Palembang (ANTARA) - Sebanyak tiga peternakan ayam di Palembang, Sumatera Selatan, terpaksa gulung tikar pada tahun ini lantaran tidak mampu menanggung tingginya biaya produksi yang sudah terjadi sejak 2021.
Ketua Asosiasi Masyarakat Peternak Sumatera Selatan Ismaidi Chaniago di Palembang, Rabu, mengatakan, kondisi ini sudah diperkirakan asosiasi bahwa sebagian peternak ayam di Palembang bakal bangkrut karena harga yang terbentuk di pasaran tidak sesuai dengan biaya pengeluaran.
Peternak menutupi sekitar Rp10.000/ekor, itu terjadi sepanjang tahun lalu. Lama-lama bangkrut, baru sebulan terakhir ini harga tinggi untuk ayam dan telur, tapi sebenarnya bukan kami juga yang merasakannya, kata Ismeidi.
Peternakan ayam ini diketahui merupakan peternak plasma yang bekerja sama dengan perusahaan.
Pada 2021, peternakan ayam dihadapkan tingginya harga pakan (80 persen dalam biaya pengeluaran) yakni mengalami kenaikan Rp2.500/Kg.
Selain itu, daya beli masyarakat juga masih rendah sehingga harga ayam tidak bisa terkerek naik.
Bisa dikatakan pada 2021, peternakan ayam tidak mendapatkan keuntungan karena harga yang diterima di kandang hanya berkisar Rp12.000 per Kg, sementara untuk balik modal setidaknya harus Rp22.000 per Kg.
Namun, bukan berarti kerugian ini juga dirasakan oleh distributor dan pedagang karena sejatinya harga ayam dinaikkan dengan selisih sekitar Rp8.000-Rp10.000/Kg. Jadi harga yang terbentuk di pasaran sekitar Rp30.000/Kg pada tahun lalu.
Tiga perternakan ayam yang bangkrut itu merupakan milik kalangan pribadi dengan masing-masing menernakkan 80 ribu ekor ayam, dengan produksi total ketiganya mencapai 4 ton/hari.
Artinya ada kehilangan produksi sekitar 120 ton per bulan, ini cukup signifikan karena Palembang memiliki kebutuhan 300 ton per bulan.
Menurutnya kondisi ini harus diantisipasi oleh pemerintah karena bisa berdampak panjang mengingat hingga kini belum ada peternakan baru yang muncul. Puncaknya diperkirakan asosiasi bakal terjadi pada April-Mei 2022.
“Malah, sebagian dari pengusaha peternakan ayam petelur dan pedaging di Palembang terlilit utang di bank,” kata Ismaidi.
Sementara itu, harga telur ayam melambung sejak dua pekan menjelang akhir tahun yang sempat di harga Rp30.000 per Kg. Pada Selasa (4/1/22), di sejumlah pasar tradisional Palembang, berdasarkan pantauan Antara untuk harga telur ayam Rp25.000 per Kg dan daging ayam potong Rp35.000 per Kg.
Menurut Ismaidi kenaikan harga telur ini juga dipicu oleh kondisi cuaca saat ini yang kurang baik untuk peternakan ayam. Apalagi, sebagian besar peternakan tidak melakukan peremajaan lantaran tidak mendapatkan bibit anak ayam (ayam usia 1 hari, yang mana untuk ayam petelur akan dipanen dalam masa 4,5 bulan dan ayam pedaging akan dipanen dalam masa 25-35 hari).
Jadi ayam yang dipelihara sebagian besar peternakan saat sudah beranjak tua. Sedangkan, berdasarkan data asosiasi setidaknya 40 persennya harus sudah diremajakan untuk kelanjutan produksi.
Ini dipicu oleh kenaikan harga bibit anak ayam pada 2021 yakni menjadi 15.000 per ekor. Namun saat ini sudah terjadi penurunan menjadi Rp7.500 per ekor untuk ayam petelur.
Untuk itu, asosiasi dalam pertemuan dengan Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda di Palembang, Rabu (5/1/21) terkait ketersediaan bahan kebutuhan pokok penting sudah menyarankan agar memanggil para distributor ayam untuk menjaga kestabilan harga.
“Persoalan tata niaga ayam ini menjadi persoalan yang tak pernah selesai, tapi mudah-mudahan dapat titik terang dan solusi bersama,” kata dia.
Sementara Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda mengatakan pihaknya sudah menjadwalkan pemanggilan distributor sejumlah kebutuhan pokok penting pada pekan depan.
"Kami sudah sepakat pekan depan untuk duduk bersama mencari solusi agar harga-harga ini bisa terjangkau bagi masyarakat," kata Fitrianti dalam rapat tersebut.
Ketua Asosiasi Masyarakat Peternak Sumatera Selatan Ismaidi Chaniago di Palembang, Rabu, mengatakan, kondisi ini sudah diperkirakan asosiasi bahwa sebagian peternak ayam di Palembang bakal bangkrut karena harga yang terbentuk di pasaran tidak sesuai dengan biaya pengeluaran.
Peternak menutupi sekitar Rp10.000/ekor, itu terjadi sepanjang tahun lalu. Lama-lama bangkrut, baru sebulan terakhir ini harga tinggi untuk ayam dan telur, tapi sebenarnya bukan kami juga yang merasakannya, kata Ismeidi.
Peternakan ayam ini diketahui merupakan peternak plasma yang bekerja sama dengan perusahaan.
Pada 2021, peternakan ayam dihadapkan tingginya harga pakan (80 persen dalam biaya pengeluaran) yakni mengalami kenaikan Rp2.500/Kg.
Selain itu, daya beli masyarakat juga masih rendah sehingga harga ayam tidak bisa terkerek naik.
Bisa dikatakan pada 2021, peternakan ayam tidak mendapatkan keuntungan karena harga yang diterima di kandang hanya berkisar Rp12.000 per Kg, sementara untuk balik modal setidaknya harus Rp22.000 per Kg.
Namun, bukan berarti kerugian ini juga dirasakan oleh distributor dan pedagang karena sejatinya harga ayam dinaikkan dengan selisih sekitar Rp8.000-Rp10.000/Kg. Jadi harga yang terbentuk di pasaran sekitar Rp30.000/Kg pada tahun lalu.
Tiga perternakan ayam yang bangkrut itu merupakan milik kalangan pribadi dengan masing-masing menernakkan 80 ribu ekor ayam, dengan produksi total ketiganya mencapai 4 ton/hari.
Artinya ada kehilangan produksi sekitar 120 ton per bulan, ini cukup signifikan karena Palembang memiliki kebutuhan 300 ton per bulan.
Menurutnya kondisi ini harus diantisipasi oleh pemerintah karena bisa berdampak panjang mengingat hingga kini belum ada peternakan baru yang muncul. Puncaknya diperkirakan asosiasi bakal terjadi pada April-Mei 2022.
“Malah, sebagian dari pengusaha peternakan ayam petelur dan pedaging di Palembang terlilit utang di bank,” kata Ismaidi.
Sementara itu, harga telur ayam melambung sejak dua pekan menjelang akhir tahun yang sempat di harga Rp30.000 per Kg. Pada Selasa (4/1/22), di sejumlah pasar tradisional Palembang, berdasarkan pantauan Antara untuk harga telur ayam Rp25.000 per Kg dan daging ayam potong Rp35.000 per Kg.
Menurut Ismaidi kenaikan harga telur ini juga dipicu oleh kondisi cuaca saat ini yang kurang baik untuk peternakan ayam. Apalagi, sebagian besar peternakan tidak melakukan peremajaan lantaran tidak mendapatkan bibit anak ayam (ayam usia 1 hari, yang mana untuk ayam petelur akan dipanen dalam masa 4,5 bulan dan ayam pedaging akan dipanen dalam masa 25-35 hari).
Jadi ayam yang dipelihara sebagian besar peternakan saat sudah beranjak tua. Sedangkan, berdasarkan data asosiasi setidaknya 40 persennya harus sudah diremajakan untuk kelanjutan produksi.
Ini dipicu oleh kenaikan harga bibit anak ayam pada 2021 yakni menjadi 15.000 per ekor. Namun saat ini sudah terjadi penurunan menjadi Rp7.500 per ekor untuk ayam petelur.
Untuk itu, asosiasi dalam pertemuan dengan Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda di Palembang, Rabu (5/1/21) terkait ketersediaan bahan kebutuhan pokok penting sudah menyarankan agar memanggil para distributor ayam untuk menjaga kestabilan harga.
“Persoalan tata niaga ayam ini menjadi persoalan yang tak pernah selesai, tapi mudah-mudahan dapat titik terang dan solusi bersama,” kata dia.
Sementara Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda mengatakan pihaknya sudah menjadwalkan pemanggilan distributor sejumlah kebutuhan pokok penting pada pekan depan.
"Kami sudah sepakat pekan depan untuk duduk bersama mencari solusi agar harga-harga ini bisa terjangkau bagi masyarakat," kata Fitrianti dalam rapat tersebut.