Makassar (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan habitat dan populasi kera khas dan langka (endemik) di kawasan Taman Kars Bantimurung-Bulusaraung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, mulai terancam, sehingga harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak.
Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin di Makassar, Kamis mengatakan, sejak 2016 kawasan kera berekor pendek itu sudah berkeliaran di jalan raya untuk mencari makanan dari belas kasihan pengendara yang melintas di kawasan jalan berkelok-kelok di Camba, Maros.
Keluarnya kera ke jalan raya itu, diyakini karena habitatnya sudah tidak nyaman dan sumber makanannya juga terus berkurang, akibat pembukaan lahan menjadi ladang atau perkebunan.
Keprihatinan serupa juga dikemukakan Guru Besar Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Ngakan Putu Oka.
Dia mengatakan, intensnya interaksi kera dan manusia, khususnya memberikan makanan akan memberikan dampak besar pada kawanan kera itu.
Menurut dia, dalam kondisi yang masih pandemi COVID-19, interaksi yang makin sering itu akan membahayakan satwa langka itu, jika tertular oleh manusia. Alasannya, satu satwa tertular di alam, bisa sangat fatal akibatnya menyebarkan ke kawanan kera.
Dia mengatakan, kawasan Karaenta menjadi tempat jelajah kelompok Macaca maura, dan jalur perlintasan utama adalah bagian Maros, atau sekitar 25 kilometer dari pusat kabupaten.
Sebenarnya sudah ada papan bicara agar tidak memberikan makanan atau jajanan kepada kera di wilayah Karaenta. Namun itu tidak diindahkan oleh pengendara atau yang melintasi jalan itu.
Karena itu, Pemkab Maros harus bertindak tegas kepada pengemudi ataupun penumpang kendaraan roda dua dan empat yang melintas di daerah itu.
Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin di Makassar, Kamis mengatakan, sejak 2016 kawasan kera berekor pendek itu sudah berkeliaran di jalan raya untuk mencari makanan dari belas kasihan pengendara yang melintas di kawasan jalan berkelok-kelok di Camba, Maros.
Keluarnya kera ke jalan raya itu, diyakini karena habitatnya sudah tidak nyaman dan sumber makanannya juga terus berkurang, akibat pembukaan lahan menjadi ladang atau perkebunan.
Keprihatinan serupa juga dikemukakan Guru Besar Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Ngakan Putu Oka.
Dia mengatakan, intensnya interaksi kera dan manusia, khususnya memberikan makanan akan memberikan dampak besar pada kawanan kera itu.
Menurut dia, dalam kondisi yang masih pandemi COVID-19, interaksi yang makin sering itu akan membahayakan satwa langka itu, jika tertular oleh manusia. Alasannya, satu satwa tertular di alam, bisa sangat fatal akibatnya menyebarkan ke kawanan kera.
Dia mengatakan, kawasan Karaenta menjadi tempat jelajah kelompok Macaca maura, dan jalur perlintasan utama adalah bagian Maros, atau sekitar 25 kilometer dari pusat kabupaten.
Sebenarnya sudah ada papan bicara agar tidak memberikan makanan atau jajanan kepada kera di wilayah Karaenta. Namun itu tidak diindahkan oleh pengendara atau yang melintasi jalan itu.
Karena itu, Pemkab Maros harus bertindak tegas kepada pengemudi ataupun penumpang kendaraan roda dua dan empat yang melintas di daerah itu.