Jakarta (ANTARA) - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya kepada 23 perusahaan yang terafiliasi dengan koperasi bermasalah tersebut.
Kasubdit III Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol. Robertus Yohanes De Deo Tresna Eka Trimana dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, mengatakan kegiatan pendalaman masih berproses. Dari 33 perusahaan yang diduga menerima aliran dana dari Indosurya, ada 23 yang sudah didalami.
"Sebanyak 23 perusahaan terafiliasi yang sudah didalami aliran dana terkait dengan Indosurya," kata De Deo.
De Deo mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri informasi aliran dana Indosurya kepada perusahaan-perusahaan cangkang tersebut.
"Betul sudah berkoordinasi," kata De Deo.
Bareskrim Polri membuka lagi kasus Indosurya. Penyidikan baru dimulai terkait dengan dugaan tindak pidana menempatkan dan/atau memberikan keterangan palsu dalam akta autentik, serta mempergunakan surat palsu dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pengusutan perkara ini terus berjalan, baik yang berasal dari laporan yang dibuat masyarakat yang menjadi korban yang diterima kepolisian.
Ditegaskan pula oleh Kombes Pol. De Deo bahwa tidak ada laporan polisi terkait KSP Indosurya yang dicabut laporannya.
"Sampai saat ini tidak ada laporan terkait dengan perkara IS (Indosurya) yang dicabut," kata De Deo.
Hingga kini penyidik belum menetapkan tersangka. Penyidikan masih fokus pada pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan alat bukti lainnya.
Sebagai informasi, kasus suap dan penipuan investasi KSP Indosurya telah diputuskan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memutuskan kedua petinggi KSP Indosurya, Henry Surya dan June Indria, dengan vonis bebas.
Kejaksaan Agung RI melayangkan banding atas putusan majelis hakim tersebut karena dianggap keliru dalam menerapkan hukum pada kasus KSP Indosurya yang diduga merugikan 23.000 orang dengan total kerugian mencapai Rp106 triliun.