Jakarta (ANTARA) - Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan sentimen penggerak rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih soal ekspektasi pasar mengenai kebijakan suku bunga acuan AS ke depan.

“Dari notulen rapat terakhir, The Fed (Federal Reserve) terindikasi tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga karena The Fed membutuhkan data terbaru yang menunjukkan bahwa inflasi AS sulit turun. The Fed juga belum membuka kemungkinan pemangkasan karena inflasi AS masih belum turun mencapai target dua persen,” ungkap dia ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Jika mengikuti perkembangan semalam, dolar AS mengalami penguatan terhadap mata uang dunia dan berpotensi menguat terhadap nilai tukar di pasar Asia dan emerging market termasuk rupiah.

“Indeks dollar AS menguat ke area 103,80 lagi malam ini setelah sempat melemah ke kisaran 103,59 di pasar Asia tadi,” katanya.

Di sisi lain, survei CME FedWatch Tool menunjukkan ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan AS yang berkembang karena pasar melihat inflasi AS menurun kendati belum mencapai target. Hal ini dinilai dapat mendorong pelemahan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.

Meninjau dari hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI), keputusan suku bunga yang dipertahankan tidak mempengaruhi pasar mengingat sesuai dengan ekspektasi. Namun, pernyataan soal inflasi yang rendah dan terkendali berpotensi memberikan sentimen positif untuk rupiah.

“Dengan dua sentimen yang bertolak belakang ini, pergerakan rupiah versus dolar AS mungkin bisa seperti hari ini, rupiah melemah lalu menguat. Potensi pelemahan ke arah Rp15.600, sementara potensi penguatan ke area Rp15.500,” ucap Ariston

Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi melemah sebesar 10 poin atau 0,06 persen menjadi Rp15.563 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.553 per dolar AS.


Pewarta : M Baqir Idrus Alatas
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024