Jakarta (ANTARA) - Pelatih Manchester City Josep "Pep" Guardiola mengatakan, empat kekalahan beruntun klub berjuluk "The Citizens" di semua kompetisi menjadi alasan dirinya memutuskan untuk memperpanjang kontrak di sana selama dua tahun hingga 2027.
"Saya merasa saya tidak bisa pergi sekarang. Sesederhana itu. Jangan tanya kenapa, mungkin karena empat kekalahan itu. Saya merasa klub masih membutuhkan saya," ujar Guardiola, dikutip dari laman web Manchester City di Jakarta, Jumat.
Sebelum jeda internasional pada November 2024, Manchester City takluk empat kali secara beruntun pada empat laga terakhirnya yakni dari kandas 1-2 dari Totenham Hotspur di Piala Liga, 1-2 dari Bournemouth di Liga Inggris, 1-4 dari Sporting CP di Liga Champions UEFA dan 1-2 Brighton and Hove Albion di Liga Inggris.
Guardiola, juru taktik tersukses Manchester City dengan koleksi enam gelar juara Liga Inggris, menyebut dirinya begitu mencintai klub yang sudah berdiri sejak tahun 1880 itu.
Perasaan tersebut membuatnya yakin untuk bertahan, meski rumor yang menyatakan dirinya akan hengkang dari City setelah kontraknya habis tahun 2025 berembus kencang.
"Saya menikmati berada di sini. Saya menyukai pekerjaan saya sebagai manajer klub ini," tutur pria berusia 53 tahun itu.
Mereka hadir difasilitasi oleh Global Alliance for Green and Gender Action (GAGGA), sebuah lembaga internasional yang berkedudukan di Belanda, di mana keduanya dinilai sebagai generasi muda yang mampu melakukan aktivitas berharga hingga bagian dari aksi penanganan perubahan iklim.
"Dalam waktu bersamaan, kami merasa kurang beruntung dan prihatin dimana semakin dalam kami mengetahui apa itu krisis iklim, semakin kehilangan waktu untuk menikmati usia muda sebagaimana pemuda pada umunya,” kata A’yun dalam pertemuan itu.
Mereka melihat situasi begitu menyedihkan ada jutaan pemuda seusia mereka belum memiliki pengetahuan yang benar dan cukup tentang bahaya perubahan iklim. Aktivitas diskusi, seni dan budaya, serta berbagai aktivitas yang menjelaskan tentang bahaya perubahan iklim masih sangat terbatas.
"Kepulauan Indonesia terlalu luas. Ancaman bencana akibat perubahan iklim begitu nyata dan jauh lebih cepat dibandingkan dengan jumlah pemuda yang berpengetahuan mengenai ini, menyadari bahaya dan apa yang bisa dilakukan," kata A'yun.
Sementara itu Nasywa mengaku bangga terlibat langsung waktu demi waktu dalam pembahasan ini, yang resolusinya ditunggu dan berpengaruh pada seluruh masyarakat dunia dan kami bangga menjadi bagian dari sejarah yang hanya segelintir pemuda seusia kami yang memiliki kesempatan ini.
Dia sendiri merupakan salah satu pemuda yang hadir dalam COP-28 di Dubai Tahun lalu. Ketika itu dia menyoroti tentang pengalaman masa kecilnya diselimuti bencana asap akibat bencana kebakaran hutan dan lahan, sebagai bagian dari akibat perubahan iklim.*
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dua siswi SMA Tebo Jambi ikut KTT internasional perubahan iklim