Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan status tersangka kepada Direktur PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans (PNJNT) berinisial W atas kasus impor limbah B3 ilegal di Perairan Batu Ampar, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KHLK Rasio Ridho Sani mengatakan kasus memasukkan limbah B3 secara ilegal ke wilayah Indonesia merupakan kejahatan serius.
"Atas perbuatan tersebut, tersangka diancam hukuman pidana paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar," ujarnya dalam konferensi pers di Balai Wartawan KLHK, Jakarta, Jumat.
Bos PNJNT tersebut diduga melanggar Pasal 106 jo Pasal 69 ayat 1 huruf d jo Pasal 116 ayat 1 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rasio menjelaskan kejahatan memasukkan limbah B3 ke Indonesia harus ditindak dan dihukum berat.
Menurutnya, Indonesia tidak boleh dijadikan tempat pembuangan limbah B3, limbah maupun sampah yang berasal dari negara lain tanpa izin.
"Kita harus melindungi kedaulatan negara, lingkungan hidup dan masyarakat kita dari tindakan kejahatan seperti ini," tegas Rasio.
Selain melanggar Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Rasio menuturkan memasukkan limbah B3 atau limbah juga melanggar Konvensi Basel di mana Indonesia dan Malaysia telah meratifikasi konvensi tersebut.
Saat ini, para penyidik KLKH tengah mengembangkan kasus itu bukan hanya tersangka perorangan tetapi kepada aktor-aktor lain yang terlibat, termasuk yang berada di luar negeri yang menjadi asal sumber limbah B3 tersebut.
"Kami menyakini pelaku melakukan kejahatan itu untuk mencari keuntungan secara finansial. Saya sudah meminta penyidik agar ditetapkan pidana berlapis, termasuk pidana tambahan perampasan keuntungan, serta dilakukan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang," kata Rasio.
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa KLHK meminta dukungan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk informasi aliran dana impor limbah B3 tersebut agar bisa mengetahui keterlibatan aktor lain.
KLHK berkomitmen memberikan hukuman yang berat kepada para pelaku impor limbah B3 ilegal agar ada efek jera dan menjadi pembelajaran bagi para pelaku kejahatan lain di Indonesia.
Pada Maret 2022 lalu, tim patroli mengamankan kapal MT Tutuk GT 7463 milik PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans (PNJNT) di perairan Batu Ampar, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Kapal itu membawa muatan seberat 5.500 metrik ton yang diduga limbah B3 berupa minyak hitam karena tidak memiliki izin ship to ship transfer.
Berdasarkan keterangan ahli, minyak hitam tersebut dikategorikan sebagai limbah dan bukan sebagai bahan bakar minyak, karena tidak memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar yang tertuang dalam syarat SNI produk MFO.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KHLK Rasio Ridho Sani mengatakan kasus memasukkan limbah B3 secara ilegal ke wilayah Indonesia merupakan kejahatan serius.
"Atas perbuatan tersebut, tersangka diancam hukuman pidana paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar," ujarnya dalam konferensi pers di Balai Wartawan KLHK, Jakarta, Jumat.
Bos PNJNT tersebut diduga melanggar Pasal 106 jo Pasal 69 ayat 1 huruf d jo Pasal 116 ayat 1 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rasio menjelaskan kejahatan memasukkan limbah B3 ke Indonesia harus ditindak dan dihukum berat.
Menurutnya, Indonesia tidak boleh dijadikan tempat pembuangan limbah B3, limbah maupun sampah yang berasal dari negara lain tanpa izin.
"Kita harus melindungi kedaulatan negara, lingkungan hidup dan masyarakat kita dari tindakan kejahatan seperti ini," tegas Rasio.
Selain melanggar Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Rasio menuturkan memasukkan limbah B3 atau limbah juga melanggar Konvensi Basel di mana Indonesia dan Malaysia telah meratifikasi konvensi tersebut.
Saat ini, para penyidik KLKH tengah mengembangkan kasus itu bukan hanya tersangka perorangan tetapi kepada aktor-aktor lain yang terlibat, termasuk yang berada di luar negeri yang menjadi asal sumber limbah B3 tersebut.
"Kami menyakini pelaku melakukan kejahatan itu untuk mencari keuntungan secara finansial. Saya sudah meminta penyidik agar ditetapkan pidana berlapis, termasuk pidana tambahan perampasan keuntungan, serta dilakukan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang," kata Rasio.
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa KLHK meminta dukungan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk informasi aliran dana impor limbah B3 tersebut agar bisa mengetahui keterlibatan aktor lain.
KLHK berkomitmen memberikan hukuman yang berat kepada para pelaku impor limbah B3 ilegal agar ada efek jera dan menjadi pembelajaran bagi para pelaku kejahatan lain di Indonesia.
Pada Maret 2022 lalu, tim patroli mengamankan kapal MT Tutuk GT 7463 milik PT Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans (PNJNT) di perairan Batu Ampar, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Kapal itu membawa muatan seberat 5.500 metrik ton yang diduga limbah B3 berupa minyak hitam karena tidak memiliki izin ship to ship transfer.
Berdasarkan keterangan ahli, minyak hitam tersebut dikategorikan sebagai limbah dan bukan sebagai bahan bakar minyak, karena tidak memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar yang tertuang dalam syarat SNI produk MFO.