Palembang (ANTARA) - Peneliti dari World Agroforestry (Icraf) menyarankan pengembangan agroforestri di perkebunan kopi Pagaralam, Sumatera Selatan, agar komoditas andalan daerah tersebut dapat terjaga keberlanjutannya serta mampu menembus pasar ekspor.
Peneliti senior Icraf Betha Lusiana mengatakan kesimpulan itu diperoleh setelah dilakukan riset selama empat tahun di Pagaralam dalam proyek penelitian Agricultural Policy Research to Support Natural Resource Management in Indonesia’s Upland Landscape (IndoGreen).
Betha yang juga koordinator Proyek IndoGreen telah menyerahkan hasil penelitiannya dalam bentuk dua buah buku ke Pemerintah Kota Pagaralam di Pagaralam, Selasa, untuk ditindaklanjuti dalam tatanan kebijakan.
“Berdasarkan hasil penelitian kami, melalui sistem agroforestri maka kopi bisa menjadi multifungsi yakni ketahanan lingkungan dan sekaligus ketahanan ekonomi masyarakat,” kata Betha dalam konferensi pers secara virtual.
Petani harus didorong memanfaatkan tanaman sela di antara tanaman kopi, sehingga bisa mendapatkan nilai tambah dari perkebunan kopinya.
Ia mengatakan pemerintah perlu mendorong dari sisi kebijakan, di antaranya dengan menjalankan program stek sambung pucuk, penguatan koperasi, pembukaan akses pasar hingga pembiayaan ke para petani kecil.
Menurutnya, pemerintah setempat perlu mengawal dari sisi produksi hingga pemasaran, salah satunya dengan menggunakan aplikasi penelusuran barang yang dibuat oleh Icraf.
“Bisa jadi, aplikasi ini menjadi satu-satunya di Indonesia sehingga siapapun (petani, pedagang) dapat menelusuri asal muasal kopi mulai dari lahan milik siapa hingga siapa yang membelinya,” kata dia.
Dengan begitu, maka alur dari hulu hingga hilir dari komoditas kopi asal Pagaralam dapat terpantau sehingga dapat membuka peluang ekspor.
Penting untuk dipahami juga dari hasil penelitian ini yakni pengoptimalan fungsi perhutanan sosial sebagai upaya pelestarian alam dan sekaligus peningkatan pendapatan masyarakat Pagaralam.
Ini berkaitan dengan kondisi sosial geografis Kota Pagaralam yang di kaki bukit Gunung Dempo ini diketahui sebanyak 70 persen penduduknya merupakan pekebun kopi.
Sejauh ini, Icraf bukan hanya akan mendorong pemanfaatan hasil riset ini oleh Pemkot Pagaralam tapi juga mendorong digunakan secara nasional.
Hasil dari penelitian proyek IndoGreen ini juga akan disampaikan secara nasional pada akhir tahun 2022.
IndoGreen adalah proyek penelitian kerja sama antara World Agroforestry (ICRAF) dengan Center for Global Food and Resources di University of Adelaide, Australia, melalui pendanaan Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR/Pusat Penelitian Pertanian Internasional Australia).
Sementara itu, perwakilan Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia, Nisdiarti, mengatakan pihaknya yang mengurus sebuah koperasi di Pagaralam saat ini mendorong agar kopi Pagaralam ini bisa menembus pasar ekspor untuk kelompok produk premium.
Selama ini kopi Pagaralam dijual ke pengepul sebagai kopi 'asalan' (petik pelangi) sehingga sulit untuk menembus pasar premium.
“Untuk itu kami sudah menjalin kerja sama dengan anak perusahaan Pusri untuk ekspor kopi premium, kemungkinan dalam waktu dekat sudah bisa ekspor,” kata dia.
Ia tak menyangkal terdapat sejumlah kendala untuk ekspor di antaranya rendahnya kapasitas ekspor di Pelabuhan Boom Baru Palembang, yakni hanya berkisar 5 ton untuk satu kali pengiriman.
Padahal, dari sisi produksi sudah mampu melebihi kapasitas tersebut, kata dia.
Asisten I Pemkot Pagaralam Dahnial Nasution menjamin bahwa hasil riset dari para peneliti Icraf ini dijadikan pijakan dalam membuat kebijakan untuk pengembangan sektor perkebunan kopi.
“Dengan masa penelitian hingga empat tahun, bisa dikatakan hasil riset Icraf ini sudah sangat lengkap dan dapat dijadikan dasar oleh pemerintah,” kata dia.
Peneliti senior Icraf Betha Lusiana mengatakan kesimpulan itu diperoleh setelah dilakukan riset selama empat tahun di Pagaralam dalam proyek penelitian Agricultural Policy Research to Support Natural Resource Management in Indonesia’s Upland Landscape (IndoGreen).
Betha yang juga koordinator Proyek IndoGreen telah menyerahkan hasil penelitiannya dalam bentuk dua buah buku ke Pemerintah Kota Pagaralam di Pagaralam, Selasa, untuk ditindaklanjuti dalam tatanan kebijakan.
“Berdasarkan hasil penelitian kami, melalui sistem agroforestri maka kopi bisa menjadi multifungsi yakni ketahanan lingkungan dan sekaligus ketahanan ekonomi masyarakat,” kata Betha dalam konferensi pers secara virtual.
Petani harus didorong memanfaatkan tanaman sela di antara tanaman kopi, sehingga bisa mendapatkan nilai tambah dari perkebunan kopinya.
Ia mengatakan pemerintah perlu mendorong dari sisi kebijakan, di antaranya dengan menjalankan program stek sambung pucuk, penguatan koperasi, pembukaan akses pasar hingga pembiayaan ke para petani kecil.
Menurutnya, pemerintah setempat perlu mengawal dari sisi produksi hingga pemasaran, salah satunya dengan menggunakan aplikasi penelusuran barang yang dibuat oleh Icraf.
“Bisa jadi, aplikasi ini menjadi satu-satunya di Indonesia sehingga siapapun (petani, pedagang) dapat menelusuri asal muasal kopi mulai dari lahan milik siapa hingga siapa yang membelinya,” kata dia.
Dengan begitu, maka alur dari hulu hingga hilir dari komoditas kopi asal Pagaralam dapat terpantau sehingga dapat membuka peluang ekspor.
Penting untuk dipahami juga dari hasil penelitian ini yakni pengoptimalan fungsi perhutanan sosial sebagai upaya pelestarian alam dan sekaligus peningkatan pendapatan masyarakat Pagaralam.
Ini berkaitan dengan kondisi sosial geografis Kota Pagaralam yang di kaki bukit Gunung Dempo ini diketahui sebanyak 70 persen penduduknya merupakan pekebun kopi.
Sejauh ini, Icraf bukan hanya akan mendorong pemanfaatan hasil riset ini oleh Pemkot Pagaralam tapi juga mendorong digunakan secara nasional.
Hasil dari penelitian proyek IndoGreen ini juga akan disampaikan secara nasional pada akhir tahun 2022.
IndoGreen adalah proyek penelitian kerja sama antara World Agroforestry (ICRAF) dengan Center for Global Food and Resources di University of Adelaide, Australia, melalui pendanaan Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR/Pusat Penelitian Pertanian Internasional Australia).
Sementara itu, perwakilan Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia, Nisdiarti, mengatakan pihaknya yang mengurus sebuah koperasi di Pagaralam saat ini mendorong agar kopi Pagaralam ini bisa menembus pasar ekspor untuk kelompok produk premium.
Selama ini kopi Pagaralam dijual ke pengepul sebagai kopi 'asalan' (petik pelangi) sehingga sulit untuk menembus pasar premium.
“Untuk itu kami sudah menjalin kerja sama dengan anak perusahaan Pusri untuk ekspor kopi premium, kemungkinan dalam waktu dekat sudah bisa ekspor,” kata dia.
Ia tak menyangkal terdapat sejumlah kendala untuk ekspor di antaranya rendahnya kapasitas ekspor di Pelabuhan Boom Baru Palembang, yakni hanya berkisar 5 ton untuk satu kali pengiriman.
Padahal, dari sisi produksi sudah mampu melebihi kapasitas tersebut, kata dia.
Asisten I Pemkot Pagaralam Dahnial Nasution menjamin bahwa hasil riset dari para peneliti Icraf ini dijadikan pijakan dalam membuat kebijakan untuk pengembangan sektor perkebunan kopi.
“Dengan masa penelitian hingga empat tahun, bisa dikatakan hasil riset Icraf ini sudah sangat lengkap dan dapat dijadikan dasar oleh pemerintah,” kata dia.