutnya.

"Berangsur-angsur kesadaran ini ditumbuhkan ke masyarakat dengan gencar menyosialisasikan hingga ke seluruh kelurahan," kata dia.

Namun, upaya ini dipandang pemkot belum cukup mengingat pada 2018 ketika Asian Games dihelat diperkirakan terdapat tambahan sekira 12.000 orang pendatang.

"Saat ini yang dibutuhkan adanya intervensi dari sisi teknologi untuk mengatasi persoalan sampah. Mengapa harus teknologi? Karena jumlah personel dan armada belum memadai, jadi harus ada teknologi menekan volume sampah ke TPA," kata dia. 

Menurut Agung, kebutuhan terhadap tekonologi pengolahan sampah ini ternyata telah menggugah negara donor, Jepang.

Pemerintah Jepang telah menyatakan akan menghibahkan teknologi pembakaran sampah yang tidak menyebabkan polusi dan bau, dan dapat mengurangi volume hingga 10 persen.

Kepala Pusat Sanitiasi Jepang (JESC) Hideki Minamikawa di Palembang, beberapa waktu lalu, mengatakan, bantuan ini merupakan bentuk kepedulian Jepang terhadap negara-negara di Asia dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca dan sanitasi lingkungan.

"Pemerintah Jepang siap mendanai hingga 50 persen dari kebutuhan, sementara sisanya akan dibantu para pengusaha dari Jepang dan sedikit dari dana lokal (pemerintah daerah di Indonesia)," kata Hideki seusai bertemu dengan Pelaksana Tugas Wali Kota Palembang Harnojoyo beberapa waktu lalu.

Mantan Wakil Menteri Lingkungan Hidup Jepang ini mengatakan, teknologi pembakaran sampah `water boiler` di Palembang ini bakal menjadi yang pertama di Indonesia karena yang selama ini berkembang adalah teknologi stoker (tungku).

Melalui teknologi ini, ia menerangkan, sisa sampah yang telah melalui proses 3R (reuse, reduce, recycle) dibakar tanpa menimbulkan bau dan polusi udara.

"Jepang menggunakan ini, awalnya kebingunan karena sisa sampah yang tidak bisa dimusnahkan lagi itu harus dikemanakan. Artinya, mau tidak mau harus dibakar, tapi asapnya akan merusak lingkungan. Sehingga ditemukanlah teknologi pembakaran sampah yang ramah lingkungan," ujar dia.

Namun, untuk memastikan apakah teknologi ini bisa diterapkan di Palembang, maka Jepang akan mengirimkan tim untuk menilai karakteristik sampah di Palembang selama dua bulan sejak Agustus.

"JESC telah menargetkan bahwa teknologi ini sudah bisa berjalan paling lambat pada 2018 yakni sebelum Asian Games, atau dua tahun setelah kesepakatan terjalin antara Jepang dan Pemkot Palembang," kata dia.

Pada kunjungan bersama rombongan yang terdiri atas beberapa ahli teknik terkemuka Jepang ini, Hideki juga tidak lupa memotivasi Pemkot Palembang untuk mewujudkan kota seperti kota-kota di Jepang.

Menurutnya, kondisi Palembang saat ini memiliki kemiripan dengan Kota Yokaichi pada 50 tahun lalu yakni juga memiliki sungai, dan indusri minyak dan gas.

"Jika Yokaichi butuh 50 tahun untuk jadi seperti sekarang ini (bersih dan bebas polusi), Jepang berharap Palembang bisa lebih cepat lagi berkat transfer teknologi," kata dia.



Tempat Pembuangan Sementara

Selain akan menerapkan teknologi modern pengolahan sampah, Kepala DKK Palembang Agung Nugroho mengatakan, Pemerintahan Kota Palembang telah merencanakan pembangunan tempat pembuangan sementara di kawasan padat penduduk, untuk menghindari penumpukan sampah akibat belum terangkut petugas ke tempat pembuangan akhir.

Beberapa titik sudah dianalisa terkait peran Palembang sebagai tuan rumah Asian Games, seperti membangunnya di kawasan Jakabaring yakni tempat keberadaan Kompleks Olahraga Jakabaring.

Agung mengemukakan, saat ini pemkot berupaya mencari lahan untuk dijadikan tempat pembuangan sementara (TPS).

"Seperti kawasan Jakabaring sudah seharusnya memiliki TPS, karena jika harus dibuang ke TPS Sukawinatan maka jarak terlalu jauh sehingga ada jedah waktu. Tapi persoalannya, tidak mudah membangun TPS karena di tengah kota harga tanahnya sangat mahal," kata dia.

Untuk itu, pemkot juga akan berkoordinasi dengan Pemprov Sumsel mengenai keterbatasan dana ini.

Menurutnya, TPS ini menjadi suatu kebutuhan mutlak di masa mendatang karena volume sampah Kota Palembang mencapai 1.200 ton per hari atau melonjak tajam jika dibandingkan tahun lalu yang masih mencatat 700 ton per hari. 

"Di negara-negara maju, dipastikan memiliki TPS yang disebar di beberapa kawasan, baru kemudian TPA. Sementara, Palembang sama sekali belum memiliki TPS, sehingga sangat mengandalkan TPA," kata dia.

Ia memprediksi, dalam beberapa tahun ke depan, kapasitas TPA Karya Jaya dan Sukawinatan sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan.

"Saat ini jumlah penduduk terus bertambah, setidaknya Palembang memiliki beberapa TPA, tapi sementara ini hanya ada dua," ujar dia.

Sementara untuk program jangka pendek, pemkot telah memberdayakan empat lokasi program pengolahan sampah dengan metode 3R untuk menekan volume sampah di tempat pembuangan akhir (TPA).

Agung menyebutkan, keempat lokasi itu, di Perumahan Perumnas Talang Kelapa (Kecamatan Alang-alang Lebar), Bukit Sangkal (Kecamatan Kalidoni), Jalan Sentosa (Seberang Ulu II) dan Komplek Poligon (Ilir Barat I).

"Volume sampah setiap tahun meningkat 100 ton, ini harus disiasati karena pemkot masih dalam keterbatasan Sumber Daya Manusia, sarana dan prasana (seperti truk sampah), hingga areal TPA," kata Agoeng.

Ia menerangkan, dalam program ini, sampah tersebut akan akan dipilah terlebih dahulu yakni sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik akan diolah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik akan diolah lagi di bank sampah untuk di bawa ke TPA.

"Dengan metode ini artinya, volume sampah yang ada di TPA akan jauh berkurang," kata dia.

Ia mengemukakan, untuk mengoptimalkan program pengelolaan sampah ini, Pemkot Palembang telah menggelar pelatihan bagi pengelola dengan didampingi Lembaga Sosial Internasional asal Jepang JICA.

"Tak sebatas bekerja sama dengan Jepang, pemkot juga gencar menyosialisasikan ke masyarkat mengenai pentingnya memilah sampah karena data terakhir diketahui hanya 17 persen, sementara target 2018 yakni 30 persen," kata dia.

Pelari jarak jauh nasional asal Sumsel Jauhari Johan yang kerap berkeliling ke banyak negara untuk mengikuti kejuaraan atletik tingkat dunia, mengatakan persoalan kebersihan lingkungan harus menjadi perhatian mengingat menjadi salah satu indikator kesuksesan dalam penyelenggaraan ajang multi cabang olahraga.

"Atlet pasti akan menilai dan membandingkan dengan kota-kota lain yang pernah mereka kunjungi untuk bertanding. Jika mendapati kota yang dikunjungi kotor maka secara otomatis mereka akan merasa tidak nyaman, dan citra seperti ini yang akan dibawa ke negaranya," kata dia.

Untuk itu, peraih medali perak SEA Games tahun 2011 ini, berpesan ke Pemprov Sumsel untuk tidak menyepelekan persoalan sampah ini karena terdapat perbedaan kelas antara peserta SEA Games dan Asian Games. 

Ia mengatakan hal ini karena Palembang dinilai sukses sebagai penyelenggaran SEA Games tahun 2011.

Pemerintah jangan hanya terfokus pada penyediaan arena olahraga semata, tapi juga harus memperhatikan kenyamanan para tamu negara, seperti kelancaran lalu lintas, keamanan, kebersihan, pariwisata, hingga hal sepele seperti oleh-oleh untuk dibawa pulang ke negara asal.

"Untuk SEA Games, mungkin atletnya bisa menoleransi karena merasa sama-sama negara berkembang di Asia Tenggara, tapi nanti di Asian Games, saya rasa tidak. Jika kotor, atletnya pasti mengupat dan membawa cerita buruk ke negaranya," ujar pelari maraton ini.

Kekhawatiran Jauhari Johan ini cukup beralasan mengingat di beberapa titik pusat Kota Palembang masih sering ditemui penumpukan sampah karena belum sempat diangkut armanda Dinas Kebersihan Kota meski matahari sudah meninggi.

Pewarta : Oleh Dolly Rosana
Editor : Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024