Palembang (ANTARA Sumsel) - Berburu baju bekas ternyata mendatangkan potensi rupiah bagi pelakunya, ini dialami "duo sekawan" Erika dan Rinah yang mulai mengembangkan bisnis pakaian bekas itu dalam sebuah galeri bernama "Pop Up Garage".
Berawal dari selera berbusana vintage (baca: tempo dulu) baik Erika dan Rinah sama-sama senang bereksperimen dan mendaur ulang pakaian lama beberapa generasi di atas mereka.
"Kadang suka cari di lemari ibu, karena banyak yang nggak pas jadi lebih banyak cari di pasar baju bekas," ujar mereka.
Beberapa pasar pakaian bekas seperti Pasar 16 Ilir dan Pasar Cinde sudah menjadi langganan mereka sejak dulu.
Saking seringnya mereka berburu tak ayal mereka memiliki relasi penjual pakaian bekas di pasar-pasar tersebut.
"Tukang bal pakaian bekas malah suka menghubungi kita kalau datang stok baru," tukas Rinah.
Dalam perburuan, mereka sering menemukan pakaian berkualitas tinggi dengan potensi modis yang tinggi untuk didaur ulang.
"Teman-teman sering bilang pakaian yang kita temukan keren, bahkan ada yang suka memberi info bila melihat koleksi bagus," ujarnya.
Pakaian atau produk fashion yang berhasil mereka temukan awalnya memang hanya untuk konsumsi sendiri. Namun lama kelamaan banyak teman yang menitipkan untuk diburukan pakaian senada membuat keduanya menemukan potensi bisnis di sana.
Dari sana keduanya pun semakin giat berburu produk sandang bekas yang bermutu. Hobi itu pun berkembang menjadi kegiatan rutin mereka hampir setiap minggu.
"Kita berdua bisa habiskan waktu 3 jam hingga setengah hari hanya untuk berburu pakaian bekas," ujar Rinah dan erika serentak.
Barang-barang tersebut pun mereka kelola menjadi barang yang siap jual. Tidak hanya menemukan barang bagus, mereka juga me-"laundry" menyetrika, menyortir, hingga melakukan perbaikan untuk beberapa barang yang ditemukan rusak.
"Untuk kualitas kami berani jamin" kata Rinah.
Namun sering juga barang tersebut tidak bisa diperbaiki. Jika sudah begitu Rinah dan Erika pun harus menyortir pakaian yang mereka temukan.
Misalnya apakah apa ada bercak yang sulit hilang, atau bagian sobek yang tidak bisa diperbaiki.
Tidak hanya pakaian yang diburu Rinah dan Erika juga terkadang berhasil menemukan produk fashion seperti sepatu, scraft, ataupun hiasan kepala
seperti topi.
Budget mereka untuk sekali berburu pakaian bekas adalah Rp 300.000 hingga Rp500.000. Sementara keuntungan yang mereka dapatkan bisa mencapai 100 persen dari biaya yang mereka keluarkan.
Minat teman-teman mereka dengan barang bekas pun cukup tinggi sehingga membuat mereka memulai bisnis itu lewat sosial media seperti grup di facebook, Blackberry Massenger, dan twitter mereka dengan nama @popupgarage.
"Barang-barang pun kami antarkan langsung ke teman-teman dan pelanggan yang memesan," ujar erika.
Erika dan Rinah pun berinisiatif membuka galeri produk bekas mereka di Jalan Wirajaya 3 Pakjo.
Menurut Erika galeri yang mereka bangun dari garasi milik Rinah itu didasari dari kebutuhan pelanggan mereka yang kesulitan mencocokkan barang dengan badan.
"Terkadang karena barang kekecilan terpaksa harus dikembalikan," keluhnya.
Untuk ke depannya mereka masih memikirkan konsep galeri yang baru beberapa hari mereka dirikan itu. Saat ini koleksi produk yang mereka tawarkan kurang lebih seratus buah ditambah dengan produk tas buatan tangan milik seorang kawan mereka.
Ada kemungkinan untuk menambah koleksi akan membuka kesempatan bagi siapapun menitipkan produk barang bekas di toko mereka.
"Masih kami pikirkan aturan mainnya, jadi sementara ini masih belum bisa
dijalankan," ungkap mereka.
Berawal dari selera berbusana vintage (baca: tempo dulu) baik Erika dan Rinah sama-sama senang bereksperimen dan mendaur ulang pakaian lama beberapa generasi di atas mereka.
"Kadang suka cari di lemari ibu, karena banyak yang nggak pas jadi lebih banyak cari di pasar baju bekas," ujar mereka.
Beberapa pasar pakaian bekas seperti Pasar 16 Ilir dan Pasar Cinde sudah menjadi langganan mereka sejak dulu.
Saking seringnya mereka berburu tak ayal mereka memiliki relasi penjual pakaian bekas di pasar-pasar tersebut.
"Tukang bal pakaian bekas malah suka menghubungi kita kalau datang stok baru," tukas Rinah.
Dalam perburuan, mereka sering menemukan pakaian berkualitas tinggi dengan potensi modis yang tinggi untuk didaur ulang.
"Teman-teman sering bilang pakaian yang kita temukan keren, bahkan ada yang suka memberi info bila melihat koleksi bagus," ujarnya.
Pakaian atau produk fashion yang berhasil mereka temukan awalnya memang hanya untuk konsumsi sendiri. Namun lama kelamaan banyak teman yang menitipkan untuk diburukan pakaian senada membuat keduanya menemukan potensi bisnis di sana.
Dari sana keduanya pun semakin giat berburu produk sandang bekas yang bermutu. Hobi itu pun berkembang menjadi kegiatan rutin mereka hampir setiap minggu.
"Kita berdua bisa habiskan waktu 3 jam hingga setengah hari hanya untuk berburu pakaian bekas," ujar Rinah dan erika serentak.
Barang-barang tersebut pun mereka kelola menjadi barang yang siap jual. Tidak hanya menemukan barang bagus, mereka juga me-"laundry" menyetrika, menyortir, hingga melakukan perbaikan untuk beberapa barang yang ditemukan rusak.
"Untuk kualitas kami berani jamin" kata Rinah.
Namun sering juga barang tersebut tidak bisa diperbaiki. Jika sudah begitu Rinah dan Erika pun harus menyortir pakaian yang mereka temukan.
Misalnya apakah apa ada bercak yang sulit hilang, atau bagian sobek yang tidak bisa diperbaiki.
Tidak hanya pakaian yang diburu Rinah dan Erika juga terkadang berhasil menemukan produk fashion seperti sepatu, scraft, ataupun hiasan kepala
seperti topi.
Budget mereka untuk sekali berburu pakaian bekas adalah Rp 300.000 hingga Rp500.000. Sementara keuntungan yang mereka dapatkan bisa mencapai 100 persen dari biaya yang mereka keluarkan.
Minat teman-teman mereka dengan barang bekas pun cukup tinggi sehingga membuat mereka memulai bisnis itu lewat sosial media seperti grup di facebook, Blackberry Massenger, dan twitter mereka dengan nama @popupgarage.
"Barang-barang pun kami antarkan langsung ke teman-teman dan pelanggan yang memesan," ujar erika.
Erika dan Rinah pun berinisiatif membuka galeri produk bekas mereka di Jalan Wirajaya 3 Pakjo.
Menurut Erika galeri yang mereka bangun dari garasi milik Rinah itu didasari dari kebutuhan pelanggan mereka yang kesulitan mencocokkan barang dengan badan.
"Terkadang karena barang kekecilan terpaksa harus dikembalikan," keluhnya.
Untuk ke depannya mereka masih memikirkan konsep galeri yang baru beberapa hari mereka dirikan itu. Saat ini koleksi produk yang mereka tawarkan kurang lebih seratus buah ditambah dengan produk tas buatan tangan milik seorang kawan mereka.
Ada kemungkinan untuk menambah koleksi akan membuka kesempatan bagi siapapun menitipkan produk barang bekas di toko mereka.
"Masih kami pikirkan aturan mainnya, jadi sementara ini masih belum bisa
dijalankan," ungkap mereka.