Jakarta (ANTARA) - Sejak awal, Piala Dunia 2022 sudah sangat unik karena diadakan akhir tahun ketika kebanyakan kompetisi liga di dunia baru berjalan.
Cuaca Qatar pada tengah tahun yang terlalu panas untuk sebagian besar peserta Piala Dunia membuat turnamen empat tahunan ini dimundurkan ke November dan Desember yang lebih adem.
Untuk pertama kalinya Piala Dunia yang juga pertama kali diadakan di Timur Tengah itu tidak diadakan pada pertengahan tahun.
Waktu yang agak ganjil ini akhirnya menciptakan masalah bagi kebanyakan tim peserta yang sebagian besar mengandalkan pemain-pemain yang bermain dalam liga-liga Eropa.
Jika dalam berbagai Piala Dunia sebelumnya digelar setelah liga selesai yang biasanya dua bulan jeda sebelum musim baru, maka kali ini diselenggarakan saat kompetisi liga tengah berlayar.
Ini bisa menyulitkan pemain. Mereka dituntut bugar sebelum Piala Dunia mulai padahal waktu begitu kritis mengingat kompetisi liga masih berjalan. Pelatih pun menjadi khawatir pemain mereka kelelahan atau bahkan cedera sehingga tak bisa memperkuat timnas.
Beberapa pemain bintang tampak menjaga betul tidak cedera sampai-sampai tampil tidak seperti biasanya dalam kompetisi liga. Virgil van Dijk contohnya. Dia pernah dicerca karena musim ini dianggap kurang galak dalam menjaga lini belakang Liverpool sehingga The Reds mengawali musim dengan agak tersendat.
Van Dijk mempunyai alasan untuk menjaga tak terlalu sering beradu badan yang bisa menghilangkan kesempatan dia untuk tampil dalam turnamen akbar seperti Piala Dunia.
Dia pasti mengingat betul kejadian 23 Oktober 2020 ketika kiper Everton yang juga penjaga gawang timnas Inggris, Jordan Pickford, dengan kasar menekel dia sampai absen hampir semusim penuh.
Liverpool pun kehilangan andalan mereka sehingga tak bisa menjaga persaingan dengan Manchester City musim itu. Tak hanya Liverpool, Belanda pun dibuat susah.
Cedera itu telah membunuh kesempatan van Dijk memperkuat Belanda dalam Euro 2020 tahun lalu. Bagi Belanda sendiri, andai van Dijk ada mungkin cerita mereka akan jauh lebih baik ketimbang hanya mencapai babak 16 besar.
Cerita van Dijk adalah juga cerita kebanyakan pemain sepak bola lainnya, khususnya yang bermain dalam liga-liga sepak bola paling kompetitif di dunia.
Bintang-bintang seperti Lionel Messi, Neymar, Kylian Mbappe, Robert Lewandowski atau Sadio Mane, bisa saja mengalami skenario seperti van Dijk dua tahun lalu itu.
Oleh karena itu, satu bulan ke depan adalah waktu yang amat krusial, apalah mereka bisa menghindarkan "celaka" seperti dialami van Dijk dua tahun lalu tersebut.
Masalahnya, empat pekan ke depan adalah juga masa sama sangat menentukan dengan pekan-pekan ke depan lainnya setelah Piala Dunia 2022 selesai.
Semua pemain, tak terkecuali yang bakal tampil dalam Piala Dunia sebagai andalan masing-masing timnya, dituntut mengerahkan upaya terbaiknya agar posisi klub mereka dalam klasemen liga semakin baik.
Tetapi bagaimana jika itu meminta korban oleh celakanya sejumlah pemain yang ironisnya menjadi andalan timnas mereka? Kenyataannya hal ini sudah terjadi. Ketiadaan mereka telah merusak performa timnas manakala jeda internasional tiba dua pekan lalu.
Itu terjadi dalam sejumlah pertandingan selama jeda kompetisi liga dua pekan terakhir, dengan yang paling kentara terjadi dalam Nations League atau Liga Negara-negara Eropa baru-baru ini.
Bayangkan, ketika Piala Dunia Qatar 2022 tinggal beberapa pekan lagi, sejumlah tim kuat Eropa justru tampil mengecewakan sehingga memicu spekulasi bakal terjadi perubahan lanskap sepak bola puncak dunia di Qatar nanti.
Perubahan itu bisa mengubah kecenderungan yang sudah terjadi dalam beberapa Piala Dunia sebelumnya di mana tim-tim Eropa selalu menjuarai Piala Dunia sejak Brazil terakhir kali merebut trofi termegah sepak bola ini pada 2002 di Jepang dan Korea Selatan.
Dalam empat Piala Dunia FIFA terakhir Eropa mengirimkan 13 wakil dari total 16 semifinalis empat Piala Dunia sebelumnya yang lalu dijuarai oleh Italia, Spanyol, Jerman dan Prancis.
Tetapi tim-tim itu tampil kurang memuaskan selama Nations League. Italia yang setahun lalu menjuarai Euro 2020 bahkan gagal ke Qatar, sedangkan Inggris, Prancis, Jerman dan Spanyol kesulitan menampilkan permainan terbaiknya.
Inggris tak pernah menang dalam enam pertandingan terakhirnya, bahkan terdegradasi dari divisi teratas Nations League.
Prancis tak kalah memprihatinkan. Juara bertahan Piala Dunia ini terhindar dari degradasi hanya karena hasil pertandingan tim-tim lain membuat mereka tidak bernasib sama dengan Inggris..
Jerman juga begitu. Tim Panser hanya menang satu kali dari enam pertandingan fase grup Nations League.
Spanyol memang masuk semifinal Nations League mendampingi Kroasia, Italia dan Belanda, tetapi pekan lalu ambruk 1-2 di tangan Swiss.
Ini bisa menjadi petunjuk buruk untuk petualangan mereka di Qatar nanti, sekalipun orang-orang seperti striker Inggris Harry Kane menegaskan mereka bakal tampil sama sekali lain dalam Piala Dunia nanti.
Namun, tim-tim Piala Dunia menghadapi masalah tak kalah berat, yakni tiadanya waktu untuk menggelar laga persahabatan dan pemusatan latihan menjelang Piala Dunia.
Dari sekarang sampai 13 November nanti yang menjadi satu pekan jeda sebelum kickoff Piala Dunia 2022, para pemain tim-tim top Eropa harus bermain paling tidak 13 kali untuk klubnya.
Argentina dan Brazil
Argentina dan Brazil
Sebaliknya dari seberang Samudera Atlantik, dua penguasa sepak bola dunia lainnya, Argentina dan Brazil, menatap Qatar dengan optimisme tinggi karena tampil mengesankan belakangan ini.
Bersama Argentina edisi baru, megabintang Lionel Messi yang menginjak usia 35 tahun saat Piala Dunia 2022 digelar, tengah menikmati petualangan bersama skuad Argentina terbaik sepanjang karir sang megabintang.
Tim asuhan Lionel Scaloni ini sudah 35 pertandingan tak terkalahkan sejak 2019 yang merupakan rekor bagi Argentina. Tim ini juga membuat Messi akhirnya mendapatkan trofi pertamanya bersama timnas setelah menjuarai Copa America tahun lalu.
Perjalanan tak kalah mengesankan diperlihatkan Brazil yang hanya satu kali kalah dalam 29 pertandingan terakhir ketika takluk kepada Argentina dalam final Copa America 2021.
Meskipun demikian, kekuatan keduanya masih dipertanyakan karena kebanyakan yang mereka lawan adalah tim-tim inferior dalam laga persahabatan, selain tim-tim sesama Amerika Selatan dalam kualifikasi Piala Dunia 2022.
Keraguan itu dipupus setelah Argentina membekap Italia 3-0 dalam Finalissima pada 1 Juni tahun ini yang mempertemukan juara Piala Eropa dengan juara Copa America.
Namun Nations League dan berbagai laga di lima benua, terlanjur mengubah peringkat 32 tim peserta Piala Dunia 2022.
16 tim mengalami penurunan peringkat termasuk Argentina, Uruguay dan Prancis yang turun 1 peringkat, sementara Portugal dan Kamerun turun lima peringkat. Belgia, Senegal dan Tunisia malah turun empat peringkat.
12 tim lainnya mengalami kenaikan peringkat, termasuk Brazil dan Inggris yang naik satu peringkat, sedangkan finalis Piala Dunia 2018 Kroasia melonjak lima peringkat yang juga dialami Serbia dan Ekuador. Australia menjadi tim dengan kenaikan tertinggi, enam peringkat.
Ini bisa saja cuma angka dalam peringkat. Penampilan buruk sejumlah negara belakangan ini juga bisa saja kebetulan.
Namun statistik yang tersaji belakangan ini tidak bisa menghilangkan kemungkinan lanskap sepak bola global bakal berubah dalam Piala Dunia 2022.
Cuaca Qatar pada tengah tahun yang terlalu panas untuk sebagian besar peserta Piala Dunia membuat turnamen empat tahunan ini dimundurkan ke November dan Desember yang lebih adem.
Untuk pertama kalinya Piala Dunia yang juga pertama kali diadakan di Timur Tengah itu tidak diadakan pada pertengahan tahun.
Waktu yang agak ganjil ini akhirnya menciptakan masalah bagi kebanyakan tim peserta yang sebagian besar mengandalkan pemain-pemain yang bermain dalam liga-liga Eropa.
Jika dalam berbagai Piala Dunia sebelumnya digelar setelah liga selesai yang biasanya dua bulan jeda sebelum musim baru, maka kali ini diselenggarakan saat kompetisi liga tengah berlayar.
Ini bisa menyulitkan pemain. Mereka dituntut bugar sebelum Piala Dunia mulai padahal waktu begitu kritis mengingat kompetisi liga masih berjalan. Pelatih pun menjadi khawatir pemain mereka kelelahan atau bahkan cedera sehingga tak bisa memperkuat timnas.
Beberapa pemain bintang tampak menjaga betul tidak cedera sampai-sampai tampil tidak seperti biasanya dalam kompetisi liga. Virgil van Dijk contohnya. Dia pernah dicerca karena musim ini dianggap kurang galak dalam menjaga lini belakang Liverpool sehingga The Reds mengawali musim dengan agak tersendat.
Van Dijk mempunyai alasan untuk menjaga tak terlalu sering beradu badan yang bisa menghilangkan kesempatan dia untuk tampil dalam turnamen akbar seperti Piala Dunia.
Dia pasti mengingat betul kejadian 23 Oktober 2020 ketika kiper Everton yang juga penjaga gawang timnas Inggris, Jordan Pickford, dengan kasar menekel dia sampai absen hampir semusim penuh.
Liverpool pun kehilangan andalan mereka sehingga tak bisa menjaga persaingan dengan Manchester City musim itu. Tak hanya Liverpool, Belanda pun dibuat susah.
Cedera itu telah membunuh kesempatan van Dijk memperkuat Belanda dalam Euro 2020 tahun lalu. Bagi Belanda sendiri, andai van Dijk ada mungkin cerita mereka akan jauh lebih baik ketimbang hanya mencapai babak 16 besar.
Cerita van Dijk adalah juga cerita kebanyakan pemain sepak bola lainnya, khususnya yang bermain dalam liga-liga sepak bola paling kompetitif di dunia.
Bintang-bintang seperti Lionel Messi, Neymar, Kylian Mbappe, Robert Lewandowski atau Sadio Mane, bisa saja mengalami skenario seperti van Dijk dua tahun lalu itu.
Oleh karena itu, satu bulan ke depan adalah waktu yang amat krusial, apalah mereka bisa menghindarkan "celaka" seperti dialami van Dijk dua tahun lalu tersebut.
Masalahnya, empat pekan ke depan adalah juga masa sama sangat menentukan dengan pekan-pekan ke depan lainnya setelah Piala Dunia 2022 selesai.
Semua pemain, tak terkecuali yang bakal tampil dalam Piala Dunia sebagai andalan masing-masing timnya, dituntut mengerahkan upaya terbaiknya agar posisi klub mereka dalam klasemen liga semakin baik.
Tetapi bagaimana jika itu meminta korban oleh celakanya sejumlah pemain yang ironisnya menjadi andalan timnas mereka? Kenyataannya hal ini sudah terjadi. Ketiadaan mereka telah merusak performa timnas manakala jeda internasional tiba dua pekan lalu.
Itu terjadi dalam sejumlah pertandingan selama jeda kompetisi liga dua pekan terakhir, dengan yang paling kentara terjadi dalam Nations League atau Liga Negara-negara Eropa baru-baru ini.
Bayangkan, ketika Piala Dunia Qatar 2022 tinggal beberapa pekan lagi, sejumlah tim kuat Eropa justru tampil mengecewakan sehingga memicu spekulasi bakal terjadi perubahan lanskap sepak bola puncak dunia di Qatar nanti.
Perubahan itu bisa mengubah kecenderungan yang sudah terjadi dalam beberapa Piala Dunia sebelumnya di mana tim-tim Eropa selalu menjuarai Piala Dunia sejak Brazil terakhir kali merebut trofi termegah sepak bola ini pada 2002 di Jepang dan Korea Selatan.
Dalam empat Piala Dunia FIFA terakhir Eropa mengirimkan 13 wakil dari total 16 semifinalis empat Piala Dunia sebelumnya yang lalu dijuarai oleh Italia, Spanyol, Jerman dan Prancis.
Tetapi tim-tim itu tampil kurang memuaskan selama Nations League. Italia yang setahun lalu menjuarai Euro 2020 bahkan gagal ke Qatar, sedangkan Inggris, Prancis, Jerman dan Spanyol kesulitan menampilkan permainan terbaiknya.
Inggris tak pernah menang dalam enam pertandingan terakhirnya, bahkan terdegradasi dari divisi teratas Nations League.
Prancis tak kalah memprihatinkan. Juara bertahan Piala Dunia ini terhindar dari degradasi hanya karena hasil pertandingan tim-tim lain membuat mereka tidak bernasib sama dengan Inggris..
Jerman juga begitu. Tim Panser hanya menang satu kali dari enam pertandingan fase grup Nations League.
Spanyol memang masuk semifinal Nations League mendampingi Kroasia, Italia dan Belanda, tetapi pekan lalu ambruk 1-2 di tangan Swiss.
Ini bisa menjadi petunjuk buruk untuk petualangan mereka di Qatar nanti, sekalipun orang-orang seperti striker Inggris Harry Kane menegaskan mereka bakal tampil sama sekali lain dalam Piala Dunia nanti.
Namun, tim-tim Piala Dunia menghadapi masalah tak kalah berat, yakni tiadanya waktu untuk menggelar laga persahabatan dan pemusatan latihan menjelang Piala Dunia.
Dari sekarang sampai 13 November nanti yang menjadi satu pekan jeda sebelum kickoff Piala Dunia 2022, para pemain tim-tim top Eropa harus bermain paling tidak 13 kali untuk klubnya.
Argentina dan Brazil
Argentina dan Brazil
Sebaliknya dari seberang Samudera Atlantik, dua penguasa sepak bola dunia lainnya, Argentina dan Brazil, menatap Qatar dengan optimisme tinggi karena tampil mengesankan belakangan ini.
Bersama Argentina edisi baru, megabintang Lionel Messi yang menginjak usia 35 tahun saat Piala Dunia 2022 digelar, tengah menikmati petualangan bersama skuad Argentina terbaik sepanjang karir sang megabintang.
Tim asuhan Lionel Scaloni ini sudah 35 pertandingan tak terkalahkan sejak 2019 yang merupakan rekor bagi Argentina. Tim ini juga membuat Messi akhirnya mendapatkan trofi pertamanya bersama timnas setelah menjuarai Copa America tahun lalu.
Perjalanan tak kalah mengesankan diperlihatkan Brazil yang hanya satu kali kalah dalam 29 pertandingan terakhir ketika takluk kepada Argentina dalam final Copa America 2021.
Meskipun demikian, kekuatan keduanya masih dipertanyakan karena kebanyakan yang mereka lawan adalah tim-tim inferior dalam laga persahabatan, selain tim-tim sesama Amerika Selatan dalam kualifikasi Piala Dunia 2022.
Keraguan itu dipupus setelah Argentina membekap Italia 3-0 dalam Finalissima pada 1 Juni tahun ini yang mempertemukan juara Piala Eropa dengan juara Copa America.
Namun Nations League dan berbagai laga di lima benua, terlanjur mengubah peringkat 32 tim peserta Piala Dunia 2022.
16 tim mengalami penurunan peringkat termasuk Argentina, Uruguay dan Prancis yang turun 1 peringkat, sementara Portugal dan Kamerun turun lima peringkat. Belgia, Senegal dan Tunisia malah turun empat peringkat.
12 tim lainnya mengalami kenaikan peringkat, termasuk Brazil dan Inggris yang naik satu peringkat, sedangkan finalis Piala Dunia 2018 Kroasia melonjak lima peringkat yang juga dialami Serbia dan Ekuador. Australia menjadi tim dengan kenaikan tertinggi, enam peringkat.
Ini bisa saja cuma angka dalam peringkat. Penampilan buruk sejumlah negara belakangan ini juga bisa saja kebetulan.
Namun statistik yang tersaji belakangan ini tidak bisa menghilangkan kemungkinan lanskap sepak bola global bakal berubah dalam Piala Dunia 2022.