Mardin, Turki (ANTARA) - Bicara soal Turki mungkin tak terlepas dari pesona kota Istanbul, atau meriahnya ibu kota Ankara. Namun, jika sedikit berkelana ke sisi tenggara Anatolia (kawasan di Asia Barat Daya yang kini dapat disamakan dengan bagian Asia negara modern Turki), ada destinasi yang rasanya patut untuk disinggahi, yaitu Kota Mardin.
Kota Mardin sendiri terletak 35 km dari perbatasan Suriah dan Irak. Karena letaknya tersebut, matahari di kota ini terasa lebih terik dan cuacanya pun lebih hangat jika dibandingkan dengan wilayah lain di Turki.
Menurut bahasa Suriah, "Mardin" berarti "Benteng". Tempat ini telah menjadi tempat tinggal bagi banyak etnis termasuk Turki, Kurdi, Armenia, dan Suriah yang hidup damai terlepas dari perbedaan agama mereka – sebuah masyarakat yang terpecah antara Kristen dan Islam.
Dari kejauhan, Mardin sekilas nampak seperti bukit berwarna madu dengan lapisan rumah, mansion, masjid, dan gereja berjenjang yang menjulang dari dataran tak berujung dan menempel pada batu besar di puncak benteng.
Mardin menampilkan banyak masjid dan gereja sebagai bukti sejarah berabad-abad dan multikulturalismenya. Kota ini merupakan lokasi yang kaya akan kolase rumah batu, hiasan kerawang, jalan-jalan sempit, situs sejarah dan budaya, penginapan kuno, dan tentu saja, masakan lezat.
Pemandangan kota Mardin, Turki. (ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira)
Penduduk di Mardin menyebut kota mereka sebagai "kota berkilauan setelah matahari terbenam". Pepatah "tempat untuk dilihat di siang hari, kilauan di malam hari" dengan indah menggambarkan Mardin -- yang memiliki pemandangan Dataran Mesopotamia yang indah di siang hari, memberi jalan bagi seribu lampu yang berkilauan di malam hari.
Sebagai informasi, Mesopotamia sendiri merupakan daerah yang terletak di antara dua sungai besar, Efrat dan Tigris. Dalam Bahasa Yunani, Mesopotamia berarti "(daerah) di antara sungai-sungai".
Istilah Mesopotamia sendiri kini lebih umum diterapkan untuk semua tanah antara sungai Efrat dan Tigris, sehingga menggabungkan tidak hanya bagian dari Suriah tetapi juga hampir semua Irak dan Turki tenggara.
Destinasi pertama di Mardin yang bisa dikunjungi adalah Kota Kuno Dara (The Archaic City of Dara), yang merupakan salah satu situs bersejarah terbesar di sekitar Mardin.
Didirikan di antara tiga bukit dan dikelilingi oleh tembok, kota kuno ini merupakan pos terdepan penting dari Kekaisaran Romawi Timur. Di sini, pengunjung akan menemukan tambang, nekropolis (pemakaman) yang terdiri dari kamar kuburan berukir batu, tangki air, agora kuno, dan sisa-sisa gereja.
Penggalian dan penelitian telah dilakukan selama 34 tahun di desa Oguz Dara, yang berjarak sekitar 30 kilometer (19 mil) dari pusat provinsi.
Penggalian arkeologi dimulai di kota kuno pada tahun 1986, tetapi hanya sekitar 10 persen dari luas desa kuno yang telah digali sejauh ini.
Selama periode 25 tahun, penggalian arkeologi perlahan mengungkapkan kuburan massal atau nekropolis yang monumental.
Nekropolis, yang secara harfiah berarti kota kematian, adalah tempat upacara keagamaan diadakan selama Era Romawi dan ratusan orang dikuburkan bersama. Sekarang, ini adalah salah satu tempat paling populer di Kota Kuno Dara.
Dengan kubah dan menaranya yang tersegmentasi, Ulu Cami, simbol Mardin, adalah contoh arsitektur Artukid yang menjadi salah satu tempat paling simbolis di tengah kota.
Tanggal pendirian masjid disebut masih menjadi misteri. Menurut berbagai catatan, prasasti yang ditemukan di dindingnya berasal dari Seljuk hingga periode Ottoman.
Mempertimbangkan banyaknya prasasti Artukid dan arsitektur batu kapur kuning yang digunakan dalam konstruksi, dimungkinkan untuk menentukan penanggalan masjid setidaknya pada abad ke-11.
Museum Kota Sakip Sabanci Mardin
Dibangun pada abad ke-19 sebagai barak kavaleri dan diubah menjadi museum pribadi, Museum Kota Sakip Sabanci Mardin menampilkan sejarah dan budaya Mardin yang memukau.
Galeri Seni Dilek Sabanc, yang bertempat di gedung yang sama, menyelenggarakan pameran modern dan kontemporer.
Warisan budaya Mardin yang kaya juga terwakili dalam kerajinan tangan seperti batu-batuan yang merupakan faktor kunci dalam arsitektur lokal yang indah, peralatan tembaga, dan pewarnaan kain untuk mewarnai tirai di tempat-tempat suci di gereja-gereja Suriah.
Kota Mardin sendiri bukanlah kota yang bisa dibilang besar. Dengan jalanan kota yang sempit dan cenderung menanjak, Anda bisa berkeliling dengan santai sekaligus berbelanja sembari menikmati pemandangan sekitar yang menjadi lebih indah seiring berjalannya waktu.
Anda akan disuguhkan dengan rumah-rumah bergaya klasik dengan ukiran-ukiran nan memanjakan mata. Rasanya semua tempat bisa menjadi spot foto yang menarik untuk diabadikan.
Kuliner: Kaburga Dolmasi
Wilayah ini juga terkenal dengan anggur lokalnya, pun dengan aneka makanan nan lezat. ANTARA pun berkesempatan mencicipi Kaburga Dolmasi -- yang secara harafiah berarti "iga domba dengan nasi".
Penyajiannya pun sangat unik dan berkesan. Di restoran Cercis Murat Konagi, Mardin, Anda akan dikejutkan dengan alunan tambur dan musik khas Turki, dengan iringan para penyaji yang siap menghidangkan makanan langsung di depan mata.
Tak langsung disajikan, terdapat aksi teatrikal dimana para penyaji seakan "memperebutkan" iga domba yang sudah dimarinasi dan dimasak tersebut. Mereka kemudian meletakkan iga domba itu ke tempat pemotongan dan penyajian bersama dengan nasi, dan membagikannya di satu piring.
Tidak diantarkan seperti di restoran pada umumnya, Kaburga Dolmasi di Cercis Murat Konagi dibagikan seperti tradisi "piring terbang" di Indonesia -- dimana makanan disalurkan dari orang yang duduk paling depan hingga ke mereka yang duduk di paling belakang.
Kaburga Dolmasi memiliki rasa rempah yang kuat dan kaya, namun pas dengan porsi yang tidak terlalu besar untuk perorangan. Ditemani dengan anggur merah lokal yang berasa unik, menambah kesegaran dan pengalaman kuliner ala Mardin.
Hidangan pun ditutup dengan Sütlaçl Zerde atau zucchini dengan puding nasi dengan rasa yang tidak begitu manis, dan cocok dinikmati dengan secangkir teh khas Turki yang hangat.
Kota Mardin sendiri terletak 35 km dari perbatasan Suriah dan Irak. Karena letaknya tersebut, matahari di kota ini terasa lebih terik dan cuacanya pun lebih hangat jika dibandingkan dengan wilayah lain di Turki.
Menurut bahasa Suriah, "Mardin" berarti "Benteng". Tempat ini telah menjadi tempat tinggal bagi banyak etnis termasuk Turki, Kurdi, Armenia, dan Suriah yang hidup damai terlepas dari perbedaan agama mereka – sebuah masyarakat yang terpecah antara Kristen dan Islam.
Dari kejauhan, Mardin sekilas nampak seperti bukit berwarna madu dengan lapisan rumah, mansion, masjid, dan gereja berjenjang yang menjulang dari dataran tak berujung dan menempel pada batu besar di puncak benteng.
Mardin menampilkan banyak masjid dan gereja sebagai bukti sejarah berabad-abad dan multikulturalismenya. Kota ini merupakan lokasi yang kaya akan kolase rumah batu, hiasan kerawang, jalan-jalan sempit, situs sejarah dan budaya, penginapan kuno, dan tentu saja, masakan lezat.
Penduduk di Mardin menyebut kota mereka sebagai "kota berkilauan setelah matahari terbenam". Pepatah "tempat untuk dilihat di siang hari, kilauan di malam hari" dengan indah menggambarkan Mardin -- yang memiliki pemandangan Dataran Mesopotamia yang indah di siang hari, memberi jalan bagi seribu lampu yang berkilauan di malam hari.
Sebagai informasi, Mesopotamia sendiri merupakan daerah yang terletak di antara dua sungai besar, Efrat dan Tigris. Dalam Bahasa Yunani, Mesopotamia berarti "(daerah) di antara sungai-sungai".
Istilah Mesopotamia sendiri kini lebih umum diterapkan untuk semua tanah antara sungai Efrat dan Tigris, sehingga menggabungkan tidak hanya bagian dari Suriah tetapi juga hampir semua Irak dan Turki tenggara.
Destinasi pertama di Mardin yang bisa dikunjungi adalah Kota Kuno Dara (The Archaic City of Dara), yang merupakan salah satu situs bersejarah terbesar di sekitar Mardin.
Didirikan di antara tiga bukit dan dikelilingi oleh tembok, kota kuno ini merupakan pos terdepan penting dari Kekaisaran Romawi Timur. Di sini, pengunjung akan menemukan tambang, nekropolis (pemakaman) yang terdiri dari kamar kuburan berukir batu, tangki air, agora kuno, dan sisa-sisa gereja.
Penggalian dan penelitian telah dilakukan selama 34 tahun di desa Oguz Dara, yang berjarak sekitar 30 kilometer (19 mil) dari pusat provinsi.
Penggalian arkeologi dimulai di kota kuno pada tahun 1986, tetapi hanya sekitar 10 persen dari luas desa kuno yang telah digali sejauh ini.
Selama periode 25 tahun, penggalian arkeologi perlahan mengungkapkan kuburan massal atau nekropolis yang monumental.
Nekropolis, yang secara harfiah berarti kota kematian, adalah tempat upacara keagamaan diadakan selama Era Romawi dan ratusan orang dikuburkan bersama. Sekarang, ini adalah salah satu tempat paling populer di Kota Kuno Dara.
Dengan kubah dan menaranya yang tersegmentasi, Ulu Cami, simbol Mardin, adalah contoh arsitektur Artukid yang menjadi salah satu tempat paling simbolis di tengah kota.
Tanggal pendirian masjid disebut masih menjadi misteri. Menurut berbagai catatan, prasasti yang ditemukan di dindingnya berasal dari Seljuk hingga periode Ottoman.
Mempertimbangkan banyaknya prasasti Artukid dan arsitektur batu kapur kuning yang digunakan dalam konstruksi, dimungkinkan untuk menentukan penanggalan masjid setidaknya pada abad ke-11.
Museum Kota Sakip Sabanci Mardin
Dibangun pada abad ke-19 sebagai barak kavaleri dan diubah menjadi museum pribadi, Museum Kota Sakip Sabanci Mardin menampilkan sejarah dan budaya Mardin yang memukau.
Galeri Seni Dilek Sabanc, yang bertempat di gedung yang sama, menyelenggarakan pameran modern dan kontemporer.
Warisan budaya Mardin yang kaya juga terwakili dalam kerajinan tangan seperti batu-batuan yang merupakan faktor kunci dalam arsitektur lokal yang indah, peralatan tembaga, dan pewarnaan kain untuk mewarnai tirai di tempat-tempat suci di gereja-gereja Suriah.
Kota Mardin sendiri bukanlah kota yang bisa dibilang besar. Dengan jalanan kota yang sempit dan cenderung menanjak, Anda bisa berkeliling dengan santai sekaligus berbelanja sembari menikmati pemandangan sekitar yang menjadi lebih indah seiring berjalannya waktu.
Anda akan disuguhkan dengan rumah-rumah bergaya klasik dengan ukiran-ukiran nan memanjakan mata. Rasanya semua tempat bisa menjadi spot foto yang menarik untuk diabadikan.
Kuliner: Kaburga Dolmasi
Wilayah ini juga terkenal dengan anggur lokalnya, pun dengan aneka makanan nan lezat. ANTARA pun berkesempatan mencicipi Kaburga Dolmasi -- yang secara harafiah berarti "iga domba dengan nasi".
Penyajiannya pun sangat unik dan berkesan. Di restoran Cercis Murat Konagi, Mardin, Anda akan dikejutkan dengan alunan tambur dan musik khas Turki, dengan iringan para penyaji yang siap menghidangkan makanan langsung di depan mata.
Tak langsung disajikan, terdapat aksi teatrikal dimana para penyaji seakan "memperebutkan" iga domba yang sudah dimarinasi dan dimasak tersebut. Mereka kemudian meletakkan iga domba itu ke tempat pemotongan dan penyajian bersama dengan nasi, dan membagikannya di satu piring.
Tidak diantarkan seperti di restoran pada umumnya, Kaburga Dolmasi di Cercis Murat Konagi dibagikan seperti tradisi "piring terbang" di Indonesia -- dimana makanan disalurkan dari orang yang duduk paling depan hingga ke mereka yang duduk di paling belakang.
Kaburga Dolmasi memiliki rasa rempah yang kuat dan kaya, namun pas dengan porsi yang tidak terlalu besar untuk perorangan. Ditemani dengan anggur merah lokal yang berasa unik, menambah kesegaran dan pengalaman kuliner ala Mardin.
Hidangan pun ditutup dengan Sütlaçl Zerde atau zucchini dengan puding nasi dengan rasa yang tidak begitu manis, dan cocok dinikmati dengan secangkir teh khas Turki yang hangat.