Probolinggo, Jawa Timur (ANTARA) - Aktivitas Gunung Bromo yang memiliki ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut (mdpl) mengalami peningkatan pada Sabtu karena teramati sinar api pada Jumat (3/2), namun statusnya masih pada level II atau waspada.
Dalam keterangan tertulis pada laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi PVMBG menyebutkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas kawah Gunung Bromo berupa teramatinya sinar api dari dalam kawah berdasarkan pengamatan visual pada tanggal 3 Februari 2023 pukul 21.14 WIB.
"Kami mendapat tembusan laporan pers rilis terkait dengan meningkatnya aktivitas Gunung Bromo," kata Supervisor Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Penanggulangan Bencana BPBD Probolinggo Aries Setyawan di Probolinggo, Jawa Timur, Sabtu.
Menurutnya aktivitas kawah Gunung Bromo dipantau secara visual dan instrumental dari Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) Bromo yang berada di Dusun Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
"Dalam rilis itu disebutkan bahwa bau belerang tercium kuat dari bibir kawah dan terdengar suara gemuruh. Asap kawah dalam 1 minggu terakhir teramati berwarna putih tipis hingga tebal dengan ketinggian 50-900 meter dari puncak," tuturnya.
Kemudian vegetasi pada dinding kaldera sebelah timur berwarna kuning dan mengering akibat paparan asap kawah Gunung Bromo yang berada di perbatasan Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, dan Malang.
Ia mengatakan pengamatan kegempaan menunjukkan masih terekamnya tremor menerus dengan amplitudo 0,5 -1 mm (dominan 0,5 mm) yang disertai pula terekamnya gempa vulkanik dalam dan gempa vulkanik dangkal.
"Hal itu menunjukkan adanya proses fluktuasi tekanan di dalam tubuh Gunung Bromo yang disertai oleh aliran fluida ke permukaan," katanya.
Aries menjelaskan potensi bahaya yang bisa ditimbulkan akibat meningkatnya aktivitas kawah Gunung Bromo adalah terjadinya erupsi freatik ataupun magmatik dengan sebaran material erupsi berupa abu dan lontaran batu (pijar) yang dapat mencapai radius 1 km dari pusat kawah, serta keluarnya gas-gas berbahaya bagi kehidupan.
Berdasarkan hasil evaluasi secara menyeluruh maka tingkat aktivitas Gunung Bromo pada tanggal 4 Februari 2023 pukul 08.00 WIB masih pada Level II (Waspada) dengan rekomendasi yang disesuaikan dengan potensi ancaman bahayanya.
"Masyarakat di sekitar Gunung Bromo dan pengujung/wisatawan/pendaki tidak memasuki areal kawah dalam radius 1 km dari kawah aktif," katanya.
Masyarakat di sekitar Gunung Bromo, pedagang, wisatawan, pendaki, dan pengelola wisata agar mewaspadai terjadinya letusan freatik yang bersifat tiba - tiba dan tanpa didahului oleh gejala-gejala vulkanik yang jelas.
"Kami akan selalu berkoordinasi dengan petugas Pos Pengamatan Gunung Bromo di Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura terkait dengan perkembangan aktivitas Gunung Bromo," ujarnya.
Karakter erupsi Gunung Bromo berupa erupsi eksplosif dan efusif dari kawah pusat. Erupsi tersebut mengeluarkan abu,pasir, lapilli, dan terkadang melontarkan lava pijar dan bom vulkanik.
Erupsi terakhir terjadi pada bulan Juli 2019 berupa erupsi freatik yang tanpa didahului oleh peningkatan kegempaan yang signifikan.
Dalam keterangan tertulis pada laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi PVMBG menyebutkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas kawah Gunung Bromo berupa teramatinya sinar api dari dalam kawah berdasarkan pengamatan visual pada tanggal 3 Februari 2023 pukul 21.14 WIB.
"Kami mendapat tembusan laporan pers rilis terkait dengan meningkatnya aktivitas Gunung Bromo," kata Supervisor Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Penanggulangan Bencana BPBD Probolinggo Aries Setyawan di Probolinggo, Jawa Timur, Sabtu.
Menurutnya aktivitas kawah Gunung Bromo dipantau secara visual dan instrumental dari Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) Bromo yang berada di Dusun Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
"Dalam rilis itu disebutkan bahwa bau belerang tercium kuat dari bibir kawah dan terdengar suara gemuruh. Asap kawah dalam 1 minggu terakhir teramati berwarna putih tipis hingga tebal dengan ketinggian 50-900 meter dari puncak," tuturnya.
Kemudian vegetasi pada dinding kaldera sebelah timur berwarna kuning dan mengering akibat paparan asap kawah Gunung Bromo yang berada di perbatasan Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, dan Malang.
Ia mengatakan pengamatan kegempaan menunjukkan masih terekamnya tremor menerus dengan amplitudo 0,5 -1 mm (dominan 0,5 mm) yang disertai pula terekamnya gempa vulkanik dalam dan gempa vulkanik dangkal.
"Hal itu menunjukkan adanya proses fluktuasi tekanan di dalam tubuh Gunung Bromo yang disertai oleh aliran fluida ke permukaan," katanya.
Aries menjelaskan potensi bahaya yang bisa ditimbulkan akibat meningkatnya aktivitas kawah Gunung Bromo adalah terjadinya erupsi freatik ataupun magmatik dengan sebaran material erupsi berupa abu dan lontaran batu (pijar) yang dapat mencapai radius 1 km dari pusat kawah, serta keluarnya gas-gas berbahaya bagi kehidupan.
Berdasarkan hasil evaluasi secara menyeluruh maka tingkat aktivitas Gunung Bromo pada tanggal 4 Februari 2023 pukul 08.00 WIB masih pada Level II (Waspada) dengan rekomendasi yang disesuaikan dengan potensi ancaman bahayanya.
"Masyarakat di sekitar Gunung Bromo dan pengujung/wisatawan/pendaki tidak memasuki areal kawah dalam radius 1 km dari kawah aktif," katanya.
Masyarakat di sekitar Gunung Bromo, pedagang, wisatawan, pendaki, dan pengelola wisata agar mewaspadai terjadinya letusan freatik yang bersifat tiba - tiba dan tanpa didahului oleh gejala-gejala vulkanik yang jelas.
"Kami akan selalu berkoordinasi dengan petugas Pos Pengamatan Gunung Bromo di Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura terkait dengan perkembangan aktivitas Gunung Bromo," ujarnya.
Karakter erupsi Gunung Bromo berupa erupsi eksplosif dan efusif dari kawah pusat. Erupsi tersebut mengeluarkan abu,pasir, lapilli, dan terkadang melontarkan lava pijar dan bom vulkanik.
Erupsi terakhir terjadi pada bulan Juli 2019 berupa erupsi freatik yang tanpa didahului oleh peningkatan kegempaan yang signifikan.