Lebak (ANTARA) - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengingatkan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait sistem pergantian Pemilu di Indonesia.
“Bapak SBY lupa, bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review. Dan itu hanya beberapa bulan, sekitar empat bulan menjelang pemilu yang seharusnya tidak boleh ada perubahan,” kata Hasto di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Minggu.
Hal itu disampaikan Hasto menanggapi pertanyaan wartawan atas pernyataan Presiden Keenam RI itu, yang menyinggung adanya upaya mengganti sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup.
Hasto menegaskan upaya yang dilakukan Demokrat tahun 2008 lalu, adalah strategi jangka pendek Demokrat untuk meraih kemenangan, yakni bisa mencapai 300 persen.
“Sehingga dengan melakukan segala cara akhirnya Partai Demokrat mengalami kenaikan 300 persen, bayangkan dengan PDI perjuangan yang ketika berkuasa, kenaikannya hanya 1,5 persen," jelasnya.
Dia menjelaskan judical review yang sekarang berbeda dengan yang dilakukan pada 2008.
“Judical review sekarang tidak dilakukan oleh partai, karena PDI Perjuangan juga tidak punya hak, tidak punya legal standing untuk melakukan judicial review. Ini dilakukan oleh beberapa pakar yang melihat bahwa dengan demokrasi proporsional terbuka yang dicanangkan oleh pada jaman Pak SBY tersebut, malah terjadi liberalisasi politik yang luar biasa," jelasnya.
Dia menuturkan, proporsional terbuka yang dilakukan masa SBY membuat partai digerakkan oleh kekuatan kapital.
“Ada investor-investor yang menyandera demokrasi. Jadi Pak SBY sebaiknya ingat bahwa liberalisasi itu justru terjadi pada masa beliau. Judical review saat itu dilakukan hanya beberapa bulan menjelang pemilu, berbeda dengan sekarang karena komitmen untuk mengembalikan sistem politik pada Pancasila,” katanya menegaskan.
Sebelumnya, Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono memberikan catatan tentang urgensi penting atau tidaknya perubahan sistem pemilu.
"Saya mulai tertarik dengan isu penggantian sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Informasinya, MK akan segera memutus mana yang hendak dipilih, kemudian dijalankan di negeri ini. Sebelum yang lain, dari sini saya sudah memiliki satu catatan," katanya dalam keterangan diterima di Jakarta Minggu.
Menurut dia, apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di Indonesia, seperti situasi krisis tahun 1998 dulu misalnya.
"Sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan. Mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan. Namun, di masa 'tenang', bagus jika dilakukan perembukan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK," kata dia lagi.
“Bapak SBY lupa, bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review. Dan itu hanya beberapa bulan, sekitar empat bulan menjelang pemilu yang seharusnya tidak boleh ada perubahan,” kata Hasto di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Minggu.
Hal itu disampaikan Hasto menanggapi pertanyaan wartawan atas pernyataan Presiden Keenam RI itu, yang menyinggung adanya upaya mengganti sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup.
Hasto menegaskan upaya yang dilakukan Demokrat tahun 2008 lalu, adalah strategi jangka pendek Demokrat untuk meraih kemenangan, yakni bisa mencapai 300 persen.
“Sehingga dengan melakukan segala cara akhirnya Partai Demokrat mengalami kenaikan 300 persen, bayangkan dengan PDI perjuangan yang ketika berkuasa, kenaikannya hanya 1,5 persen," jelasnya.
Dia menjelaskan judical review yang sekarang berbeda dengan yang dilakukan pada 2008.
“Judical review sekarang tidak dilakukan oleh partai, karena PDI Perjuangan juga tidak punya hak, tidak punya legal standing untuk melakukan judicial review. Ini dilakukan oleh beberapa pakar yang melihat bahwa dengan demokrasi proporsional terbuka yang dicanangkan oleh pada jaman Pak SBY tersebut, malah terjadi liberalisasi politik yang luar biasa," jelasnya.
Dia menuturkan, proporsional terbuka yang dilakukan masa SBY membuat partai digerakkan oleh kekuatan kapital.
“Ada investor-investor yang menyandera demokrasi. Jadi Pak SBY sebaiknya ingat bahwa liberalisasi itu justru terjadi pada masa beliau. Judical review saat itu dilakukan hanya beberapa bulan menjelang pemilu, berbeda dengan sekarang karena komitmen untuk mengembalikan sistem politik pada Pancasila,” katanya menegaskan.
Sebelumnya, Presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono memberikan catatan tentang urgensi penting atau tidaknya perubahan sistem pemilu.
"Saya mulai tertarik dengan isu penggantian sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Informasinya, MK akan segera memutus mana yang hendak dipilih, kemudian dijalankan di negeri ini. Sebelum yang lain, dari sini saya sudah memiliki satu catatan," katanya dalam keterangan diterima di Jakarta Minggu.
Menurut dia, apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di Indonesia, seperti situasi krisis tahun 1998 dulu misalnya.
"Sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan. Mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan. Namun, di masa 'tenang', bagus jika dilakukan perembukan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK," kata dia lagi.