Cagar budaya dari bawah tanah
Selama proses ekskavasi ditemukan artefak atau benda bersejarah, mulai dari tulang sendi dan gigi hewan pemamah biak seperti kerbau, fragmen keramik China, fragmen keramik Eropa, peluru, botol tembikar, hingga koin Belanda. Temuan artefak tersebut diperkirakan berasal dari abad 18 sampai 20 Masehi.
Puluhan artefak itu ditemukan di 14 titik penggalian sepanjang kawasan konstruksi MRT Fase 2A, yakni bawah tanah Jalan MH. Thamrin dan sebagian Jalan Medan Merdeka Barat. Ragam artefak tersebut ditemukan dengan penggalian kedalaman 100–150 sentimeter.
Kemudian, ditemukan sejumlah objek cagar budaya maupun objek yang diduga cagar budaya (OBCD) yakni Jembatan Glodok, saluran pipa air kuno Batavia (Terakota), rel trem Batavia, cerucuk kayu, Tugu Jam Thamrin, dan temuan lepas lainnya. Salah satu yang menarik yakni metode penanganan Tugu Jam Thamrin yang dilakukan.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta (Perseroda) Weni Maulina dalam diskusi "Jakarta dari Bawah Tanah" di Bentara Budaya Jakarta, mengatakan saat ini Tugu Jam Thamrin masih tersimpan sementara di area Silang Barat Daya Monas.
Nantinya, tugu jam tersebut akan dikembalikan ke lokasi semula dan akan tersambung dengan struktur stasiun Thamrin.
Pemindahan objek cagar budaya itu dilaksanakan pada Desember 2021. Pemindahan dibagi menjadi tiga bagian, diangkat, dan ditempatkan di area penyimpanan sementara.
Ditekankan pentingnya ketelitian dalam pemindahan, mengingat usia dari Tugu Jam Thamrin yang dibangun pada 1969 dan menjadi tugu jam pertama yang dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Terlebih, proses pengangkatannya pun tidak sembarangan. Pihaknya mengangkatnya satu per satu sesuai dengan prosedur atau tata cara yang sudah disetujui Dinas Kebudayaan DKI.
PT MRT Jakarta (Perseroda) berencana memindahkan kembali Tugu Jam Thamrin ke lokasi semula, tepatnya di perempatan antara Jalan MH. Thamrin dan Jalan Kebon Sirih pada 2026 sehubungan adanya pembangunan jalur MRT Fase 2A Bundaran HI-Kota.
Selain itu, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional Junus Satrio Atmodjo mengatakan rel trem peninggalan Belanda yang ditemukan dalam proyek pembangunan MRT Fase 2A merupakan yang tertua di Indonesia.
Puluhan artefak itu ditemukan di 14 titik penggalian sepanjang kawasan konstruksi MRT Fase 2A, yakni bawah tanah Jalan MH. Thamrin dan sebagian Jalan Medan Merdeka Barat. Ragam artefak tersebut ditemukan dengan penggalian kedalaman 100–150 sentimeter.
Kemudian, ditemukan sejumlah objek cagar budaya maupun objek yang diduga cagar budaya (OBCD) yakni Jembatan Glodok, saluran pipa air kuno Batavia (Terakota), rel trem Batavia, cerucuk kayu, Tugu Jam Thamrin, dan temuan lepas lainnya. Salah satu yang menarik yakni metode penanganan Tugu Jam Thamrin yang dilakukan.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta (Perseroda) Weni Maulina dalam diskusi "Jakarta dari Bawah Tanah" di Bentara Budaya Jakarta, mengatakan saat ini Tugu Jam Thamrin masih tersimpan sementara di area Silang Barat Daya Monas.
Nantinya, tugu jam tersebut akan dikembalikan ke lokasi semula dan akan tersambung dengan struktur stasiun Thamrin.
Pemindahan objek cagar budaya itu dilaksanakan pada Desember 2021. Pemindahan dibagi menjadi tiga bagian, diangkat, dan ditempatkan di area penyimpanan sementara.
Ditekankan pentingnya ketelitian dalam pemindahan, mengingat usia dari Tugu Jam Thamrin yang dibangun pada 1969 dan menjadi tugu jam pertama yang dibangun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Terlebih, proses pengangkatannya pun tidak sembarangan. Pihaknya mengangkatnya satu per satu sesuai dengan prosedur atau tata cara yang sudah disetujui Dinas Kebudayaan DKI.
PT MRT Jakarta (Perseroda) berencana memindahkan kembali Tugu Jam Thamrin ke lokasi semula, tepatnya di perempatan antara Jalan MH. Thamrin dan Jalan Kebon Sirih pada 2026 sehubungan adanya pembangunan jalur MRT Fase 2A Bundaran HI-Kota.
Selain itu, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional Junus Satrio Atmodjo mengatakan rel trem peninggalan Belanda yang ditemukan dalam proyek pembangunan MRT Fase 2A merupakan yang tertua di Indonesia.