Jakarta (ANTARA) - Plt Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Titi Eko Rahayu mengatakan masih minimnya partisipasi politik perempuan maju dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi keprihatinan yang mendalam sebab mengecilkan kekuatan perempuan dalam bidang politik.
"Perempuan yang maju dalam bursa pilkada, masih banyak yang dipertanyakan kemampuannya. Selain itu, perempuan juga masih saja mendapat stereotip sebagai orang yang tak pantas memimpin," kata Titi Eko Rahayu dalam keterangan, di Jakarta, Jumat.
Pihaknya mengatakan kondisi ini diperburuk dengan karakteristik sistem politik Indonesia didominasi budaya patriarki, yang memandang perempuan sebagai sosok lemah dan tidak bermanfaat.
Padahal kehadiran perempuan di bidang politik sangat penting untuk pengambilan keputusan dan kebijakan berperspektif gender.
"Hal-hal inilah yang menyebabkan perempuan menjadi enggan untuk berbicara terbuka, malu, tidak percaya diri jika berkiprah pada bidang politik," kata Titi Eko Rahayu.
Titi Eko Rahayu mengatakan ada berbagai tantangan yang masih harus dihadapi perempuan dalam kontestasi pilkada, di antaranya kekerasan perempuan dalam pemilu, baik kekerasan fisik maupun psikis, kemudian belum adanya standar atau proses rekrutmen khusus bagi kandidat perempuan, serta belum ada partai yang mengatur program tindakan afirmatif untuk mempromosikan kandidat perempuan.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk para perempuan calon kepala daerah (cakada) memiliki pemahaman gender dan memerhatikan isu gender dalam kampanye Pilkada, di samping memahami isu aktual daerah dan tugas fungsi calon kepala daerah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KemenPPPA sebut partisipasi perempuan yang maju Pilkada masih minim
"Perempuan yang maju dalam bursa pilkada, masih banyak yang dipertanyakan kemampuannya. Selain itu, perempuan juga masih saja mendapat stereotip sebagai orang yang tak pantas memimpin," kata Titi Eko Rahayu dalam keterangan, di Jakarta, Jumat.
Pihaknya mengatakan kondisi ini diperburuk dengan karakteristik sistem politik Indonesia didominasi budaya patriarki, yang memandang perempuan sebagai sosok lemah dan tidak bermanfaat.
Padahal kehadiran perempuan di bidang politik sangat penting untuk pengambilan keputusan dan kebijakan berperspektif gender.
"Hal-hal inilah yang menyebabkan perempuan menjadi enggan untuk berbicara terbuka, malu, tidak percaya diri jika berkiprah pada bidang politik," kata Titi Eko Rahayu.
Titi Eko Rahayu mengatakan ada berbagai tantangan yang masih harus dihadapi perempuan dalam kontestasi pilkada, di antaranya kekerasan perempuan dalam pemilu, baik kekerasan fisik maupun psikis, kemudian belum adanya standar atau proses rekrutmen khusus bagi kandidat perempuan, serta belum ada partai yang mengatur program tindakan afirmatif untuk mempromosikan kandidat perempuan.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk para perempuan calon kepala daerah (cakada) memiliki pemahaman gender dan memerhatikan isu gender dalam kampanye Pilkada, di samping memahami isu aktual daerah dan tugas fungsi calon kepala daerah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KemenPPPA sebut partisipasi perempuan yang maju Pilkada masih minim