Jakarta (ANTARA) - Konsul Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah Nasrullah Jasam menegaskan proses penerbitan visa umrah jamaah Indonesia masih menggunakan skema Business to Business (B to B).
"Kebijakan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi terkait dengan penerbitan visa umrah bagi jamaah umrah dari Indonesia masih tetap B to B," ujar Nasrullah dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Nasrullah mengatakan kepastian penggunaan skema B to B untuk penyelenggaraan umrah ini setelah KJRI menggelar pertemuan dengan Kementerian Haji dan Umrah Saudi di Jeddah, 20 September 2022 lalu.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag bersama asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) juga telah membahas mitigasi persoalan umrah 1444 Hijriah.
Pertemuan itu membahas sejumlah aturan baru yang akan diterapkan Arab Saudi dalam penyelenggaraan umrah 1444 Hijriah. Aturan baru yang diberlakukan Arab Saudi menyangkut sudah tak ada lagi batasan kuota umrah, tak perlu lagi menggunakan visa umrah atau boleh dengan jenis visa lainnya.
Selain itu, proses permohonan visa juga tidak harus melalui provider di Indonesia, PPIU bisa langsung berhubungan dengan provider Saudi. Kebijakan Saudi dalam penyelenggaraan umrah ini mengarah pada skema bussiness to customer (B to C). Kebijakan itu diorientasikan sebagai bagian dari tahapan implementasi visi Saudi 2030.
Nasrullah mengatakan penggunaan aplikasi Tawakalna dan Etamarna masih diberlakukan bagi jamaah yang akan melaksanakan umrah dan masuk ke Raudhah di Masjid Nabawi.
"Masa berlaku visa umrah selama 90 hari dan dapat digunakan untuk mengunjungi seluruh wilayah di Arab Saudi dengan pengawasan dari Muassasah/Syarikah Arab Saudi yang mengeluarkan visa," kata dia.
Terkait pemandu jamaah umrah, Nasrullah mengatakan bahwa itu dianjurkan menggunakan jasa orang Saudi yang sudah berpengalaman. Pemandu bisa juga menggunakan jasa warga Indonesia yang langsung menyertai jamaah sejak dari Indonesia.
"Tidak dibenarkan menggunakan jasa mukimin Arab Saudi yang status pekerjaannya bukan sebagai guide," kata dia.
Teknis urusan haji, kata Nasrullah, telah meminta kepada Kementerian Haji dan Umrah agar mengimbau Muassasah/Sayarikah Arab Saudi dan penyelenggara ibadah umrah agar mengatur pergerakan jamaah dari hotel ke bandara pada saat kepulangan. Pergerakan jamaah agar memperhatikan rentang waktu yang wajar dengan jadwal penerbangan.
"Kami minta agar penyelenggara umrah menertibkan jamaahnya saat transit di kota Jeddah agar tidak berkerumun di pinggir pertokoan Corniche Balad dan tidak mengganggu ketertiban umum," kata dia.
Menurutnya, sudah lebih 200 ribu jamaah umrah dari Indonesia datang ke Arab Saudi dalam rentang Agustus sampai September 2022. Tahun ini, Pemerintah Indonesia menargetkan ada sekitar 1,5 juta sampai dengan 2 juta jamaah pergi ke Tanah Suci.
"Kebijakan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi terkait dengan penerbitan visa umrah bagi jamaah umrah dari Indonesia masih tetap B to B," ujar Nasrullah dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Nasrullah mengatakan kepastian penggunaan skema B to B untuk penyelenggaraan umrah ini setelah KJRI menggelar pertemuan dengan Kementerian Haji dan Umrah Saudi di Jeddah, 20 September 2022 lalu.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag bersama asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) juga telah membahas mitigasi persoalan umrah 1444 Hijriah.
Pertemuan itu membahas sejumlah aturan baru yang akan diterapkan Arab Saudi dalam penyelenggaraan umrah 1444 Hijriah. Aturan baru yang diberlakukan Arab Saudi menyangkut sudah tak ada lagi batasan kuota umrah, tak perlu lagi menggunakan visa umrah atau boleh dengan jenis visa lainnya.
Selain itu, proses permohonan visa juga tidak harus melalui provider di Indonesia, PPIU bisa langsung berhubungan dengan provider Saudi. Kebijakan Saudi dalam penyelenggaraan umrah ini mengarah pada skema bussiness to customer (B to C). Kebijakan itu diorientasikan sebagai bagian dari tahapan implementasi visi Saudi 2030.
Nasrullah mengatakan penggunaan aplikasi Tawakalna dan Etamarna masih diberlakukan bagi jamaah yang akan melaksanakan umrah dan masuk ke Raudhah di Masjid Nabawi.
"Masa berlaku visa umrah selama 90 hari dan dapat digunakan untuk mengunjungi seluruh wilayah di Arab Saudi dengan pengawasan dari Muassasah/Syarikah Arab Saudi yang mengeluarkan visa," kata dia.
Terkait pemandu jamaah umrah, Nasrullah mengatakan bahwa itu dianjurkan menggunakan jasa orang Saudi yang sudah berpengalaman. Pemandu bisa juga menggunakan jasa warga Indonesia yang langsung menyertai jamaah sejak dari Indonesia.
"Tidak dibenarkan menggunakan jasa mukimin Arab Saudi yang status pekerjaannya bukan sebagai guide," kata dia.
Teknis urusan haji, kata Nasrullah, telah meminta kepada Kementerian Haji dan Umrah agar mengimbau Muassasah/Sayarikah Arab Saudi dan penyelenggara ibadah umrah agar mengatur pergerakan jamaah dari hotel ke bandara pada saat kepulangan. Pergerakan jamaah agar memperhatikan rentang waktu yang wajar dengan jadwal penerbangan.
"Kami minta agar penyelenggara umrah menertibkan jamaahnya saat transit di kota Jeddah agar tidak berkerumun di pinggir pertokoan Corniche Balad dan tidak mengganggu ketertiban umum," kata dia.
Menurutnya, sudah lebih 200 ribu jamaah umrah dari Indonesia datang ke Arab Saudi dalam rentang Agustus sampai September 2022. Tahun ini, Pemerintah Indonesia menargetkan ada sekitar 1,5 juta sampai dengan 2 juta jamaah pergi ke Tanah Suci.