Garut (ANTARA) - Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memberikan catatan bahwa sejumlah lokasi di Kecamatan Pasirwangi dan Samarang, Kabupaten Garut, merupakan lintasan aktivitas Sesar Garsela, yakni sesar aktif di wilayah Jawa Barat bagian selatan, sehingga harus diwaspadai karena dampaknya bisa merusak.
Sesar Garsela atau Sesar Garut Selatan merupakan salah satu sesar aktif yang ada di wilayah Jawa Barat bagian selatan. Sesar ini memanjang dari selatan Garut hingga ke selatan Bandung sekitar 42 kilometer. Pada sesar ini terdapat dua segmen yaitu segmen Rakutai (utara) sepanjang 19 kilometer dan segmen Kencana (selatan) sepanjang 17 kilometer. Segmen Rakutai dan segmen Kencana pada sesar Garsela sama-sama aktif.
Gempa akibat aktivitas sesar Garsela sudah lama menjadi kajian dari PVMBG dan beberapa kali juga memberikan peringatan bahwa Sesar Garsela mengancam terjadinya kegempaan di wilayah Garut, sehingga harus menjadi perhatian pemerintah maupun masyarakat setempat.
Gempa yang ditimbulkan selama ini tidak terlalu besar di bawah Magnitudo 5,0. Namun demikian, dampaknya yang merusak, seperti gempa bumi berkekuatan Magnitudo 4,3 yang terjadi pada Rabu (1/2/2023) malam yang merusak banyak rumah warga di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi.
"Satu hal yang patut diwaspadai bahwa meskipun magnitudonya kecil, tetapi karena sangat dangkal maka dapat merusak. Banyak kasus gempa kekuatan di bawah 5,0 dan menimbulkan kerusakan," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono.
Selain Daryono, pernyataan potensi ancaman gempa Sesar Garsela juga pernah disampaikan juga oleh Penyelidik Bumi Madya, PVMBG Badan Geologi, Kementerian ESDM, Supartoyo saat kunjungannya ke Garut untuk membahas masalah Sesar Garsela dengan Pemerintah Kabupaten Garut, pada 5 Desember 2022.
Tim dari PVMBG sudah intens memperhatikan potensi bahaya gempa bumi di jalur Sesar Garsela, bahkan jauh sebelum kejadian gempa bumi pada Februari 2023.
Supartoyo mengungkapkan bahwa Garut memiliki dua sumber gempa bumi yakni di laut yang berasosiasi dengan zona subduksi atau salah satu sumber gempa bumi utama di Indonesia yang disebut dengan zona penunjaman. Kedua, potensi gempa dari patahan aktif di darat yang disebut dengan Sesar Garsela.
Wilayah selatan Garut terdapat zona subduksi yang saat ini sedang cukup aktif, yang dibuktikan dengan adanya gempa pada 12 November 2022, kemudian terulang kembali pada 3 Desember 2022 yang mengakibatkan beberapa bangunan rusak ringan.
Tidak lama dari kunjungan tim PVMBG ke Garut, pada 1 Februari 2023 gempa akibat aktivitas Sesar Garsela kembali terjadi dengan kekuatan Magnitudo 4,3. Gempa ini menyebabkan kerusakan 511 rumah warga, serta fasilitas umum seperti masjid dan sekolah di Kecamatan Samarang, dan Pasirwangi.
Setelah kejadian gempa tersebut, Supartoyo bersama timnya melakukan kajian dan analisa dengan turun langsung ke daerah yang terdampak bencana gempa, maupun meneliti lebih lanjut kondisi tanah dan bangunan rumah warga yang rusak akibat gempa di Pasirwangi dan Samarang.
Hasil pemeriksaan kerusakan akibat gempa bumi di kawasan Samarang dan Pasirwangi itu bukan hanya terjadi oleh gempa, melainkan ada peran topografi yaitu kawasan yang berbukit, di lokasi ditemukan adanya retakan tanah mengarah ke lereng yang terindikasi akan terjadi gerakan tanah di kemudian hari.
"Saya saksikan juga di Pasirwangi terdapat ada retakan tanah yang mengarah ke lereng, dan itu mengindikasikan akan terjadinya gerakan tanah, ini juga perlu diwaspadai ke depannya," katanya.
Rekomendasi PVMBG
Berdasarkan hasil kajian di lapangan, Tim PVMBG menyampaikan tiga rekomendasi yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Garut untuk menghindari risiko besar dari kejadian serupa di masa yang akan datang.
Supartoyo di sela-sela kegiatan penyelidikannya di lokasi terdampak gempa di Desa Cisarua, Kecamatan Samarang menyampaikan tiga rekomendasi itu, yakni tentang mitigasi bencana, melakukan pengaturan tata ruang, dan pembentukan peraturan daerah tentang pengaturan aktivitas masyarakat di daerah rawan gempa.
Tiga rekomendasi itu untuk mewaspadai dari ancaman bencana gempa bumi di daerah aktivitas Gempa Sesar Garsela, khususnya di daerah Samarang dan Pasirwangi.
Menurut Tim PVMBG, mitigasi harus dilakukan secara struktural dan nonstruktural, yaitu dengan menentukan tempat dan jalur evakuasi agar masyarakat bisa melindungi diri dan melakukan tindakan cepat dalam penyelamatan diri apabila terjadi gempa.
Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana diupayakan tidak sampai kebingungan harus menyelamatkan diri ke mana, ke tempat seperti apa agar dirinya bisa selamat ketika terjadi gempa mengguncang daerahnya.
Selanjutnya rekomendasi tentang pengaturan tata ruang, yaitu bagaimana pemerintah daerah mengatur pemukiman warga di kawasan rawan gempa bumi, terlebih daerah Pasirwangi dan Samarang merupakan kawasan perbukitan yang memiliki potensi risiko tinggi apabila terjadi gempa.
Rekomendasi ketiga yaitu Pemkab Garut harus membuat peraturan daerah yang berkaitan dengan mengatur maupun melakukan tindakan sehingga masyarakat bisa mengikuti peraturan itu yang akhirnya bisa terhindar dari bahaya bencana gempa bumi di Garut.
Menanggapi rekomendasi dari Tim PVMBG itu, Wakil Bupati Garut Helmi Budiman menyatakan setuju untuk membuat peraturan daerah tentang pembatasan pembangunan rumah di daerah rawan gempa bumi di Kabupaten Garut untuk menghindari risiko bencana.
Apalagi, rekomendasi PVMBG itu berdasarkan hasil penelitian langsung ke daerah yang terdampak aktivitas Sesar Garsela di Kecamatan Pasirwangi dan Samarang.
Rekomendasi untuk membuat perda pembatasan pemukiman warga, menurutnya usulan yang bagus dan harus ditindaklanjuti oleh eksekutif maupun DPRD Garut. Apalagi saat ini masyarakat seringkali membangun rumah tanpa melakukan kajian untuk menentukan lokasi yang akan dibangun rumah itu aman atau tidak dari bencana.
Langkah berikutnya, Helmi akan terlebih dahulu melakukan pembahasan dengan Dinas Perumahan dan Permukiman. "Nanti bisa koordinasi dengan Perkim, inisiatif dari eksekutif atau legislatif, pokoknya harus ada (perda)," kata Helmi.
Seorang anak berdiri di depan rumah yang rusak akibat gempa bumi Sesar Garsela di Desa Cisarua, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (4/2/2023). (ANTARA/Feri Purnama)
Mitigasi bencana
Upaya menghadapi ancaman bencana gempa aktivitas Sesar Garsela itu sudah menjadi perhatian pemerintah daerah. PVMBG juga selalu menginformasikan setiap perkembangan aktivitas gempa ke Pemerintah Kabupaten Garut.
Bupati Garut, Rudy Gunawan, mengungkapkan bahwa aktivitas gempa di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi sudah beberapa kali terjadi, dan memiliki potensi gempa lagi karena daerah itu merupakan jalur Sesar Garsela.
Upaya untuk menghadapi ancaman gempa itu, tidak lain dengan mempersiapkan langkah-langkah mitigasi kebencanaan, terutama daerah yang berpotensi terdampak aktivitas Gempa Sesar Garsela.
Penyampaian ancaman potensi bencana itu bukan untuk menakut-nakuti masyarakat, melainkan agar menjadi kewaspadaan bersama serta memiliki pemahaman bagaimana mitigasi bencana alam itu sebagai kebutuhan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. "Kami tidak mau menakut-nakuti, tapi kami melakukan mitigasi kebencanaan di semua tempat, terutama ada di Sesar Garsela," kata Rudy.
Berdasarkan hasil penelitian tim PVMBG, memang tidak meminta relokasi rumah warga yang sudah berdiri dari dulu di zona bahaya Sesar Garsela, namun hanya mengimbau untuk membatasi pembangunan. Artinya, tidak membangun rumah yang lokasinya bahaya bencana.
PVMBG mengingatkan masyarakat yang akan membangun rumah di kawasan itu untuk mengikuti kaidah-kaidah bangunan yang tahan gempa, dan yang berada di daerah perbukitan harus ada penguatan-penguatan lereng.
Hasil kajian PVMBG, kondisi bangunan rumah yang memenuhi kaidah bangunan tahan gempa seperti konstruksinya yang kokoh dengan memakai besi sesuai standar, sehingga bangunan tetap kuat ketika diguncang gempa.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, Satria Budi, menambahkan, hasil kajian PVMBG maupun tim BPBD di lapangan bahwa kebanyakan rumah warga yang rusak akibat gempa Sesar Garsela di Pasirwangi dan Samarang itu karena pondasi bangunannya tidak kuat.
Rumah yang banyak roboh maupun retak-retak karena faktor usia atau bangunannya sudah tua. Selain itu, tidak memakai besi sebagai penguat dinding atau pondasi rumah. "Jadi yang kami lihat, kebanyakan rumah yang rusak itu karena pondasinya kurang kuat, bahkan ada yang tidak pakai besi. Jadi mudah roboh," katanya.
Selain melakukan mitigasi bencana, tim dari BPBD Garut juga meminta masyarakat yang tinggal di jalur aktivitas gempa Sesar Garsela untuk membangun rumah yang aman dari guncangan gempa, sehingga bisa meminimalisasi risiko.
Upaya mengenali potensi bencana merupakan langkah penting, dengan harapan ke depan akan lebih waspada terhadap ancaman gempa bumi yang berpotensi terjadi. Rekomendasi PVMBG kepada Pemkab Garut dan masyarakat juga dalam rangka menyelamatkan masyarakat di tengah ancaman gempa Sesar Garsela.
Sesar Garsela atau Sesar Garut Selatan merupakan salah satu sesar aktif yang ada di wilayah Jawa Barat bagian selatan. Sesar ini memanjang dari selatan Garut hingga ke selatan Bandung sekitar 42 kilometer. Pada sesar ini terdapat dua segmen yaitu segmen Rakutai (utara) sepanjang 19 kilometer dan segmen Kencana (selatan) sepanjang 17 kilometer. Segmen Rakutai dan segmen Kencana pada sesar Garsela sama-sama aktif.
Gempa akibat aktivitas sesar Garsela sudah lama menjadi kajian dari PVMBG dan beberapa kali juga memberikan peringatan bahwa Sesar Garsela mengancam terjadinya kegempaan di wilayah Garut, sehingga harus menjadi perhatian pemerintah maupun masyarakat setempat.
Gempa yang ditimbulkan selama ini tidak terlalu besar di bawah Magnitudo 5,0. Namun demikian, dampaknya yang merusak, seperti gempa bumi berkekuatan Magnitudo 4,3 yang terjadi pada Rabu (1/2/2023) malam yang merusak banyak rumah warga di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi.
"Satu hal yang patut diwaspadai bahwa meskipun magnitudonya kecil, tetapi karena sangat dangkal maka dapat merusak. Banyak kasus gempa kekuatan di bawah 5,0 dan menimbulkan kerusakan," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono.
Selain Daryono, pernyataan potensi ancaman gempa Sesar Garsela juga pernah disampaikan juga oleh Penyelidik Bumi Madya, PVMBG Badan Geologi, Kementerian ESDM, Supartoyo saat kunjungannya ke Garut untuk membahas masalah Sesar Garsela dengan Pemerintah Kabupaten Garut, pada 5 Desember 2022.
Tim dari PVMBG sudah intens memperhatikan potensi bahaya gempa bumi di jalur Sesar Garsela, bahkan jauh sebelum kejadian gempa bumi pada Februari 2023.
Supartoyo mengungkapkan bahwa Garut memiliki dua sumber gempa bumi yakni di laut yang berasosiasi dengan zona subduksi atau salah satu sumber gempa bumi utama di Indonesia yang disebut dengan zona penunjaman. Kedua, potensi gempa dari patahan aktif di darat yang disebut dengan Sesar Garsela.
Wilayah selatan Garut terdapat zona subduksi yang saat ini sedang cukup aktif, yang dibuktikan dengan adanya gempa pada 12 November 2022, kemudian terulang kembali pada 3 Desember 2022 yang mengakibatkan beberapa bangunan rusak ringan.
Tidak lama dari kunjungan tim PVMBG ke Garut, pada 1 Februari 2023 gempa akibat aktivitas Sesar Garsela kembali terjadi dengan kekuatan Magnitudo 4,3. Gempa ini menyebabkan kerusakan 511 rumah warga, serta fasilitas umum seperti masjid dan sekolah di Kecamatan Samarang, dan Pasirwangi.
Setelah kejadian gempa tersebut, Supartoyo bersama timnya melakukan kajian dan analisa dengan turun langsung ke daerah yang terdampak bencana gempa, maupun meneliti lebih lanjut kondisi tanah dan bangunan rumah warga yang rusak akibat gempa di Pasirwangi dan Samarang.
Hasil pemeriksaan kerusakan akibat gempa bumi di kawasan Samarang dan Pasirwangi itu bukan hanya terjadi oleh gempa, melainkan ada peran topografi yaitu kawasan yang berbukit, di lokasi ditemukan adanya retakan tanah mengarah ke lereng yang terindikasi akan terjadi gerakan tanah di kemudian hari.
"Saya saksikan juga di Pasirwangi terdapat ada retakan tanah yang mengarah ke lereng, dan itu mengindikasikan akan terjadinya gerakan tanah, ini juga perlu diwaspadai ke depannya," katanya.
Rekomendasi PVMBG
Berdasarkan hasil kajian di lapangan, Tim PVMBG menyampaikan tiga rekomendasi yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Garut untuk menghindari risiko besar dari kejadian serupa di masa yang akan datang.
Supartoyo di sela-sela kegiatan penyelidikannya di lokasi terdampak gempa di Desa Cisarua, Kecamatan Samarang menyampaikan tiga rekomendasi itu, yakni tentang mitigasi bencana, melakukan pengaturan tata ruang, dan pembentukan peraturan daerah tentang pengaturan aktivitas masyarakat di daerah rawan gempa.
Tiga rekomendasi itu untuk mewaspadai dari ancaman bencana gempa bumi di daerah aktivitas Gempa Sesar Garsela, khususnya di daerah Samarang dan Pasirwangi.
Menurut Tim PVMBG, mitigasi harus dilakukan secara struktural dan nonstruktural, yaitu dengan menentukan tempat dan jalur evakuasi agar masyarakat bisa melindungi diri dan melakukan tindakan cepat dalam penyelamatan diri apabila terjadi gempa.
Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana diupayakan tidak sampai kebingungan harus menyelamatkan diri ke mana, ke tempat seperti apa agar dirinya bisa selamat ketika terjadi gempa mengguncang daerahnya.
Selanjutnya rekomendasi tentang pengaturan tata ruang, yaitu bagaimana pemerintah daerah mengatur pemukiman warga di kawasan rawan gempa bumi, terlebih daerah Pasirwangi dan Samarang merupakan kawasan perbukitan yang memiliki potensi risiko tinggi apabila terjadi gempa.
Rekomendasi ketiga yaitu Pemkab Garut harus membuat peraturan daerah yang berkaitan dengan mengatur maupun melakukan tindakan sehingga masyarakat bisa mengikuti peraturan itu yang akhirnya bisa terhindar dari bahaya bencana gempa bumi di Garut.
Menanggapi rekomendasi dari Tim PVMBG itu, Wakil Bupati Garut Helmi Budiman menyatakan setuju untuk membuat peraturan daerah tentang pembatasan pembangunan rumah di daerah rawan gempa bumi di Kabupaten Garut untuk menghindari risiko bencana.
Apalagi, rekomendasi PVMBG itu berdasarkan hasil penelitian langsung ke daerah yang terdampak aktivitas Sesar Garsela di Kecamatan Pasirwangi dan Samarang.
Rekomendasi untuk membuat perda pembatasan pemukiman warga, menurutnya usulan yang bagus dan harus ditindaklanjuti oleh eksekutif maupun DPRD Garut. Apalagi saat ini masyarakat seringkali membangun rumah tanpa melakukan kajian untuk menentukan lokasi yang akan dibangun rumah itu aman atau tidak dari bencana.
Langkah berikutnya, Helmi akan terlebih dahulu melakukan pembahasan dengan Dinas Perumahan dan Permukiman. "Nanti bisa koordinasi dengan Perkim, inisiatif dari eksekutif atau legislatif, pokoknya harus ada (perda)," kata Helmi.
Mitigasi bencana
Upaya menghadapi ancaman bencana gempa aktivitas Sesar Garsela itu sudah menjadi perhatian pemerintah daerah. PVMBG juga selalu menginformasikan setiap perkembangan aktivitas gempa ke Pemerintah Kabupaten Garut.
Bupati Garut, Rudy Gunawan, mengungkapkan bahwa aktivitas gempa di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi sudah beberapa kali terjadi, dan memiliki potensi gempa lagi karena daerah itu merupakan jalur Sesar Garsela.
Upaya untuk menghadapi ancaman gempa itu, tidak lain dengan mempersiapkan langkah-langkah mitigasi kebencanaan, terutama daerah yang berpotensi terdampak aktivitas Gempa Sesar Garsela.
Penyampaian ancaman potensi bencana itu bukan untuk menakut-nakuti masyarakat, melainkan agar menjadi kewaspadaan bersama serta memiliki pemahaman bagaimana mitigasi bencana alam itu sebagai kebutuhan masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. "Kami tidak mau menakut-nakuti, tapi kami melakukan mitigasi kebencanaan di semua tempat, terutama ada di Sesar Garsela," kata Rudy.
Berdasarkan hasil penelitian tim PVMBG, memang tidak meminta relokasi rumah warga yang sudah berdiri dari dulu di zona bahaya Sesar Garsela, namun hanya mengimbau untuk membatasi pembangunan. Artinya, tidak membangun rumah yang lokasinya bahaya bencana.
PVMBG mengingatkan masyarakat yang akan membangun rumah di kawasan itu untuk mengikuti kaidah-kaidah bangunan yang tahan gempa, dan yang berada di daerah perbukitan harus ada penguatan-penguatan lereng.
Hasil kajian PVMBG, kondisi bangunan rumah yang memenuhi kaidah bangunan tahan gempa seperti konstruksinya yang kokoh dengan memakai besi sesuai standar, sehingga bangunan tetap kuat ketika diguncang gempa.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, Satria Budi, menambahkan, hasil kajian PVMBG maupun tim BPBD di lapangan bahwa kebanyakan rumah warga yang rusak akibat gempa Sesar Garsela di Pasirwangi dan Samarang itu karena pondasi bangunannya tidak kuat.
Rumah yang banyak roboh maupun retak-retak karena faktor usia atau bangunannya sudah tua. Selain itu, tidak memakai besi sebagai penguat dinding atau pondasi rumah. "Jadi yang kami lihat, kebanyakan rumah yang rusak itu karena pondasinya kurang kuat, bahkan ada yang tidak pakai besi. Jadi mudah roboh," katanya.
Selain melakukan mitigasi bencana, tim dari BPBD Garut juga meminta masyarakat yang tinggal di jalur aktivitas gempa Sesar Garsela untuk membangun rumah yang aman dari guncangan gempa, sehingga bisa meminimalisasi risiko.
Upaya mengenali potensi bencana merupakan langkah penting, dengan harapan ke depan akan lebih waspada terhadap ancaman gempa bumi yang berpotensi terjadi. Rekomendasi PVMBG kepada Pemkab Garut dan masyarakat juga dalam rangka menyelamatkan masyarakat di tengah ancaman gempa Sesar Garsela.