Makassar (ANTARA) - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Hasanuddin Rizal Pauzi mengatakan kenaikan tarif transportasi online setelah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) disesuaikan pada awal September 2022 harus dibarengi dengan peningkatan layanan.
Oleh karena itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Hasanuddin, Rizal Pauzi di Makassar, Sabtu, menyarankan pemerintah agar tidak hanya fokus pada kenaikan tarif, tapi lebih memperhatikan hal-hal lain yang membuat masyarakat merasa nyaman.
"Sebab, dalam kajian Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP), salah satu alasan mengapa masyarakat mau membayar jasa lebih mahal adalah kualitas pelayanan yang baik," katanya.
Selain itu, beberapa hal yang harus menjadi perhatian pemerintah, kata dia, seperti pengawasan terhadap kualitas kendaraan, kesesuaian identitas pengemudi dengan kendaraan demi menjamin rasa aman penumpang.
"Jadi kita harapkan jangan terjebak mengurusi soal tarif, tetapi bagaimana memastikan transportasi berbasis online ini mampu memberikan layanan berkualitas. Apalagi ada SIM yang dibayar pengemudi setiap tahun masuk menjadi PAD," kata Rizal.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan juga didorong meninjau ulang kenaikan tarif transportasi daring dengan didasari hasil kajian yang tepat dalam menetapkan tarif agar tidak merugikan masyarakat dan pihak terkait.
"Melihat kondisi harga BBM naik, maka perlu kenaikan pada sektor-sektor yang berpengaruh. Soal besarannya, harus ada kajian dan perhitungan jelas agar kenaikan tarif tidak merugikan pengemudi, aplikator, maupun masyarakat," ujarnya.
Di Sulsel kenaikan tarif angkutan sewa roda empat memang sedang masih dalam pembahasan. Namun yang menjadi perhatian, tarif angkutan yang diusulkan Dinas Perhubungan dinilai belum proporsional. Sebab, kenaikan tarif bisa mencapai 100 persen.
"Kalau mau proporsional, kenaikan tarif harus ada batasannya, BBM kan naiknya kisaran 20 persen, seharusnya bila ada kenaikan pada barang dan jasa yang dipengaruhi oleh BBM, tidak boleh melebihi dari 20 persen," katanya.
Rizal memaparkan, BBM merupakan salah satu dari sekian banyak komponen operasional sebuah kendaraan, untuk menyesuaikan dengan kenaikan harga BBM, sebaiknya kenaikan tarif transportasi daring seharusnya di kisaran 10-15 persen.
Sebelumnya, telah dibahas penyesuaian tarif yang mengacu pada Surat Keputusan (SK) Gubernur Sulsel nomor 1162/IV/tahun 2020 tentang Penetapan Tarif Batas Bawah dan Tarif Batas Atas Angkutan Sewa Khusus (ASK).
Dari usulan organisasi transportasi daring, dalam rapat dengan pendapat di kantor DPRD Sulsel, diusulkan tarif batas bawah dari Rp3.700 naik Rp6.000 per kilometer. Selanjutnya untuk tarif batas atas dari semula Rp6.500 menjadi Rp7.800 dan tarif minimum sebesar Rp15.600 per kilometer untuk ditindaklanjuti Pemprov Sulsel.
Oleh karena itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Hasanuddin, Rizal Pauzi di Makassar, Sabtu, menyarankan pemerintah agar tidak hanya fokus pada kenaikan tarif, tapi lebih memperhatikan hal-hal lain yang membuat masyarakat merasa nyaman.
"Sebab, dalam kajian Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP), salah satu alasan mengapa masyarakat mau membayar jasa lebih mahal adalah kualitas pelayanan yang baik," katanya.
Selain itu, beberapa hal yang harus menjadi perhatian pemerintah, kata dia, seperti pengawasan terhadap kualitas kendaraan, kesesuaian identitas pengemudi dengan kendaraan demi menjamin rasa aman penumpang.
"Jadi kita harapkan jangan terjebak mengurusi soal tarif, tetapi bagaimana memastikan transportasi berbasis online ini mampu memberikan layanan berkualitas. Apalagi ada SIM yang dibayar pengemudi setiap tahun masuk menjadi PAD," kata Rizal.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan juga didorong meninjau ulang kenaikan tarif transportasi daring dengan didasari hasil kajian yang tepat dalam menetapkan tarif agar tidak merugikan masyarakat dan pihak terkait.
"Melihat kondisi harga BBM naik, maka perlu kenaikan pada sektor-sektor yang berpengaruh. Soal besarannya, harus ada kajian dan perhitungan jelas agar kenaikan tarif tidak merugikan pengemudi, aplikator, maupun masyarakat," ujarnya.
Di Sulsel kenaikan tarif angkutan sewa roda empat memang sedang masih dalam pembahasan. Namun yang menjadi perhatian, tarif angkutan yang diusulkan Dinas Perhubungan dinilai belum proporsional. Sebab, kenaikan tarif bisa mencapai 100 persen.
"Kalau mau proporsional, kenaikan tarif harus ada batasannya, BBM kan naiknya kisaran 20 persen, seharusnya bila ada kenaikan pada barang dan jasa yang dipengaruhi oleh BBM, tidak boleh melebihi dari 20 persen," katanya.
Rizal memaparkan, BBM merupakan salah satu dari sekian banyak komponen operasional sebuah kendaraan, untuk menyesuaikan dengan kenaikan harga BBM, sebaiknya kenaikan tarif transportasi daring seharusnya di kisaran 10-15 persen.
Sebelumnya, telah dibahas penyesuaian tarif yang mengacu pada Surat Keputusan (SK) Gubernur Sulsel nomor 1162/IV/tahun 2020 tentang Penetapan Tarif Batas Bawah dan Tarif Batas Atas Angkutan Sewa Khusus (ASK).
Dari usulan organisasi transportasi daring, dalam rapat dengan pendapat di kantor DPRD Sulsel, diusulkan tarif batas bawah dari Rp3.700 naik Rp6.000 per kilometer. Selanjutnya untuk tarif batas atas dari semula Rp6.500 menjadi Rp7.800 dan tarif minimum sebesar Rp15.600 per kilometer untuk ditindaklanjuti Pemprov Sulsel.