Palembang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menilai informasi mengenai program pembiayaan untuk pelaku usaha kecil hingga ultra mikro perlu dimasifkan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan kementerian/lembaga terkait agar anggaran APBN itu dapat terserap optimal.
Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan SA Supriyono di Palembang, Senin, mengatakan, ragam pembiayaan untuk pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan pelaku usaha ultra mikro relatif banyak disediakan oleh pemerintah, mulai dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga Pembiayaan Ultra Mikro (UMi).
Namun, disayangkan tidak semua pelaku usaha mendapatkan informasi mengenai cara mengaksesnya, baik dari kalangan perbankan hingga ke lembaga penyalur (Lembaga Keuangan Bukan Bank).
“Sayang, dana yang dialokasikan pemerintah untuk mereka (pelaku usaha kecil) sangat banyak. Tentunya, sayang jika tidak digunakan,” kata dia.
Bantuan modal rendah bunga itu diharapkan dapat membantu pelaku usaha kecil mengembangkan usahanya, atau bahkan membantu individu atau kelompok yang baru memulai usaha.
Dalam skema bantuan tersebut, pemerintah sudah menyediakan dua kesempatan yakni pinjaman KUR dan UMi sehingga tidak ada alasan lagi bagi pelaku usaha yang membutuhkan modal kerja.
Bagi yang memiliki agunan (bankable) maka dapat mengakses pinjaman KUR tapi bagi yang tidak memiliki agunan (unbankable) dapat mengakses pinjaman UMi dengan cara membentuk kelompok usaha untuk bisa menerapkan sistem tanggung renteng.
Bukan hanya menginformasikan ke pelaku usaha, instansi terkait juga diminta melakukan pendampingan mengingat para enterpreneur ini masih skala kecil usahanya.
“Seperti memberikan pelatihan-pelatihan dalam pengelolaan keuangan, ini sangat perlu sekali karena masih banyak usaha kecil yang belum mampu memisahkan mana uang dapur dan mana uang toko,” kata dia.
Sementara itu, pengamat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Sri Rahayu menilai pelaku kecil hingga kini masih dihadapkan persoalan permodalan.
Padahal ketersediaan modal sangat berkaitan dengan kemampuan memproduksi barang. Jika produksi rendah maka secara otomatis harga jual akan tinggi sehingga menurunkan daya saing.
Adanya model tanggung renteng ini tak lain untuk menumbuhkan karakter bertanggung jawab dan gotong royong dari pelaku usaha ultra mikro. Apalagi, dana pembiayaan UMi bersumber dari APBN yang harus dikembalikan lagi ke negara.
Berbeda dengan skema pinjaman rendah bunga lainnya untuk pelaku UMKM, pembiayaan UMi ini agak unik karena syarat yang diberlakukan terbilang ringan, seperti jika usahawan baru maka tidak dibebankan untuk membuat laporan keuangan serta tidak mesti lolos BI Checking (Sistem Informasi Debitur).
Hanya saja yang perlu dipikirkan, siapa saja yang bisa mengakses pinjaman ini. Kadangkala di tengah masyarakat kelas ekonomi lemah itu sudah ada individu yang terkait persoalan sosial seperti premanisme, narkoba dan lainnya.
“Mereka yang sudah di-black list apakah bisa dibantu, perlu juga negara memikirkannya. Walau dia seorang preman tapi jika ada keinginan yang kuat untuk berubah, seharusnya juga diberikan kesempatan. Artinya kembali pada sistem surveinya,” kata Direktur Pasca Sarjana Universitas Muhammadyah Palembang ini yang juga ketua Rumah Kreatif Sumsel dan Forum CSR Sumsel.
Berdasarkan data OJK Regional VII, Sumsel mendapatkan alokasi KUR pada 2022 senilai Rp8 triliun atau meningkat dari sebelumnya Rp4,4 triliun.
Sedangkan berdasarkan data Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan diketahui lembaga penyaluran LKBB yakni PT PNM dan PT Pegadaian mampu merealisasi penyaluran UMi di Sumsel sampai 31 Desember 2021 mencapai Rp195 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 50.807 orang.
Jika dibandingkan dengan 2020, total penyaluran mengalami penurunan 0,13 persen. Salah satu penyebabnya, karena adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak pertengahan 2021.
Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan SA Supriyono di Palembang, Senin, mengatakan, ragam pembiayaan untuk pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan pelaku usaha ultra mikro relatif banyak disediakan oleh pemerintah, mulai dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga Pembiayaan Ultra Mikro (UMi).
Namun, disayangkan tidak semua pelaku usaha mendapatkan informasi mengenai cara mengaksesnya, baik dari kalangan perbankan hingga ke lembaga penyalur (Lembaga Keuangan Bukan Bank).
“Sayang, dana yang dialokasikan pemerintah untuk mereka (pelaku usaha kecil) sangat banyak. Tentunya, sayang jika tidak digunakan,” kata dia.
Bantuan modal rendah bunga itu diharapkan dapat membantu pelaku usaha kecil mengembangkan usahanya, atau bahkan membantu individu atau kelompok yang baru memulai usaha.
Dalam skema bantuan tersebut, pemerintah sudah menyediakan dua kesempatan yakni pinjaman KUR dan UMi sehingga tidak ada alasan lagi bagi pelaku usaha yang membutuhkan modal kerja.
Bagi yang memiliki agunan (bankable) maka dapat mengakses pinjaman KUR tapi bagi yang tidak memiliki agunan (unbankable) dapat mengakses pinjaman UMi dengan cara membentuk kelompok usaha untuk bisa menerapkan sistem tanggung renteng.
Bukan hanya menginformasikan ke pelaku usaha, instansi terkait juga diminta melakukan pendampingan mengingat para enterpreneur ini masih skala kecil usahanya.
“Seperti memberikan pelatihan-pelatihan dalam pengelolaan keuangan, ini sangat perlu sekali karena masih banyak usaha kecil yang belum mampu memisahkan mana uang dapur dan mana uang toko,” kata dia.
Sementara itu, pengamat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Sri Rahayu menilai pelaku kecil hingga kini masih dihadapkan persoalan permodalan.
Padahal ketersediaan modal sangat berkaitan dengan kemampuan memproduksi barang. Jika produksi rendah maka secara otomatis harga jual akan tinggi sehingga menurunkan daya saing.
Adanya model tanggung renteng ini tak lain untuk menumbuhkan karakter bertanggung jawab dan gotong royong dari pelaku usaha ultra mikro. Apalagi, dana pembiayaan UMi bersumber dari APBN yang harus dikembalikan lagi ke negara.
Berbeda dengan skema pinjaman rendah bunga lainnya untuk pelaku UMKM, pembiayaan UMi ini agak unik karena syarat yang diberlakukan terbilang ringan, seperti jika usahawan baru maka tidak dibebankan untuk membuat laporan keuangan serta tidak mesti lolos BI Checking (Sistem Informasi Debitur).
Hanya saja yang perlu dipikirkan, siapa saja yang bisa mengakses pinjaman ini. Kadangkala di tengah masyarakat kelas ekonomi lemah itu sudah ada individu yang terkait persoalan sosial seperti premanisme, narkoba dan lainnya.
“Mereka yang sudah di-black list apakah bisa dibantu, perlu juga negara memikirkannya. Walau dia seorang preman tapi jika ada keinginan yang kuat untuk berubah, seharusnya juga diberikan kesempatan. Artinya kembali pada sistem surveinya,” kata Direktur Pasca Sarjana Universitas Muhammadyah Palembang ini yang juga ketua Rumah Kreatif Sumsel dan Forum CSR Sumsel.
Berdasarkan data OJK Regional VII, Sumsel mendapatkan alokasi KUR pada 2022 senilai Rp8 triliun atau meningkat dari sebelumnya Rp4,4 triliun.
Sedangkan berdasarkan data Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan diketahui lembaga penyaluran LKBB yakni PT PNM dan PT Pegadaian mampu merealisasi penyaluran UMi di Sumsel sampai 31 Desember 2021 mencapai Rp195 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 50.807 orang.
Jika dibandingkan dengan 2020, total penyaluran mengalami penurunan 0,13 persen. Salah satu penyebabnya, karena adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak pertengahan 2021.