Palembang (ANTARA) -
Kolegium Jurist Institute (KJ Institute) mengkaji putusan Mahkamah Agung (MA) terkait batas wilayah Musi Banyuasin- Musi Rawas Utara untuk memperkuat hubungan adat warga tanpa permasalahan. 
 
Pengkajian itu dikemas sebagai diskusi publik dan dilaksanakan di Palembang, Rabu, menghadirkan empat tokoh akademisi atau guru besar yang menjadi pemateri yakni Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Faisal Santiago, S.H., M.M., Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara, S.H., M.H., dan Prof. Dr. Febrian, S.H., M.S. 
 
Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, mengatakan bahwa bahwa polemik ini terjadi ada karena perubahan cakupan wilayah Kabupaten Musi Banyuasin yang pelaksanaan perubahannya tidak melibatkan pihak terdampak tidak adanya kepastian hukum, dan tidak melaksanakan asas lex superior derogate legi inferiori.
 
Ia menyebutkan setidaknya terdapat dua isu hukum yang diakibatkan dari Permendagri No. 76 Tahun 2014.
 
“Pertama adanya perubahan titik koordinat 17 sampai dengan 28 dan hilangnya pilar batas utama 01 sampai dengan 10 yang berdampak berkurangnya cakupan wilayah Musi Banyuasin, penetapan titik koordinat harus mendapatkan persetujuan, usulan perubahan tidak melibatkan pihak terdampak, penetapan perubahan dilakukan dalam masa demisioner, dan perubahan berdampak kepada berbagai izin usaha yang telah ada,” katanya. 
 
Menurut pandangan nya, permasalahan batas wilayah itu memerlukan komunikasi politik dengan kemauan yang besar serta sosok yang dapat melakukan nya ialah putra daerah Sumsel yang memiliki power untuk membangun komunikasi tersebut. Sehingga permasalahan bisa terselesaikan, meskipun tentu membutuhkan waktu yang panjang. 
 
Permasalahan batas wilayah itu sudah berlangsung sejak sekitar tahun 2015 dan beberapa komunikasi politik yang dibangun namun tidak berjalan maksimal, oleh karena itu perlu komunikasi politik dengan melibatkan sosok dimaksud agar bisa terselesaikan permasalahan. 
 
Sementara Direktur Eksekutif KJ Institute Dr. Ahmad Redi menjelaskan bahwa tujuan utama diskusi publik sebagai sebagai bentuk respon atas terjadinya polemik batas wilayah antara Kabupaten Musi Banyuasin dengan Kabupaten Musi Rawas Utara 
Provinsi Sumatera Selatan, pasca terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 76 Tahun 2014 tentang batas daerah Kabupaten Musi Banyuasin dengan Kabupaten Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan 
 
“Diharapkan dengan adanya diskusi publik ini dapat pengaturan dan pengelolaan batas daerah, juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang konstruktif untuk penyelesaian masalah terkait serta perbaikan kebijakan di masa  depan," katanya. 

Pewarta : M. Imam Pramana
Editor : Syarif Abdullah
Copyright © ANTARA 2024