Jakarta (ANTARA Sumsel) - Keinginan pemerintah dan BUMN Angkasa Pura II untuk menjadikan Bandara Halim Perdanakusuma sebagai bandara alternatif guna mengurai kepadatan di Bandara Soekarno-Hatta mendapat tentangan dari sejumlah pihak.

Mantan Kepala Staf Angkutan Udara (KSAU) Marsekal TNI Purnawirawan Chappy Hakim mengemukakan, Bandara Halim Perdanakusuma tidak cocok dijadikan bandara komersial sipil karena lebih dipersiapkan sebagai bandar udara untuk pemenuhan kebutuhan militer.

"Sangat naif bila solusi mengurangi kepadatan di Bandara Soekarno-Hatta dengan memindahkan sebagian penerbangan ke Halim," katanya dalam Media Gathering bertajuk "Tinjauan Industri Penerbangan di Indonesia 2013 dan Outlook 2014" di Wisma Antara, Jakarta, Kamis (19/12).

Menurut Chappy Hakim, rencana pemindahan sebagian jalur ke Halim  tidak "fair" karena pengumuman pemindahan tersebut hanya dilakukan sepihak tanpa ada pengumuman resmi dari otoritas Halim Perdanakusuma.

Padahal, ujar dia, selain tidak didesain untuk penerbangan komersial, Halim Perdanakusuma dirancang antara lain untuk misi khusus militer dan keperluan keamanan tingkat tinggi seperti bagi tamu negara.

Selain itu, Bandara Halim Perdanakusuma berperanan penting sebagai basis pengiriman logistik bila terjadi bencana alam besar seperti saat kejadian tragedi tsunami pada Desember 2004 lalu.

Ia juga mengingatkan bahwa di setiap negara umumnya selalu memiliki "exit airport" yang dapat digunakan sewaktu-waktu ketika terjadi kekacauan nasional, dalam hal ini Halim cocok untuk itu.

"Halim juga subsistem dari alat utama sistem kesenjataan dan menjadi bagian 'homebase national defense system'," ucapnya.

Chappy juga mengungkapkan, di Halim tidak memiliki akses jalan yang bagus serta tidak ada lapangan parkir yang memadai untuk kendaraan pribadi.

Sedangkan di dalam infrastruktur penerbangannya sendiri, Halim kurang memadai dalam hal apron (tempat parkir pesawat) dan hanya memiliki "runway" (lintasan pesawat) tunggal, berbeda dengan Soekarno-Hatta yang memiliki dua "runway".

"Sangat berbeda bandara yang didesain untuk komersial dan untuk keperluan militer," tegasnya.

Ia mengakui bahwa bandara seperti Changi di Singapura digabungkan antara militer dan komersial tetapi hal tersebut telah dipersiapkan dengan matang.

Untuk itu, Chappy menginginkan bila Bandara Halim akan digunakan untuk membantu kepadatan Soekarno-Hatta maka harus dibicarakan terlebih dahulu dengan lebih seksama dan melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan hal itu.

Chappy juga menyadari adanya fenomena makin banyaknya keterlambatan di Bandara Soekarno-Hatta yang terjadi karena infrastruktur tidak sanggup lagi mengimbangi pertumbuhan dunia penerbangan.

"Beberapa hal yang menonjol tahun ini di dunia penerbangan adalah 'overcapacity' (kapasitas berlebih) di dalam bandara, akibatnya terjadi 'delay flight' (keterlambatan penerbangan) yang sangat masif," ujarnya.

Menurut Chappy, hal tersebut karena perkembangan jumlah penumpang pesawat udara tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber daya manusia dan infrastruktur penerbangan yang memadai sehingga terjadi kesenjangan yang sangat jauh antara keduanya.

Ia mengingatkan bahwa di seluruh dunia biasanya kalau sudah terjadi gejala "overcapacity" akan segera diantisipasi dengan pengembangan infrastruktur, tetapi hal itu tampaknya lambat terjadi di dunia penerbangan Indonesia.

Untuk itu, mantan KSAU itu menyarankan agar frekuensi penerbangan di Soekarno-Hatta dapat diturunkan guna dibenahi lebih baik lagi karena saat ini saja untuk jam-jam tertentu kepadatannya sudah seperti terminal bus.

Sementara itu, pembicara lainnya mantan Dirut Riau Airlines (RAL) Samudra Sukardi mengatakan, sebenarnya Bandara Soekarno-Hatta direncanakan pada tahun 2000-an sudah memiliki lima terminal.

"Sekarang baru 2,5. Ini karena terminal 3 yang ada sebenarnya konsep bukan seperti itu," ujarnya.

Samudera mengemukakan, permasalahan yang kerap muncul antara lain adalah masalah pembebasan yang dikabarkan sebagian dari lahan yang sebenarnya dapat digunakan untuk perluasan area bandara telah dijual oleh pemerintah daerah setempat kepada pengembang.

         Kurangi kepadatan
Sebagaimana diberitakan, Direktur Utama PT Angkasa Pura II Tri Sunoko mengatakan, Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, rencananya bakal dibuka untuk penerbangan pesawat reguler komersial pada awal 2014 dengan tujuan antara lain untuk mengurangi kepadatan jalur penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta.

Untuk itu, Dirut AP II juga mengutarakan harapannya agar berbagai pihak dapat membantu renovasi Bandara Halim agar kinerja bandara tersebut dapat terus dioptimalkan antara lain untuk memaksimalkan jumlah jadwal penerbangan.

Selain itu, Halim Perdanakusuma juga diNilai mampu untuk menanggulangi keadaan darurat sebagaimana simulasi yang telah dilaksanakan beberapa pihak terkait pada Desember 2013.

"Berdasarkan evaluasi, waktu tanggap darurat dari latihan Penanggulangan Keadaan Darurat (PKD) adalah 2 menit 21 detik. Ini lebih baik dari standar yang ditetapkan," kata General Manager Bandara Halim Perdanakusuma Iwan Krishadianto.

Menurut Iwan, latihan PKD atau "Airport Emergency Plan" di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada 5 Desember 2013 berlangsung lancar dengan mencatatkan waktu tanggap darurat 2 menit 21 detik atau lebih baik dari standar 3 menit yang ditetapkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO/" International Civil Aviation Organization").

Ia mengemukakan, latihan PKD dengan sandi Rajawali Sakti 3 itu melibatkan 400 personel yang mampu menjalankan perannya dengan sangat baik.

Adapun peserta latihan Rajawali Sakti III dari pihak internal bandara adalah "rescue and fire fighting service" PT Angkasa Pura II, "airport security" PT Angkasa Pura II, dan "air traffic controller" Bandara Halim Perdanakusuma.

Sementara pihak eksternal yang terlibat antara lain unsur pendukung operasional Lanud Halim Perdanakusuma, "base rescue" Lanud Halim Perdanakusuma, SAR Jakarta, Pemadam Kebakaran Jakarta Timur, Polsub Sektor Bandara Halim Perdanakusuma, dan seluruh perwakilan maskapai.

Di dalam latihan tersebut diskenariokan pesawat udara BAC 1-11 registrasi PK-SSA bernomor penerbangan SA-260 dengan operator Sakti Air bertolak dari Bandara Adi Sumarmo Solo membawa 60 orang, termasuk kru pesawat menuju Bandara Halim Perdanakusuma.

Saat ingin melakukan pendaratan di "runway" atau landasan pacu 24 Bandara Halim Perdanakusuma tiba-tiba sekawanan burung melintas tepat di jalur pendaratan pesawat, dan terjadi benturan keras pada kaca kokpit dan beberapa burung masuk ke dalam mesin kanan pesawat sehingga mengalami kerusakan dan terbakar.

Pilot berusaha tetap melakukan pendaratan, namun mengalami "hard landing" dan pesawat keluar ke sebelah kanan lintasan pacu landas.

"Rescue and fire fighting service" PT Angkasa Pura II adalah pihak pertama yang menghampiri pesawat untuk memadamkan api. Berturut-turut kemudian pihak lain ikut memberi bantuan, termasuk helikopter yang menerbangkan korban ke rumah sakit.

Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Laurensius Manurung yang turut menyaksikan latihan tersebut, mengatakan latihan PKD merupakan program rutin yang dilakukan oleh kantor cabang Angkasa Pura II setiap dua tahun sekali.

"Latihan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi kinerja setiap bandara yang terkait dengan kesiapan SDM, peralatan, maupun waktu tanggap darurat yang telah menjadi ketentuan dari ICAO," ujar Laurensius.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan Halim Perdanakusuma sebagai bandara komersial dapat mengurai kemacetan di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat.

"Saya setuju karena efeknya bisa memecah kemacetan di kawasan Cengkareng," ujar Joko Widodo di Balai Kota, Jakarta, Jumat (6/12).

Menurut dia, dengan upaya tersebut konsentrasi penumpang tidak tertuju kepada Bandara Soekarno Hatta sehingga dapat mengurangi kemacetan di sekitar wilayah itu. Pemprov DKI juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dengan menyiapkan rekayasa lalu lintas.

Sedangkan Menteri Perhubungan Evert Erenst Mangindaan menyoroti fenomena seringnya pesawat udara mengalami keterlambatan baik kedatangan maupun keberangkatan dari jadwal yang ditetapkan sehingga mengundang keluhan dari pengguna jasa penerbangan.

"Seiring dengan pertumbuhan angkutan udara, terdapat satu hal yang sering dikeluhkan oleh para pengguna jasa penerbangan yaitu 'delay' atau keterlambatan," kata EE Mangindaan dalam paparan akhir tahun kinerja perhubungan di Jakarta, Rabu (11/12).

Menurut Mangindaan, terdapat beberapa faktor penyebab keterlambatan tersebut antara lain kepadatan di bandar udara khususnya Bandar Udara Soekarno-Hatta.

Selain itu, ujar dia, faktor keterlambatan lainnya adalah aspek teknis dan operasional maskapai serta ketidakpahaman penumpang pesawat tentang berbagai aturan.

"Untuk meminimalkan keterlambatan pesawat saat keberangkatan, pemerintah telah melakukan berbagai langkah evaluasi baik menyangkut sarana ataupun prasarana," ujarnya.

Pewarta : Oleh Muhammad Razi Rahman
Editor : Awi
Copyright © ANTARA 2024