Jakarta (Antarasumsel.com) - Kualitas udara Jabodetabek, berdasarkan
pantauan Greenpeace Indonesia di 19 titik periode Februari-Maret,
menunjukkan angka di atas ambang batas standar nasional maupun
internasional.
Salah satu polutan berbahaya,
Particulate Matter (PM) 2,5, partikel halus berukuran lebih kecil dari
2,5 mikrogram ditemukan di sebagian besar lokasi pemantuan dengan angka
melampaui standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)dan Baku Mutu Udara
Ambien Nasional.
Mengenakan masker, demi
melindungi diri dari kualitas udara yang buruk, menurut Juru Kampanye
Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, belum menyentuh
permasalahan.
“Kalau mulai mengutamakan pakai
masker yang proper, berarti kita nggak mengatasi sumber masalah,” kata
Bondan saat paparan di Jakarta, Selasa.
Masker
harian berwarna hijau, yang kerap dikenakan warga ibu kota, menurut
Greenpeace belum efektif menangkal polusi PM 2,5 karena partikelnya
sangat halus, bahkan hampir berupa gas karena sangat ringan.
Masker
N95, masker putih yang memiliki penyaring di bagian depan, atau dikenal
sebagai respiratory mask, dinilai lebih efektif, tapi berharga lebih
mahal dari masker biasa.
Bondan mengatakan,
pola pikir mengenakan masker untuk mengatasi polusi sebaiknya diubah,
yaitu bagaimana menghilangkan sumber polutan.
“Sumber
pembakaran yang harus dihindari, misalnya aktivitas membakar sampah,
menggunakan kendaraan pribadi, atau menggunakan energi kotor batu bara,”
kata Bondan.
Pantuan Greenpeace Indonesia di
Jabodetabek menunjukkan Cibubur adalah tempat yang paling tinggi tingkat
PM 2,5, yaitu 225 mikrogram per meter kubik dalam 24 jam. Standar WHO
untuk PM 2,5 sebesar 25 mikrogram per meter kubik dalam 24 jam
semenetara standar nasional sebesar 65 mikrogram.
Setelah
Cibubur, diikuti Warung Buncit, Gandul (Depok) dan Jatibening (Bekasi)
berturut-turut di angka 134 mikrogram/meter kubik, 132 mikrogram/meter
kubik dan 105 mikrogram/meter kubik.
Hanya tiga
titik yang memenuhi Baku Mutu Udara Ambien Nasional, yaitu Setiabudi
(60 mikrogram/meter kubik), Permata Hijau (58 mikrogram/meter kubik) dan
Utan Kayu (65 mikrogram/meter kubik).
Polusi udara berbahaya bagi kesehatan terutama kelompok rentan seperti bayi, anak-anak, ibu hamil dan lanjut usia.
Penyakit
yang dapat terjadi akibat PM 2,5 yang tinggi ini antara lain stroke,
penyakit jantung, infeksi saluran pernapasan, kanker dan penyakit paru
kronis.
Sumber polusi, selain pembakaran bahan
bakar fosil dari kendaraan juga dapat berasal dari sumber yang tidak
bergerak seperti pabrik yang menggunakan batu bara dan pembangkit
listrik.
Menurut Greenpeace Indonesia, langkah
nyata yang dapat dilakukan bersama dengan pemerintah adalah dengan
memantau kualitas udara secara memadai, menyusun dan melaksanakan
(dengan terget dan tahapan yang jelas) untuk mencapai kualitas udara
minimal Baku Mutu Udara Ambien Nasional lalu standar WHO serta perubahan
penggunaan dari energi fosil ke energi bersih, terutama untuk sektor
transportasi dan pembangkit listrik.