Pekanbaru (ANTARA) - Terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan fasilitas Pelabuhan Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, tahun 2018, Nathanael Simanjuntak, telah mengembalikan sisa kerugian uang negara sebesar Rp983 juta kepada pihak kejaksaan.
Kasi Pidsus Kejari Rokan Hilir Herdianto melalui pernyataannya yang diterima di Pekanbaru, Selasa, menjelaskan Nathanael telah dijebloskan ke penjara setelah dijemput paksa di Jakarta oleh Tim Penyidik pada Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Rokan Hilir pada Oktober 2022.
Nathanael merupakan Direktur PT Multi Karya Pratama yang menjadi penyedia atau pelaksana kegiatan proyek bermasalah itu.
Saat proses penyidikan, Nathanael pernah mengembalikan sebagian uang pengganti kerugian negara ke penyidik sebesar Rp500 juta.
Sementara temuan kerugian keuangan negara berdasarkan laporan akuntan independen atas audit prosedur yang disepakati dan dikeluarkan oleh Kantor Akuntan Publik sebesar Rp1.483.335.260.
Terbaru, melalui perwakilan keluarganya, Nathanael kembali mengembalikan uang Rp983 juta. Uang tersebut diserahkan di Kantor BRI Bagansiapiapi pada Senin (6/3).
"Kami mengapresiasi iktikad baik dari terdakwa mengembalikan kerugian negara," ujar Herdianto.
Menurut Herdianto, dengan adanya pengembalian tersebut maka kerugian keuangan negara dalam perkara itu telah pulih karena jumlah keseluruhan yang telah dikembalikan sama jumlahnya dengan temuan auditor, yakni Rp1.483.335.260.
"Proses persidangan terdakwa memang masih berlangsung. Namun, pengembalian kerugian negara yang dilakukan hari ini sudah sepenuhnya dilakukan," lanjutnya.
Iktikad baik dari terdakwa ini nantinya akan menjadi pertimbangan bagi jaksa penuntut umum dalam menjatuhkan amar tuntutan. Hal yang sama juga akan menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusannya.
Dari informasi yang didapat, dugaan rasuah bermula pada tahun 2018. Saat itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan melaksanakan kegiatan pekerjaan lanjutan pembangunan fasilitas Pelabuhan Laut Bagansiapiapi, Kecamatan Bangko, Rokan Hilir.
Anggarannya bersumber dari Kementerian Perhubungan RI cq Direktorat Perhubungan Laut tahun 2018. Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Multi Karya Pratama (MKP) dan konsultan pengawas CV Refena Kembar Anugrah (RKA).
Proyek tersebut dikerjakan selama 180 hari, dimulai dari tanggal 30 Juni hingga 31 Desember 2018 dengan nilai kontrak sebesar Rp20 miliar.
Pada tahap pencairan, syarat-syarat seperti jaminan uang muka, SSP PPN dan PPh, rincian penggunaan uang muka, dan berita acara progres pekerjaan dari konsultan hanya dilampirkan pada pencairan tahap I. Pada pencairan tahap II-VII, syarat-syarat tersebut tidak dilampirkan, namun anggaran tetap dicairkan.
Sampai dengan berakhirnya masa kontrak fisik pada 31 Desember 2018, pengerjaan proyek tersebut belum mencapai bobot fisik 100 persen karena masih ada yang belum selesai. Seperti, selimut tiang HDPE belum terpasang dan timbunan untuk causeway dan turap belum selesai.
Kendati demikian, pembayaran sudah dilakukan 100 persen atas nilai kontrak dan setiap proses pencairan tidak pernah melampirkan Asbuilt Drawing atau gambar pelaksanaan dan back up data/final quantity, serta laporan kemajuan pekerjaan sebagai dasar penentuan berapa besar prestasi pekerjaan yang telah dikerjakan.
Selain Nathanael, ada M. Tito Rachmat Prasetyo yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) turut menjadi pesakitan dalam perkara korupsi tersebut. Tito telah dihadapkan ke persidangan dan dinyatakan bersalah.
Nathanael bersama M Tito diduga kuat melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.483.335.260.
Tito dituntut Jaksa dengan pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Sementara untuk uang pengganti kerugian keuangan negara dibebankan terhadap Nathanael Simanjuntak sebesar Rp1.483.335.260.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru telah menjatuhkan pidana kepada Tito dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan dan denda sejumlah Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Kasi Pidsus Kejari Rokan Hilir Herdianto melalui pernyataannya yang diterima di Pekanbaru, Selasa, menjelaskan Nathanael telah dijebloskan ke penjara setelah dijemput paksa di Jakarta oleh Tim Penyidik pada Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Rokan Hilir pada Oktober 2022.
Nathanael merupakan Direktur PT Multi Karya Pratama yang menjadi penyedia atau pelaksana kegiatan proyek bermasalah itu.
Saat proses penyidikan, Nathanael pernah mengembalikan sebagian uang pengganti kerugian negara ke penyidik sebesar Rp500 juta.
Sementara temuan kerugian keuangan negara berdasarkan laporan akuntan independen atas audit prosedur yang disepakati dan dikeluarkan oleh Kantor Akuntan Publik sebesar Rp1.483.335.260.
Terbaru, melalui perwakilan keluarganya, Nathanael kembali mengembalikan uang Rp983 juta. Uang tersebut diserahkan di Kantor BRI Bagansiapiapi pada Senin (6/3).
"Kami mengapresiasi iktikad baik dari terdakwa mengembalikan kerugian negara," ujar Herdianto.
Menurut Herdianto, dengan adanya pengembalian tersebut maka kerugian keuangan negara dalam perkara itu telah pulih karena jumlah keseluruhan yang telah dikembalikan sama jumlahnya dengan temuan auditor, yakni Rp1.483.335.260.
"Proses persidangan terdakwa memang masih berlangsung. Namun, pengembalian kerugian negara yang dilakukan hari ini sudah sepenuhnya dilakukan," lanjutnya.
Iktikad baik dari terdakwa ini nantinya akan menjadi pertimbangan bagi jaksa penuntut umum dalam menjatuhkan amar tuntutan. Hal yang sama juga akan menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusannya.
Dari informasi yang didapat, dugaan rasuah bermula pada tahun 2018. Saat itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan melaksanakan kegiatan pekerjaan lanjutan pembangunan fasilitas Pelabuhan Laut Bagansiapiapi, Kecamatan Bangko, Rokan Hilir.
Anggarannya bersumber dari Kementerian Perhubungan RI cq Direktorat Perhubungan Laut tahun 2018. Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Multi Karya Pratama (MKP) dan konsultan pengawas CV Refena Kembar Anugrah (RKA).
Proyek tersebut dikerjakan selama 180 hari, dimulai dari tanggal 30 Juni hingga 31 Desember 2018 dengan nilai kontrak sebesar Rp20 miliar.
Pada tahap pencairan, syarat-syarat seperti jaminan uang muka, SSP PPN dan PPh, rincian penggunaan uang muka, dan berita acara progres pekerjaan dari konsultan hanya dilampirkan pada pencairan tahap I. Pada pencairan tahap II-VII, syarat-syarat tersebut tidak dilampirkan, namun anggaran tetap dicairkan.
Sampai dengan berakhirnya masa kontrak fisik pada 31 Desember 2018, pengerjaan proyek tersebut belum mencapai bobot fisik 100 persen karena masih ada yang belum selesai. Seperti, selimut tiang HDPE belum terpasang dan timbunan untuk causeway dan turap belum selesai.
Kendati demikian, pembayaran sudah dilakukan 100 persen atas nilai kontrak dan setiap proses pencairan tidak pernah melampirkan Asbuilt Drawing atau gambar pelaksanaan dan back up data/final quantity, serta laporan kemajuan pekerjaan sebagai dasar penentuan berapa besar prestasi pekerjaan yang telah dikerjakan.
Selain Nathanael, ada M. Tito Rachmat Prasetyo yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) turut menjadi pesakitan dalam perkara korupsi tersebut. Tito telah dihadapkan ke persidangan dan dinyatakan bersalah.
Nathanael bersama M Tito diduga kuat melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.483.335.260.
Tito dituntut Jaksa dengan pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Sementara untuk uang pengganti kerugian keuangan negara dibebankan terhadap Nathanael Simanjuntak sebesar Rp1.483.335.260.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru telah menjatuhkan pidana kepada Tito dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan dan denda sejumlah Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.