Jakarta (ANTARA) -
Berkembangnya industri perfilman Indonesia mendorong para sineas untuk berlomba mengikutsertakan filmnya ke dalam ajang festival dan menggaungkan keindahan Indonesia melalui film yang diangkatnya.
Dari usaha ini pun menghasilkan banyak karya terbaik yang di apresiasi oleh internasional dan memenangkan penghargaan bergengsi di beberapa kompetisi.
Berikut rangkuman film Indonesia yang berhasil berjaya di penghargaan film festival internasional.
1. Jiwa Jagad Jawi
Tangkapan layar film "Jiwa Jagad Jawi" (ANTARA/Fitra Ashari)
Film “Jiwa Jagad Jawi” meraih Gold Award pada International Tourism Film Festival Africa 2023 (ITFFA). Film “Jiwa Jagad Jawi”, yang diproduksi oleh Wonderful Indonesia dan disutradarai oleh Ivan Handoyo, berhasil meraih penghargaan Gold Award kategori Tujuan Wisata - Regional, Internasional. Film itu menceritakan tahapan kehidupan yang tergambar pada relief Candi Borobudur sebagai kitab universal kehidupan manusia.
International Tourism Film Festival Africa merupakan salah satu ajang penghargaan perfilman mengenai pentingnya promosi pariwisata, baik di Afrika maupun di seluruh dunia. Sebanyak 378 film dari 59 negara berkompetisi untuk memperebutkan penghargaan Gold Award tersebut.
Tidak hanya di Afrika, film ini juga sukses menyabet penghargaan di festival film di Jepang.
2. Sri Asih
Tangkapan layar film "Sri Asih" (ANTARA/Fitra Ashari)
Film pahlawan super dari Indonesia “Sri Asih” berhasil meraih penghargaan Next Wave Features di festival film Fantastic Fest 2023 yang berlangsung pada 21-28 September di Austin, Texas, Amerika Serikat.
Film “Sri Asih” merupakan bagian dari Jagat Sinema Bumilangit (Bumilangit Cinematic Universe/BCU) dan menjadi pembuka alur bagi film-film BCU. Film “Sri Asih” berkisah tentang Alana, seorang anak yatim piatu yang diadopsi dan mulai membangun kariernya sebagai petarung profesional MMA. Kehebatan Alana menarik perhatian Mateo Adinegara, putra tunggal dari seorang pebisnis kaya yang tertantang untuk melawan Alana yang tidak pernah kalah. Namun, ketika dikalahakan Alana, Mateo menjadi emosi dan langsung menyerang klub Alana.
Film pahlawan super bergenre aksi dan fiksi ilmiah ini dibintangi oleh Pevita Pearce, Reza Rahadian, Christine Hakim, Jefri Nichol, Dimas Anggara, Surya Saputra, Jenny Zhang, dan Randy Pangalila. Diproduksi oleh Screenplay Bumilangit, film itu juga melibatkan Upi sebagai sutradara dan penulis, Joko Anwar sebagai ko-penulis bersama Upi, dan Iko Uwais bersama Uwais Team untuk melatih Pevita Pearce membawakan adegan laga dalam film tersebut.
Tangkapan layar film "Otentik itu Perlu Waktu" (ANTARA/Fitra Ashari)
Pada bulan Maret 2023, Indonesia mengirimkan dua film terbaiknya ke dalam Festival Film Pariwisata Dunia Jepang (JWTFF) di Kuil Shinto Izukande Shrine, Danau Biwa, Jepang. Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengirimkan dua film pariwisata untuk berkompetisi pada JWTFF yaitu "Jiwa Jagad Jawi" dan "Otentik itu Perlu Waktu".
Film pahlawan super bergenre aksi dan fiksi ilmiah ini dibintangi oleh Pevita Pearce, Reza Rahadian, Christine Hakim, Jefri Nichol, Dimas Anggara, Surya Saputra, Jenny Zhang, dan Randy Pangalila. Diproduksi oleh Screenplay Bumilangit, film itu juga melibatkan Upi sebagai sutradara dan penulis, Joko Anwar sebagai ko-penulis bersama Upi, dan Iko Uwais bersama Uwais Team untuk melatih Pevita Pearce membawakan adegan laga dalam film tersebut.
3. Otentik itu Perlu Waktu
Pada bulan Maret 2023, Indonesia mengirimkan dua film terbaiknya ke dalam Festival Film Pariwisata Dunia Jepang (JWTFF) di Kuil Shinto Izukande Shrine, Danau Biwa, Jepang. Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengirimkan dua film pariwisata untuk berkompetisi pada JWTFF yaitu "Jiwa Jagad Jawi" dan "Otentik itu Perlu Waktu".
Untuk film "Otentik itu Perlu Waktu" meraih Silver Prize untuk Tourism Products, sementara "Jiwa Jagad Jawi" lagi-lagi meraih penghargaan yaitu Gold Prize Tourism Destination Country dan Asian Competition serta penghargaan tertinggi International Grand Prix.
Film "Otentik itu Perku Waktu" menceritakan bagaimana proses pengerjaan produk lokal dan bagaimana pengaruhnya terhadap kualitas produk itu sendiri, seiring dengan banyaknya disrupsi dari produk-produk impor yang berkembang pesat, seperti fast food, fast fashion, yang tidak memiliki kekhasannya dan cepat berubah.
Lomba film dengan kategori kompetisi Jepang, Kompetisi internasional dan Grand Prix yang diikuti 1.286 film dari 105 negara dan berbagai wilayah di Jepang yang dinilai oleh sembilan juri dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang diadakan JWTFF bekerja sama dengan Universitas Wakayama dan Komite Internasional Festival Film Pariwisata (CIFFT).
4. Three Faces in The Land of Sharia
Tangkapan layar film "Three Faces in the Land of Sharia" (ANTARA/Fitra Ashari)
Film dokumenter berjudul Three Faces in The Land of Sharia karya Jurnalis Kompas TV asal Aceh Davi Abdullah yang berhasil masuk nominasi Cannes World Film Festival edisi Januari 2023.
Film dokumenter berjudul Three Faces in The Land of Sharia tersebut masuk dalam nominasi kategori film hak asasi manusia terbaik pada Cannes World Film Festival edisi Januari 2023.
Film yang disutradarai Davi Abdullah dan diproduseri Masridho Rambe itu sendiri bercerita tentang kondisi Aceh dalam penerapan syariat Islam dengan lama produksi mencapai sekitar lima tahun.
5. Basri & Salma in a Never-Ending Comedy
Tangkapan layar film "Basri & Salma in a Never-Ending Comedy" (ANTARA/Fitra Ashari)
Film pendek karya sineas Makassar bertajuk “Basri & Salma in a Never-Ending Comedy” menjadi film Indonesia pertama yang berkompetisi pada ajang bergengsi film internasional tahunan yang diselenggarakan di Cannes, Prancis Festival Film Cannes 2023 , yang diselenggarakan pada bulan Mei 2023, sekaligus menjadi satu-satunya perwakilan dari Asia.
Film besutan sutradara Khozy Rizal dan produser John Badalu yang berasal dari Makassar itu menjadi salah satu dari sebelas film yang akan memperebutkan penghargaan Short Film Palme d'Or.
Film pendek yang berdurasi 15 menit itu mengisahkan sepasang suami istri yaitu Basri (Arham Rizky Saputra) dan Salma (Rezky Chiki) yang bekerja bersama sebagai tukang odong-odong. Meskipun telah menikah selama lima tahun namun mereka belum dikaruniai anak.
Film tersebut merupakan karya Khozy yang ketiga setelah sebelumnya merilis film berjudul “Makassar is a City for Football Fans” (2021) dan Ride to Nowhere (2022).