Rupiah melemah ke Rp13.529

id rupiah, mata uang, nilai tukar, bank, indonesia, Nilai tukar rupiah, The Fed,Bank Sentral AS, Kepala Riset Monex Investindo Futures

Rupiah melemah ke Rp13.529

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa pagi, bergerak melemah sebesar 24 poin menjadi Rp13.529 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.505 per dolar Amerika Serikat (AS).

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Selasa mengatakan bahwa sentimen aset mata uang di negara berkembang cenderung memudar seiring fokus pasar tertuju pada pemilihan Ketua Bank Sentral AS (The Fed) yang baru.

"Investor menunggu komentar dari sejumlah pembicara The Fed, termasuk ketua The Fed saat ini dan calon ketua yang baru," kata Ariston.

Ia menambahkan bahwa pelaku pasar uang juga sedang mengantisipasi peluang kenaikan suku bunga AS pada Desember nanti. Mengacu pada risalah pertemuan Bank Sentral AS atau The Fed sebelumnya, kemungkinan dalam waktu dekat suku bunga Fed akan naik.

"Namun, masih adanya kekhawatiran atas inflasi Amerika Serikat yang rendah memberi isyarat kenaikan suku bunga dapat menjadi lebih moderat. Situasi itu membuat investor cenderung mengambil posisi 'wait and see'," katanya.

Di sisi lain, lanjut dia, harga minyak mentah yang terdepresiasi turut mempengaruhi pergerakan mata uang berbasis komoditas, seperti rupiah.

Terpantau, harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Selasa (28/11) pagi ini bergerak melemah 0,64 persen ke posisi 57,74 dolar AS per barel, sementara minyak mentah jenis Brent Crude turun 0,28 persen menjadi 63,66 dolar AS per barel.

Sementara itu,ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menambahkan bahwa sektor perumahan Amerika Serikat cenderung mengalami perbaikan. Penjualan rumah merupakan salah satu indikator ekonomi.

"Penjualan rumah juga menjadi salah satu variable dalam Leading Economic Indicators (LEI) Amerika Serikat yang bisa menjadi sinyal ekonomi AS dalam enam hingga semblan bulan mendatang. Kemungkinan LEI akan semakin kuat ditambah rencana kebijakan pemangkasan pajak," kata Lana.