Jakarta, (ANTARA News) - Persidangan kasus suap Wisma Atlet dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin,
mantan Bendahara Partai Demokrat, kembali digelar di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu, membeberkan soal "fee" untuk H Alex Noerdin yang juga Gubernur Sumsel.
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi, Muhammad El Idris dan Dudung Purwadi, dari PT Duta Graha Indah (DGI) yang membangun Wisma Atlet untuk SEA Games ke-26 di Palembang, terungkap soal pemberian fee 2,5 persen dari Rp191 miliar nilai total anggaran pembangunan wisma itu yang pernah disebutkan mengalir ke Alex Noerdin, sesuai kesaksian El Idris mengaku bahwa tidak pernah bertemu Alex Noerdin dan tidak pernah ada realisasi 2,5 persen hingga saat ini.
"Majelis hakim yang mulia dan saudara saksi, saya ingin bertanya kepada saudara, pernah disebut-sebut anda bertemu Alex Noerdin dan memberikan 2,5 persen fee kepada Gubernur Sumatera Selatan. Apakah benar begitu?," ujar kuasa hukum M Nazaruddin mempertanyakannya.
El Idris pun menjawab,"Tidak benar, saya tidak pernah bertemu."
"Kalau begitu, dari mana angka 2,5 persen itu muncul?," ujar kuasa hukum M Nazaruddin lagi.
Idris menjawab, "Itu cuma catatan saya saja, dan fee 2,5 persen sampai sekarang belum pernah terealisasi," kata Idris pula.
"Oh. Jadi sampai sekarang belum terealisasi?," kata penasehat hukum Nazaruddin pula.
"Belum pernah terealisasi sampai saat ini," kata El Idris.
Kepada wartawan, usai persidangan El Idris menegaskan, "Saya sudah menjelaskan di depan hakim dalam persidangan tadi dan saya sudah katakan bahwa fee itu tidak pernah terealisasi, sudah itu saja, saya ini hanya pelaksana, hanya hilirnya saja, kalau memang mau menuntaskan korupsi, berantas juga dong ke hulunya."
Persidangan ini berjalan alot dan hujan interupsi, lantaran tim kuasa hukum Nazaruddin yang dikomandoi Elza Syarif dan Hotman Paris merasa bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK memberikan pertanyaan berulang-ulang yang cukup membingungkan saksi El Idris.
Di samping itu, JPU dalam bertanya juga membuat kesimpulan.
"Ini 'kan nggak benar, yang membuat kesimpulan itu hakim, bukan jaksa. Jaksa seolah-olah membuat kesimpulan seolah BAP yang dibuat sudah benar, padahal banyak rekayasa," ujar Hotman Paris.
Di persidangan, El Idris banyak mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat KPK.
"Jadi, saya mencabut BAP, karena sejak awal sidang saya sudah katakan bahwa saya tidak tahu siapa pemilik perusahaan tempat Mindo bekerja, nama Nazaruddin muncul karena asumsi saya saja," kata El Idris, dan kemudian dicatat oleh majelis hakim
Rizal Abdullah Disebut
Dalam persidangan, juga diungkapkan El Idris bahwa ia pernah bertemu dengan Rizal Abdullah selaku Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet di Palembang.
Saat pertemuan di Jakarta, El Idris dan Rizal membahas soal proyek Wisma Atlet, dan dibicarakan pula soal "fee"-nya.
El Idris mengatakan kepada Rizal bahwa "fee" untuk daerah diatur oleh Mindo Rosalina.
Namun, Rizal tidak mau jika "fee" melalui Mindo Rosalina.
"Dalam pertemuan itu, Rizal mengatakan, jika semua 'fee' diatur oleh Rosa, maka sebaiknya proyek dikembalikan ke pusat, biar pusat yang mengerjakan," kata El Idris dalam kesaksiannya.
Akhirnya, tercapai kata sepakat soal "fee" sebesar Rp400 juta yang kemudian diberikan El Idris kepada Rizal di Palembang.
Soal nama Rizal, El Idris mengaku dikenalkan Mindo Rosalina beberapa waktu lalu.
"Saya dikenalkan oleh Mindo Rosalina," ujar El Idris.
Sidang lebih banyak mempertanyakan soal perkenalan El Idris dengan Nazaruddin dan proyek-proyek yang diberikan Nazaruddin kepada El Idris, selaku Direktur Marketing PT DGI.
Tidak Tahu Peran Nazaruddin
El Idris mengaku tidak tahu peranan terdakwa kasus suap Wisma Atlet, Muhammad Nazaruddin, dalam memenangkan proyek itu untuk perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi tersebut.
"Saya tidak tahu, seperti sim salabim saja," kata El Idris.
Dia mengaku, tidak pernah membicarakan proyek Wisma Atlet dengan Muhammad Nazaruddin.
"Kalau untuk masalah proyek, hubungi Rosa saja," kata El Idris menirukan perkataan M Nazaruddin.
El Idris mengakui bertemu Nazaruddin hanya untuk silaturahim.
PT DGI menerima Rp4,3 miliar sebagai 13 persen uang muka untuk nilai total proyek Wisma Atlet, yaitu Rp191 miliar.
El Idris juga mengatakan Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet, Rizal Abdullah menerima uang "fee" senilai Rp400 juta.
PT DGI hanya memperoleh keuntungan sekitar tiga hingga lima persen dari nilai proyek, kata El Idris.
Dudung Tidak Tahu "Fee" Nazaruddin
Direktur Utama PT DGI, Dudung Purwadi mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya komitmen pemberian "success fee" terhadap terdakwa kasus suap Wisma Atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin.
"Saya tahu dari Pak Idris (Muhammad El Idris). Saya tidak melihat sendiri dan tidak mengalaminya sendiri," kata Dudung Purwadi dalam kesaksiannya.
Dudung mengaku tidak pernah membicarakan "success fee" dari proyek Wisma Atlet SEA terhadap M Nazaruddin.
Berita Acara Pemeriksaan menyebutkan PT DGI telah menyerahkan "fee" sebesar 15 persen dari nilai kontrak, yang bernilai total Rp191 miliar rupiah, kepada Mindo Rosalina Manulang.
Namun, Dudung tidak tahu apakah "fee" tersebut sampai ke Nazaruddin atau tidak.
Dudung mengaku bertemu tiga kali dengan Nazaruddin, namun pertemuannya hanya sebatas silaturahim, bukan membahas proyek pembangunan Wisma Atlet.
Dalam pertemuan pertamanya di daerah Tebet, Jakarta, Dudung dikenalkan kepada Muhammad Nazaruddin oleh Manajer Keuangan PT DGI, Muhammad El Idris sebagai Direktur baru PT DGI.
Dudung bertemu kedua kalinya dengan Nazaruddin di Gedung Permai, Mampang.
Sedangkan pertemuan terakhir terjadi di Hotel Sultan, namun tidak terjadi pembicaraan apa pun, hanya silaturahim, kata Dudung.
Persidangan akan kembali dilanjutkan pada Rabu (25/1), di Pengadilan Tipikor, Jakarta dengan agenda mendengar kesaksian saksi lainnya.
Namun, Jaksa Penuntut Umum belum mengeluarkan nama-nama saksi yang akan dimintai keterangannya pekan depan.(ANT-A059)