Jakarta (ANTARA) - Ahli gizi dari RS Cipto Mangunkusumo, Fitri Hudayani, SGz, MKM, RD, mengatakan penerapan pola makan atau diet vegan yang tepat dapat mencegah dari penyakit-penyakit degeneratif, seperti hipertensi, diabetes, dan sakit jantung.
“Dengan jumlah kalori yang sama, indeks massa tubuh (IMT) pada penganut vegan lebih baik atau lebih kecil dibandingkan dengan bukan yang penganut vegan. Dengan IMT yang baik ini, tentu benefitnya sangat banyak,” ujar Fitri kepada ANTARA pada Senin.
Menurut penelitian di Journal of the Academy of Nutrition and Dietetics pada 2016, diet vegetarian yang direncanakan dengan tepat, termasuk vegan, dapat memberikan manfaat kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit tertentu.
Penelitian tersebut menyebutkan vegetarian dan vegan berisiko lebih rendah terhadap penyakit jantung iskemik, diabetes tipe 2, hipertensi, jenis kanker tertentu, dan obesitas.
Hal tersebut terjadi karena rendahnya asupan lemak jenuh serta tingginya konsumsi sayur, buah, biji-bijian, kacang-kacangan, hingga produk kedelai yang semuanya kaya serat dan fitokimia sehingga dapat berkontribusi pada pengurangan penyakit kronis.
“Pada kelompok vegan, konsumsi vitamin, mineral, serta seratnya jauh lebih baik dibandingkan yang tidak menganut vegetarian atau makanan biasa saja. Kecenderungan mereka konsumsi natrium dan lemak jenuh lebih rendah sehingga kejadian untuk penyakit hipertensi dan sakit jantung itu akan lebih bisa dihindari pada kelompok vegan,” terang Fitri.
Vegan merupakan jenis diet vegetarian ketat yang tidak mengonsumsi sumber pangan dari hewani dan produk turunannya, termasuk telur, susu, dan gelatin.
Pada prinsipnya, kata Fitri, jika seseorang ingin menjalankan diet vegan maka ia harus memahami dan merencanakan sumber-sumber pangan yang bisa disubstitusikan untuk memenuhi kebutuhan gizi harian, mulai dari kebutuhan karbohidrat, protein, hingga lemak.
Sebagai contoh, sumber kalsium bisa didapatkan dari produk nabati, vitamin D dan B12 bisa didapatkan dari sumber makanan dari sayuran dan daun-daunan berwarna pekat serta kacang-kacangan, dan sebagainya.
“Jika kita tidak yakin sumber-sumber tersebut kurang atau tidak cukup terpenuhi, maka kita juga bisa mengonsumsi makanan-makanan yang difortifikasi atau yang diperkaya, misalnya konsumsi sereal yang difortifikasi zat besi,” kata perempuan yang aktif sebagai pengurus Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI) dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) itu.
Orang yang menjalankan diet vegan juga dapat mengonsumsi suplemen tambahan, misalnya suplementasi zat besi untuk melengkapi kebutuhan yang sebelumnya dipenuhi dari konsumsi daging merah.
Namun, Fitri menegaskan suplemen tersebut merupakan kebutuhan yang dapat dikonsumsi jika tubuh seseorang memang berada dalam kondisi defisiensi atau kekurangan zat gizi. Ia juga menekankan perlunya berkonsultasi kepada ahli gizi sebelum memutuskan menerapkan diet tertentu sehingga ada pihak tetap yang mengawasi perkembangan kesehatan.
“Kami akan menilai dari penerapan diet tersebut apakah keluhan atau gejala yang kurang menguntungkan dari tubuh. Saya menyarankan sebelum menjalankan diet secara ketat, baiknya bisa konsultasi ke dietisien untuk diberikan perencanaan menu, tip dan trik, serta bagaimana cara kita beralih ke diet tersebut,” katanya.
“Dengan jumlah kalori yang sama, indeks massa tubuh (IMT) pada penganut vegan lebih baik atau lebih kecil dibandingkan dengan bukan yang penganut vegan. Dengan IMT yang baik ini, tentu benefitnya sangat banyak,” ujar Fitri kepada ANTARA pada Senin.
Menurut penelitian di Journal of the Academy of Nutrition and Dietetics pada 2016, diet vegetarian yang direncanakan dengan tepat, termasuk vegan, dapat memberikan manfaat kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit tertentu.
Penelitian tersebut menyebutkan vegetarian dan vegan berisiko lebih rendah terhadap penyakit jantung iskemik, diabetes tipe 2, hipertensi, jenis kanker tertentu, dan obesitas.
Hal tersebut terjadi karena rendahnya asupan lemak jenuh serta tingginya konsumsi sayur, buah, biji-bijian, kacang-kacangan, hingga produk kedelai yang semuanya kaya serat dan fitokimia sehingga dapat berkontribusi pada pengurangan penyakit kronis.
“Pada kelompok vegan, konsumsi vitamin, mineral, serta seratnya jauh lebih baik dibandingkan yang tidak menganut vegetarian atau makanan biasa saja. Kecenderungan mereka konsumsi natrium dan lemak jenuh lebih rendah sehingga kejadian untuk penyakit hipertensi dan sakit jantung itu akan lebih bisa dihindari pada kelompok vegan,” terang Fitri.
Vegan merupakan jenis diet vegetarian ketat yang tidak mengonsumsi sumber pangan dari hewani dan produk turunannya, termasuk telur, susu, dan gelatin.
Pada prinsipnya, kata Fitri, jika seseorang ingin menjalankan diet vegan maka ia harus memahami dan merencanakan sumber-sumber pangan yang bisa disubstitusikan untuk memenuhi kebutuhan gizi harian, mulai dari kebutuhan karbohidrat, protein, hingga lemak.
Sebagai contoh, sumber kalsium bisa didapatkan dari produk nabati, vitamin D dan B12 bisa didapatkan dari sumber makanan dari sayuran dan daun-daunan berwarna pekat serta kacang-kacangan, dan sebagainya.
“Jika kita tidak yakin sumber-sumber tersebut kurang atau tidak cukup terpenuhi, maka kita juga bisa mengonsumsi makanan-makanan yang difortifikasi atau yang diperkaya, misalnya konsumsi sereal yang difortifikasi zat besi,” kata perempuan yang aktif sebagai pengurus Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI) dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) itu.
Orang yang menjalankan diet vegan juga dapat mengonsumsi suplemen tambahan, misalnya suplementasi zat besi untuk melengkapi kebutuhan yang sebelumnya dipenuhi dari konsumsi daging merah.
Namun, Fitri menegaskan suplemen tersebut merupakan kebutuhan yang dapat dikonsumsi jika tubuh seseorang memang berada dalam kondisi defisiensi atau kekurangan zat gizi. Ia juga menekankan perlunya berkonsultasi kepada ahli gizi sebelum memutuskan menerapkan diet tertentu sehingga ada pihak tetap yang mengawasi perkembangan kesehatan.
“Kami akan menilai dari penerapan diet tersebut apakah keluhan atau gejala yang kurang menguntungkan dari tubuh. Saya menyarankan sebelum menjalankan diet secara ketat, baiknya bisa konsultasi ke dietisien untuk diberikan perencanaan menu, tip dan trik, serta bagaimana cara kita beralih ke diet tersebut,” katanya.