Jakarta (ANTARA) - Juara Olimpiade Alexander Zverev bergabung dengan mereka yang mengkritik keputusan penyelenggara Wimbledon dalam melarang petenis Rusia dan Belarus tampil pada turnamen Grand Slam tersebut tahun ini di London.
Penyelenggara pada Rabu mengumumkan bahwa petenis Rusia dan Belarus tidak dapat tampil dalam Wimbledon sebagai tanggapan atas invasi ke Ukraina.
Belarus dipandang sekutu Rusia di mana pasukan Rusia menggunakan wilayahnya untuk menginvasi Ukraina pada 24 Februari.
All England Lawn Tennis Club (AELTC) yang menangani Wimbledon berlasan bertindak demikian untuk "membatasi pengaruh global Rusia dengan cara sekuat mungkin."
Namun, petenis berusia 25 tahun yang saat ini menempati peringkat ketiga dunia itu melihat "tidak ada alasan" mengapa petenis Rusia atau Belarus "tidak boleh bermain dalam Wimbledon."
Saat ini, petenis yang mewakili kedua negara diizinkan mengambil bagian dalam turnamen-turnamen ATP dan WTA tetapi dilarang berkompetisi dengan nama atau bendera negaranya.
Federasi Tenis Internasional (ITF) melarang kedua negara mengikuti Piala Davis dan Piala Billie Jean King.
"Saya pikir kita semua menentang perang, apa yang terjadi di Ukraina tidak manusiawi dan tidak seharusnya terjadi," kata Zverev yang sedang mempersiapkan diri menghadapi turnamen ATP pekan depan di Muenchen seperti dikutip AFP, Jumat
Zverev lahir di Hamburg dari orang tua etnis Rusia.
Dia membela teman dekatnya, Andrey Rublev dari Rusia, yang mengecam keputusan ofisial Wimbledon dan menyebut larangan tersebut "sangat diskriminatif."
Keputusan itu membuat Rublev dan rekan senegaranya dan peringkat dua dunia Daniil Medvedev, ditambah peringkat keempat putri Aryna Sabalenka dari Belarus, tidak dapat mengikuti turnamen yang akan berlangsung pada 27 Juni-10 Juli itu.
"Saya telah berbicara dengan Andrey," kata Zverev yang menunjukkan Rublev telah mengambil sikap menentang invasi Rusia ke Ukraina.
Dalam turnamen Dubai pada Februari, Rublev menunjukkan sikap tersebut dengan menulis "Tolong jangan perang" pada kamera TV di tepi lapangan setelah menang.
"Dia (Rublev) juga siap membantu Ukraina," kata Zverev. "Dia siap menentang perang, dia siap mengirim hadiah uangnya ke Ukraina."
Komentar Zverev muncul setelah petenis nomor satu dunia Novak Djokovic menyebut larangan Wimbledon itu "gila."
Penyelenggara ATP dan WTA mencap langkah itu "tidak adil" dan "sangat mengecewakan."
Demikian juga, pelopor tenis AS Billie Jean King, pendiri WTA pada 1973, juga menentang keputusan tersebut.
"Saya tidak dapat mendukung larangan atlet secara perseorangan dari turnamen apa pun, hanya karena kebangsaan mereka," kata juara Wimbledon enam kali itu.
Petenis putri top Ukraina Elina Svitolina mengatakan dia merasa petenis Rusia dan Belarus yang menentang invasi "harus diizinkan" berkompetisi di Wimbledon.
Penyelenggara pada Rabu mengumumkan bahwa petenis Rusia dan Belarus tidak dapat tampil dalam Wimbledon sebagai tanggapan atas invasi ke Ukraina.
Belarus dipandang sekutu Rusia di mana pasukan Rusia menggunakan wilayahnya untuk menginvasi Ukraina pada 24 Februari.
All England Lawn Tennis Club (AELTC) yang menangani Wimbledon berlasan bertindak demikian untuk "membatasi pengaruh global Rusia dengan cara sekuat mungkin."
Namun, petenis berusia 25 tahun yang saat ini menempati peringkat ketiga dunia itu melihat "tidak ada alasan" mengapa petenis Rusia atau Belarus "tidak boleh bermain dalam Wimbledon."
Saat ini, petenis yang mewakili kedua negara diizinkan mengambil bagian dalam turnamen-turnamen ATP dan WTA tetapi dilarang berkompetisi dengan nama atau bendera negaranya.
Federasi Tenis Internasional (ITF) melarang kedua negara mengikuti Piala Davis dan Piala Billie Jean King.
"Saya pikir kita semua menentang perang, apa yang terjadi di Ukraina tidak manusiawi dan tidak seharusnya terjadi," kata Zverev yang sedang mempersiapkan diri menghadapi turnamen ATP pekan depan di Muenchen seperti dikutip AFP, Jumat
Zverev lahir di Hamburg dari orang tua etnis Rusia.
Dia membela teman dekatnya, Andrey Rublev dari Rusia, yang mengecam keputusan ofisial Wimbledon dan menyebut larangan tersebut "sangat diskriminatif."
Keputusan itu membuat Rublev dan rekan senegaranya dan peringkat dua dunia Daniil Medvedev, ditambah peringkat keempat putri Aryna Sabalenka dari Belarus, tidak dapat mengikuti turnamen yang akan berlangsung pada 27 Juni-10 Juli itu.
"Saya telah berbicara dengan Andrey," kata Zverev yang menunjukkan Rublev telah mengambil sikap menentang invasi Rusia ke Ukraina.
Dalam turnamen Dubai pada Februari, Rublev menunjukkan sikap tersebut dengan menulis "Tolong jangan perang" pada kamera TV di tepi lapangan setelah menang.
"Dia (Rublev) juga siap membantu Ukraina," kata Zverev. "Dia siap menentang perang, dia siap mengirim hadiah uangnya ke Ukraina."
Komentar Zverev muncul setelah petenis nomor satu dunia Novak Djokovic menyebut larangan Wimbledon itu "gila."
Penyelenggara ATP dan WTA mencap langkah itu "tidak adil" dan "sangat mengecewakan."
Demikian juga, pelopor tenis AS Billie Jean King, pendiri WTA pada 1973, juga menentang keputusan tersebut.
"Saya tidak dapat mendukung larangan atlet secara perseorangan dari turnamen apa pun, hanya karena kebangsaan mereka," kata juara Wimbledon enam kali itu.
Petenis putri top Ukraina Elina Svitolina mengatakan dia merasa petenis Rusia dan Belarus yang menentang invasi "harus diizinkan" berkompetisi di Wimbledon.