Semarang (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang Ghulam Manar berpendapat koalisi yang terjadi pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 di tingkat nasional bisa saja berbeda dengan koalisi pada pemilihan kepala daerah.
"Berbicara politik, koalisi itu tidak permanen. Tidak ada jaminan di pilpres kemudian (sama) dengan pilkada, termasuk untuk Jateng maupun Kota Semarang," katanya di Semarang, Sabtu.
Menurut dia, Jateng selama ini dikenal sebagai basis massa PDI Perjuangan sehingga kerap disebut dengan "kandang banteng" yang sejauh ini masih cukup kuat, meski calon presidennya dan wakil presidennya kalah pada Pilpres 2024.
Sebab, kata dia, perolehan suara PDIP pada Pemilu 2024 masih cukup tinggi, meski turun dan berpeluang untuk mengusung pasangan calon sendiri pada Pilkada Jateng karena telah melampaui syarat minimal 20 persen atau 24 kursi.
Karena itu, ia memperkirakan bahwa Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terjadi di tingkat pusat pada Pilpres atau Pemilu 2024 tidak akan terjadi di Jateng karena situasi dan peta politiknya berbeda.
Koalisi Indonesia Maju (KIM) adalah gabungan Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora Indonesia, PSI, Partai Garuda, dan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
"Kalau di level lokal, masyarakat merasakan langsung kinerja kepala daerahnya, baik gubernur, apalagi wali kota dan bupati. Karena itu, koalisi pada Pilpres 2024 tidak akan terjadi di Jateng," katanya.
Meski demikian, kata Ghulam, dinamika politik bisa saja berubah, apalagi sampai saat ini semua parpol masih wait and see atau saling melihat dan menunggu menghadapi kontestasi pilkada di Jateng.
Sementara itu, Ketua Desk Pilkada DPC Partai Gerindra Kota Semarang Joko Santoso mengatakan bahwa peta koalisi di pusat bisa saja berbeda dengan di daerah bergantung dinamika yang terjadi.
Apalagi, Gerindra juga memasukkan nama Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu yang merupakan kader PDIP sebagai salah satu calon potensial yang diundang dalam penjaringan oleh partai itu.
"Kami itu ada rencana, termasuk Mbak Ita (Hevearita) akan diundang. Komunikasi politik, kami tidak melihat partai besar atau kecil. Semua berpotensi untuk bisa kami gandeng," katanya.
Untuk KIM di pusat, diakuinya tetap akan menjadi acuan bagi Gerindra karena terbukti bisa memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024, tetapi bisa saja berbeda.
"Paling tidak kemarin sudah punya pengalaman di KIM bisa memenangkan Pak Prabowo dan Mas Gibran. Ini paling tidak menjadi modal awal. Syukur-syukur (parpol, red.) bisa nambah," katanya.
"Berbicara politik, koalisi itu tidak permanen. Tidak ada jaminan di pilpres kemudian (sama) dengan pilkada, termasuk untuk Jateng maupun Kota Semarang," katanya di Semarang, Sabtu.
Menurut dia, Jateng selama ini dikenal sebagai basis massa PDI Perjuangan sehingga kerap disebut dengan "kandang banteng" yang sejauh ini masih cukup kuat, meski calon presidennya dan wakil presidennya kalah pada Pilpres 2024.
Sebab, kata dia, perolehan suara PDIP pada Pemilu 2024 masih cukup tinggi, meski turun dan berpeluang untuk mengusung pasangan calon sendiri pada Pilkada Jateng karena telah melampaui syarat minimal 20 persen atau 24 kursi.
Karena itu, ia memperkirakan bahwa Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terjadi di tingkat pusat pada Pilpres atau Pemilu 2024 tidak akan terjadi di Jateng karena situasi dan peta politiknya berbeda.
Koalisi Indonesia Maju (KIM) adalah gabungan Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora Indonesia, PSI, Partai Garuda, dan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
"Kalau di level lokal, masyarakat merasakan langsung kinerja kepala daerahnya, baik gubernur, apalagi wali kota dan bupati. Karena itu, koalisi pada Pilpres 2024 tidak akan terjadi di Jateng," katanya.
Meski demikian, kata Ghulam, dinamika politik bisa saja berubah, apalagi sampai saat ini semua parpol masih wait and see atau saling melihat dan menunggu menghadapi kontestasi pilkada di Jateng.
Sementara itu, Ketua Desk Pilkada DPC Partai Gerindra Kota Semarang Joko Santoso mengatakan bahwa peta koalisi di pusat bisa saja berbeda dengan di daerah bergantung dinamika yang terjadi.
Apalagi, Gerindra juga memasukkan nama Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu yang merupakan kader PDIP sebagai salah satu calon potensial yang diundang dalam penjaringan oleh partai itu.
"Kami itu ada rencana, termasuk Mbak Ita (Hevearita) akan diundang. Komunikasi politik, kami tidak melihat partai besar atau kecil. Semua berpotensi untuk bisa kami gandeng," katanya.
Untuk KIM di pusat, diakuinya tetap akan menjadi acuan bagi Gerindra karena terbukti bisa memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024, tetapi bisa saja berbeda.
"Paling tidak kemarin sudah punya pengalaman di KIM bisa memenangkan Pak Prabowo dan Mas Gibran. Ini paling tidak menjadi modal awal. Syukur-syukur (parpol, red.) bisa nambah," katanya.