“Para petani mengaku tidak berani berkebun lagi lantaran kawanan gajah liar masih berkeliaran dan membuat mereka trauma semenjak jatuhnya korban jiwa yang diserang gajah,” kata Camat Keumala Nurjannah, Jumat di Pidie, Aceh.
Nurjannah menjelaskan sejumlah tanaman produktif seperti kacang tanah dan kunyit yang sudah memasuki masa panen terpaksa dibiarkan karena takut saat beraktivitas ke kebun berjumpa dengan kawanan gajah liar.
Menurut dia kondisi tersebut menyebabkan perekonomian masyarakat di Desa Pako dan Tunong Keumala mengalami kendala yang biasanya mengandalkan hasil kebun untuk membiayai keluarganya.
“Gajah tidak hanya berkeliaran di kebun warga, kini sudah mulai mengepung kawasan pembangunan waduk Rukoh yang merupakan proyek strategis nasional (PSN),” katanya.
Menurut dia kehadiran gajah itu juga mengancam bagi pekerja proyek karena mulai merusak rambu-rambu jalan dalam kawasan waduk Rukoh Pidie.
“Kami berharap Pemerintah Pusat segera turun tangan untuk melakukan penanganan secepatnya agar masyarakat bisa kembali berkebun dan melakukan aktivitas, begitu juga dengan satwa gajah memiliki ruangnya tersendiri sehingga meredamnya konflik,” katanya.
Sementara Leader Tim CRU Mila, Kausar mengatakan ada 12 Kecamatan di Pidie yang menjadi sasaran berkeliaran satwa dilindungi tersebut semenjak 2016 di antaranya, kecamatan Muara Tiga, Delima, Padang Tiji, Mila, Geumpang, Mane, Tangse, Titeu, Keumala, Sakti, Tiro dan Glumpang Tiga.
“Kawanan satwa dilindungi itu ketika kami lakukan penggiringan hanya berpindah-pindah tempat saja dari satu kebun dan hutan menuju hutan yang lain di jalur yang sama,” kata Kausar.
Ia menjelaskan GPS Collar yang selama ini digunakan untuk upaya mitigasi konflik gajah dengan manusia sudah tidak bisa digunakan lagi karena batas kerja alat tersebut hanya dua tahun.
“Dulu bisa terdeteksi sekaligus memantau efektivitas penggunaan ruang atau jalur yang di jelajah kawanan gajah liar itu,” katanya.