Jayapura (ANTARA) - Tak hanya atlet yang bisa menggoncang Istora Papua Bangkit di Kabupaten Jayapura selama PON XX Papua.
Sebanyak 20 anak- anak yang tergabung di dalam sanggar tari Nafas Danau Sentani (NDS) juga pernah mengguncang salah satu arena untuk perhelatan pertandingan olahraga akbar itu.
Puluhan anak muda yang berkisar di usia belia belasan tahun itu menggetarkan hati penontonnya dengan membawakan penampilan seni sekaligus adat bernama Akhokoy.
Akhohoy merupakan sebuah tarian khas di kampung adat Yokiwa yang masuk kawasan Sentani.
Tarian yang diiringi lantunan berbahasa tradisional Sentani itu pada hakikatnya memiliki makna mengangkat kebesaran sosok Ondoafi atau Kepala Adat yang dihormati masyarakatnya.
Rupanya tarian Akhokoy bukanlah tarian yang sembarang bisa ditampilkan dan memiliki makna yang mendalam karena termasuk dalam perangkat sakral di Kampung Adat Yokiwa.
“Tarian ini merupakan lantunan dan tarian yang sejak dahulu sudah ada, menceritakan peristiwa dan kejadian yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dilantunkan dari generasi ke generasi lantunan itu mengajarkan nilai dan pedoman hidup bagi masyarakat,” kata Markus Rumbino yang mendampingi anak- anak dari Sanggar NDS menampilkan tarian Akhokoy.
Kini Akhokoy pun dikenalkan pada masyarakat nusantara lewat perhelatan pertama PON di timur Indonesia itu.
Mengenalkan kebesaran, keberagaman, dan keindahan Papua, tanah surga yang jatuh ke bumi.
Warisan tiga suku
Anak- anak muda dari Sanggar Nafas Danau Sentani Kampung Yokiwa membawakan tarian dan lantunan Akhokoy di Istora Papua Bangkit, Senin (4/10/2021). (ANTARA/M. Risyal Hidayat)
Akhokoy dihadirkan untuk menunjukan bagaimana praktik kesatuan dan keberagaman bisa berbaur menjadi keindahan yang merupakan cerminan dari tiga suku yang berada di Kampung Yokiwa.
Tiga suku itu ialah Suku Awoitauw, Suku Fiobetauw, dan Suku Mimitauw.
Ketiga suku itu bersatu padu menerima keberagaman masing-masing hingga akhirnya menciptakan warisan yang bisa diturunkan dari generasi ke generasi.
Jika diibaratkan tarian Akhokoy ini memiliki kedudukan layaknya kromo inggil di Pulau Jawa.
Ondoafi diposisikan sebagai seseorang yang dihormati karena perannya menjaga dan menyatukan masyarakat dari tiga suku yang berbeda itu.
Tarian itu pun wajib dibawakan hanya oleh masyarakat asli dari Kampung Yokiwa dengan menggunakan pakaian adat Sentani.
Ada peran penari pria yang memimpin tarian, ia menggunakan rok rumbai dilengkapi lukisan motif khas Sentani di badannya membawa dan meniupkan alat musik Ame yang berasal dari kerang untuk memberi instruksi.
Pemimpin tarian itu pun memandu baik penari wanita maupun penari pria yang telah lengkap menggunakan kostum rumbai untuk membawa lantunan dan tarian Akhokoy.
Mereka pun membawakan lantunan dengan bahasa tradisional yang digunakan di Sentani yang kemampuannya hanya dimiliki oleh ketiga suku itu.
Itulah yang menjadikan Akhokoy hanya boleh dibawakan oleh masyarakat asal Kampung Yokiwa dan tidak bisa dibawakan oleh masyarakat luar secara sembarang.
Selain mengangkat kebesaran Kepala Adat, Akhokoy pun berfungsi sebagai pengingat bagi masyarakat agar tak takabur ataupun pongah.
Maka dari itu peristiwa yang dilantunkan untuk melengkapi tarian Akhokoy terus diperbaharui agar dapat relevan mengikuti perubahan generasi ke generasi.
Markus menyebut salah satu peristiwa terbaru yang dimasukan dalam penampilannya di Istora Papua Bangkit yaitu Banjir Bandang Sentani yang meluluhlantahkan Ibu Kota Kabupaten Jayapura.
Peristiwa itu melengkapi Akhokoy agar bisa mengingatkan masyarakat Sentani tak lagi berbuat lalim pada lingkungan dan harus mau menjaga alam agar peristiwa memilukan itu tak lagi terulang.
Pentingnya peran Akhokoy sebagai pedoman hidup dan juga pengingat yang mendarah daging pada masyarakat Sentani, menjadikan tarian itu sangat dijaga kelestariannya.
Agar peristiwa ini bisa dikenal masyarakat nusantara secara luas, diperlukan restu dari masyarakat adat di Kampung Yokiwa.
Dengan pertimbangan meramaikan dan menyukseskan PON Papua, akhirnya sanggar DNS diperbolehkan untuk menampilkan tarian khas dari Sentani itu.
“Karena PON adalah acara besar nasional, sehingga Ketua Adat memberikan izin. Anak- anak generasi muda (yang tergabung dalam NDS) diperkenankan mengenalkan budaya Kampung Yokiwa kepada masyarakat nusantara. Sehingga masyarakat nusantara mengenal Papua yang indah dan memiliki keragaman yang mendalam,” ujar Markus.
Salah satu penari Akhokoy yang berada di bawah binaan DNS yaitu Dinna Awoitauw mengaku bahwa ia merasa bangga bisa mengenalkan tarian khas kampungnya kepada masyarakat nusantara.
Tak hanya bisa mengenalkan keberagaman Papua lewat bentuk artistik tapi juga ia bisa mempelajari secara mendalam tarian sakral ini.
Tak hanya dari seninya tapi juga dari kedalaman kulturalnya sehingga sebagai generasi muda ia tetap bisa mengingat tempatnya mengakar.
“Tarian Akhokoy ini sangat bagus. Lewat tarian Akhokoy kita mengetahui cerita rakyat yang dahulu terjadi. Ini diceritakan atau dikisahkan kembali melalui Tarian dan nyanyian Akhokoy,” kata dara muda itu.
Akhokoy bagi generasi baru
Butuh waktu tahunan bagi Dinna dan teman-temannya di Sanggar Nafas Danau Sentani untuk bisa mendalami Akhokoy.
Bagi Dinna sendiri awalnya ia merasa ragu karena menilai dirinya masih muda, namun semangatnya membawanya ingin mengenalkan keindahan Papua lewat seni membuatnya mampu untuk mendalami Akhokoy.
Detik demi detik, menit demi menit, dan akhirnya berubah menjadi tahun demi tahun dihabiskan untuk menyempurnakan pemahaman pada kultur yang dasarnya sakral itu berbuah manis menghasilkan kebanggaan.
Tak hanya untuk memahami akar dan kedalaman kulturnya, kini Akhokoy pun menjadi sarana anak- anak Kampung Yokiwa mengenalkan keragaman Bumi Cendrawasih pada nusantara.
Misalnya pada 2016, Akhokoy pernah mengantarkan Sanggar NDS menjadi pemenang dari Konser Karawitan Anak Indonesia yang digelar di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ).
Akhokoy juga menjadi jembatan bagi para generasi muda Yokiwa bisa mengenal dunia lebih luas lagi.
Dengan datang dan membawakan Akhokoy ke daerah-daerah lain di nusantara, anak-anak itu bisa belajar dan mendapatkan ilmu baru dari daerah lain di Bumi Pertiwi.
Tentu harapannya Akhokoy bisa terus terjaga eksistensi hingga generasi mendatang, tak hanya menjaga akar sejarah Kampung Yokiwa tapi juga menjadi gambaran keindahan Bumi Cendrawasih di mata masyarakat nusantara.
Sebanyak 20 anak- anak yang tergabung di dalam sanggar tari Nafas Danau Sentani (NDS) juga pernah mengguncang salah satu arena untuk perhelatan pertandingan olahraga akbar itu.
Puluhan anak muda yang berkisar di usia belia belasan tahun itu menggetarkan hati penontonnya dengan membawakan penampilan seni sekaligus adat bernama Akhokoy.
Akhohoy merupakan sebuah tarian khas di kampung adat Yokiwa yang masuk kawasan Sentani.
Tarian yang diiringi lantunan berbahasa tradisional Sentani itu pada hakikatnya memiliki makna mengangkat kebesaran sosok Ondoafi atau Kepala Adat yang dihormati masyarakatnya.
Rupanya tarian Akhokoy bukanlah tarian yang sembarang bisa ditampilkan dan memiliki makna yang mendalam karena termasuk dalam perangkat sakral di Kampung Adat Yokiwa.
“Tarian ini merupakan lantunan dan tarian yang sejak dahulu sudah ada, menceritakan peristiwa dan kejadian yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dilantunkan dari generasi ke generasi lantunan itu mengajarkan nilai dan pedoman hidup bagi masyarakat,” kata Markus Rumbino yang mendampingi anak- anak dari Sanggar NDS menampilkan tarian Akhokoy.
Kini Akhokoy pun dikenalkan pada masyarakat nusantara lewat perhelatan pertama PON di timur Indonesia itu.
Mengenalkan kebesaran, keberagaman, dan keindahan Papua, tanah surga yang jatuh ke bumi.
Warisan tiga suku
Akhokoy dihadirkan untuk menunjukan bagaimana praktik kesatuan dan keberagaman bisa berbaur menjadi keindahan yang merupakan cerminan dari tiga suku yang berada di Kampung Yokiwa.
Tiga suku itu ialah Suku Awoitauw, Suku Fiobetauw, dan Suku Mimitauw.
Ketiga suku itu bersatu padu menerima keberagaman masing-masing hingga akhirnya menciptakan warisan yang bisa diturunkan dari generasi ke generasi.
Jika diibaratkan tarian Akhokoy ini memiliki kedudukan layaknya kromo inggil di Pulau Jawa.
Ondoafi diposisikan sebagai seseorang yang dihormati karena perannya menjaga dan menyatukan masyarakat dari tiga suku yang berbeda itu.
Tarian itu pun wajib dibawakan hanya oleh masyarakat asli dari Kampung Yokiwa dengan menggunakan pakaian adat Sentani.
Ada peran penari pria yang memimpin tarian, ia menggunakan rok rumbai dilengkapi lukisan motif khas Sentani di badannya membawa dan meniupkan alat musik Ame yang berasal dari kerang untuk memberi instruksi.
Pemimpin tarian itu pun memandu baik penari wanita maupun penari pria yang telah lengkap menggunakan kostum rumbai untuk membawa lantunan dan tarian Akhokoy.
Mereka pun membawakan lantunan dengan bahasa tradisional yang digunakan di Sentani yang kemampuannya hanya dimiliki oleh ketiga suku itu.
Itulah yang menjadikan Akhokoy hanya boleh dibawakan oleh masyarakat asal Kampung Yokiwa dan tidak bisa dibawakan oleh masyarakat luar secara sembarang.
Selain mengangkat kebesaran Kepala Adat, Akhokoy pun berfungsi sebagai pengingat bagi masyarakat agar tak takabur ataupun pongah.
Maka dari itu peristiwa yang dilantunkan untuk melengkapi tarian Akhokoy terus diperbaharui agar dapat relevan mengikuti perubahan generasi ke generasi.
Markus menyebut salah satu peristiwa terbaru yang dimasukan dalam penampilannya di Istora Papua Bangkit yaitu Banjir Bandang Sentani yang meluluhlantahkan Ibu Kota Kabupaten Jayapura.
Peristiwa itu melengkapi Akhokoy agar bisa mengingatkan masyarakat Sentani tak lagi berbuat lalim pada lingkungan dan harus mau menjaga alam agar peristiwa memilukan itu tak lagi terulang.
Pentingnya peran Akhokoy sebagai pedoman hidup dan juga pengingat yang mendarah daging pada masyarakat Sentani, menjadikan tarian itu sangat dijaga kelestariannya.
Agar peristiwa ini bisa dikenal masyarakat nusantara secara luas, diperlukan restu dari masyarakat adat di Kampung Yokiwa.
Dengan pertimbangan meramaikan dan menyukseskan PON Papua, akhirnya sanggar DNS diperbolehkan untuk menampilkan tarian khas dari Sentani itu.
“Karena PON adalah acara besar nasional, sehingga Ketua Adat memberikan izin. Anak- anak generasi muda (yang tergabung dalam NDS) diperkenankan mengenalkan budaya Kampung Yokiwa kepada masyarakat nusantara. Sehingga masyarakat nusantara mengenal Papua yang indah dan memiliki keragaman yang mendalam,” ujar Markus.
Salah satu penari Akhokoy yang berada di bawah binaan DNS yaitu Dinna Awoitauw mengaku bahwa ia merasa bangga bisa mengenalkan tarian khas kampungnya kepada masyarakat nusantara.
Tak hanya bisa mengenalkan keberagaman Papua lewat bentuk artistik tapi juga ia bisa mempelajari secara mendalam tarian sakral ini.
Tak hanya dari seninya tapi juga dari kedalaman kulturalnya sehingga sebagai generasi muda ia tetap bisa mengingat tempatnya mengakar.
“Tarian Akhokoy ini sangat bagus. Lewat tarian Akhokoy kita mengetahui cerita rakyat yang dahulu terjadi. Ini diceritakan atau dikisahkan kembali melalui Tarian dan nyanyian Akhokoy,” kata dara muda itu.
Akhokoy bagi generasi baru
Butuh waktu tahunan bagi Dinna dan teman-temannya di Sanggar Nafas Danau Sentani untuk bisa mendalami Akhokoy.
Bagi Dinna sendiri awalnya ia merasa ragu karena menilai dirinya masih muda, namun semangatnya membawanya ingin mengenalkan keindahan Papua lewat seni membuatnya mampu untuk mendalami Akhokoy.
Detik demi detik, menit demi menit, dan akhirnya berubah menjadi tahun demi tahun dihabiskan untuk menyempurnakan pemahaman pada kultur yang dasarnya sakral itu berbuah manis menghasilkan kebanggaan.
Tak hanya untuk memahami akar dan kedalaman kulturnya, kini Akhokoy pun menjadi sarana anak- anak Kampung Yokiwa mengenalkan keragaman Bumi Cendrawasih pada nusantara.
Misalnya pada 2016, Akhokoy pernah mengantarkan Sanggar NDS menjadi pemenang dari Konser Karawitan Anak Indonesia yang digelar di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ).
Akhokoy juga menjadi jembatan bagi para generasi muda Yokiwa bisa mengenal dunia lebih luas lagi.
Dengan datang dan membawakan Akhokoy ke daerah-daerah lain di nusantara, anak-anak itu bisa belajar dan mendapatkan ilmu baru dari daerah lain di Bumi Pertiwi.
Tentu harapannya Akhokoy bisa terus terjaga eksistensi hingga generasi mendatang, tak hanya menjaga akar sejarah Kampung Yokiwa tapi juga menjadi gambaran keindahan Bumi Cendrawasih di mata masyarakat nusantara.