Palembang (ANTARA) - Dinas Penanaman Modal Terpada Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Sumatera Selatan menyebutkan progres pembangunan pabrik Crude Coconut Oil (CCO) di Desa Muara Sungsang II, Kabupaten Banyuasin sedang memasuki tahapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Kabid Promosi PM DPMPTSP Sumsel Rahmat Fitriansyah di Palembang, Rabu, mengatakan Saat ini progres rencana itu masih dalam proses perizinan analisis dampak lingkungan (Amdal) serta kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau KKPR.
“Untuk pembangunan pabrik ini masih belum berjalan, akan tetapi sudah mulai proses pengurusan izin lingkungan, kesesuaian RTRW,” katanya.
Ia menjelaskan rencana pembangunan pabrik pengolahan komoditas kelapa menjadi sustainable aviation fuel (SAF) atau bioavtur itu bekerja sama dengan Green Power Development Corporation of Japan (GPDJ).
Untuk rencana nilai investasi Jepang dalam pembangunan pabrik CCO itu senilai Rp200 miliar sampai Rp300 miliar, dengan skala produksi CCO diperkirakan mencapai 100 ton sampai 120 ton per hari dan omset sebesar Rp660 miliar per tahun.
Namun, besaran itu belum pasti lantaran pihak investor masih terus melakukan kajian untuk hilirisasi ke produk lainnya seperti santan, air kelapa kemasan, hingga pabrik arang dari sabut dan tempurung kelapa.
“Jumlah investasi masih belum fix karena mereka masih melakukan kajian lagi. Tapi untuk saat ini akan fokus ke satu item pabrik CCO terlebih dahulu,” jelasnya.
Selain itu , ia mengatakan akselerasi proyek ini masih menemui hambatan dan tantangan di lapangan salah satunya jalan menuju lokasi pabrik yang masih sulit dilalui. Oleh karena itu, pemerintah provinsi dan juga pemerintah daerah diharapkan memberikan atensi dan bantuan agar akses ke lokasi dapat diperbaiki.
“Kemarin itu pihak pemerintah provinsi sudah menyetujui untuk akses jalan dibantu sekitar 4,5 kilometer dari ujung jalan,” kata Rahmat.
Kabid Promosi PM DPMPTSP Sumsel Rahmat Fitriansyah di Palembang, Rabu, mengatakan Saat ini progres rencana itu masih dalam proses perizinan analisis dampak lingkungan (Amdal) serta kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau KKPR.
“Untuk pembangunan pabrik ini masih belum berjalan, akan tetapi sudah mulai proses pengurusan izin lingkungan, kesesuaian RTRW,” katanya.
Ia menjelaskan rencana pembangunan pabrik pengolahan komoditas kelapa menjadi sustainable aviation fuel (SAF) atau bioavtur itu bekerja sama dengan Green Power Development Corporation of Japan (GPDJ).
Untuk rencana nilai investasi Jepang dalam pembangunan pabrik CCO itu senilai Rp200 miliar sampai Rp300 miliar, dengan skala produksi CCO diperkirakan mencapai 100 ton sampai 120 ton per hari dan omset sebesar Rp660 miliar per tahun.
Namun, besaran itu belum pasti lantaran pihak investor masih terus melakukan kajian untuk hilirisasi ke produk lainnya seperti santan, air kelapa kemasan, hingga pabrik arang dari sabut dan tempurung kelapa.
“Jumlah investasi masih belum fix karena mereka masih melakukan kajian lagi. Tapi untuk saat ini akan fokus ke satu item pabrik CCO terlebih dahulu,” jelasnya.
Selain itu , ia mengatakan akselerasi proyek ini masih menemui hambatan dan tantangan di lapangan salah satunya jalan menuju lokasi pabrik yang masih sulit dilalui. Oleh karena itu, pemerintah provinsi dan juga pemerintah daerah diharapkan memberikan atensi dan bantuan agar akses ke lokasi dapat diperbaiki.
“Kemarin itu pihak pemerintah provinsi sudah menyetujui untuk akses jalan dibantu sekitar 4,5 kilometer dari ujung jalan,” kata Rahmat.