Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan pentingnya transformasi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) dan akselerasi ekonomi berbasis teknologi hijau guna mendongkrak laju perekonomian nasional.
Menurut Presiden, pemanfaatan energi bersih dan teknologi hijau akan berdampak terhadap arah ekonomi yang lebih ramah lingkungan, karena itu konsolidasi kekuatan riset nasional akan terus diupayakan agar sejalan dengan agenda pembangunan di Indonesia.
"Transformasi menuju energi baru dan terbarukan serta akselerasi ekonomi berbasis teknologi hijau akan menjadi perubahan penting dalam perekonomian kita," kata Presiden Jokowi saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2021 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Pada periode Januari sampai Juni 2021 realisasi investasi Indonesia yang tidak termasuk sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) serta jasa keuangan mencapai Rp442,8 triliun dengan rincian 51,5 persen di luar Jawa dan 48,5 persen di Jawa. Investasi tersebut diklaim telah menyerap lebih dari 620 ribu tenaga kerja Indonesia.
Presiden Jokowi berharap penambahan investasi sampai Desember 2021 bisa memenuhi target Rp900 triliun guna menciptakan lapangan kerja baru dan menggerakkan perekonomian lebih signifikan.
"Perkembangan investasi harus menjadi bagian terintegrasi dengan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan," ujar Presiden Jokowi.
Pemerintah optimis mampu memberikan kontribusi optimal dalam menyelesaikan komitmen terhadap adaptasi perubahan iklim pada Paris Agreement.
Percepatan transisi energi dari fosil ke EBT diyakini secara cepat membantu menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030 dan mengerem kenaikan suhu tidak lebih dari dua derajat celsius.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), EBT telah menunjukkan perkembangan signifikan dalam memberikan sumbangsih terhadap ketenagalistrikan, penggunaan bahan bakar hingga pemanfaatan secara langsung.
Angka pemanfaatan biodiesel, misalnya tumbuh tiga kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Realisasi biodiesel sudah dimulai terhitung sejak tahun 2008 dengan memperkenalkan produk campuran biodiesel sebesar 10 persen (B10).
Puncaknya, realisasi produksi biodiesel mencapai 3,01 juta kiloliter di tahun 2015, kemudian meningkat menjadi B30 dengan realisasi 8,46 juta kiloliter pada 2020.
Keberhasilan tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang diperhitungkan dalam pasar biodiesel dunia sebagai negara penghasil biodiesel terbanyak melampaui Amerika Serikat, Brasil, maupun Jerman. Hal itu lantas berdampak pula pada penghematan devisa sebesar Rp38,31 triliun atau setara Rp2,66 miliar dolar AS pada 2020.
Sedangkan dari sisi bauran pembangkit listrik, energi baru terbarukan mampu menambah kapasitas pembangkit sebesar dua gigawatt dalam lima tahun terakhir.
Hingga akhir 2022, realisasi bauran EBT tercatat sebesar 11,31 persen. Pemerintah optimistis mampu menjawab tantangan dalam mencapai target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.
Menurut Presiden, pemanfaatan energi bersih dan teknologi hijau akan berdampak terhadap arah ekonomi yang lebih ramah lingkungan, karena itu konsolidasi kekuatan riset nasional akan terus diupayakan agar sejalan dengan agenda pembangunan di Indonesia.
"Transformasi menuju energi baru dan terbarukan serta akselerasi ekonomi berbasis teknologi hijau akan menjadi perubahan penting dalam perekonomian kita," kata Presiden Jokowi saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2021 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Pada periode Januari sampai Juni 2021 realisasi investasi Indonesia yang tidak termasuk sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) serta jasa keuangan mencapai Rp442,8 triliun dengan rincian 51,5 persen di luar Jawa dan 48,5 persen di Jawa. Investasi tersebut diklaim telah menyerap lebih dari 620 ribu tenaga kerja Indonesia.
Presiden Jokowi berharap penambahan investasi sampai Desember 2021 bisa memenuhi target Rp900 triliun guna menciptakan lapangan kerja baru dan menggerakkan perekonomian lebih signifikan.
"Perkembangan investasi harus menjadi bagian terintegrasi dengan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan," ujar Presiden Jokowi.
Pemerintah optimis mampu memberikan kontribusi optimal dalam menyelesaikan komitmen terhadap adaptasi perubahan iklim pada Paris Agreement.
Percepatan transisi energi dari fosil ke EBT diyakini secara cepat membantu menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada 2030 dan mengerem kenaikan suhu tidak lebih dari dua derajat celsius.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), EBT telah menunjukkan perkembangan signifikan dalam memberikan sumbangsih terhadap ketenagalistrikan, penggunaan bahan bakar hingga pemanfaatan secara langsung.
Angka pemanfaatan biodiesel, misalnya tumbuh tiga kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Realisasi biodiesel sudah dimulai terhitung sejak tahun 2008 dengan memperkenalkan produk campuran biodiesel sebesar 10 persen (B10).
Puncaknya, realisasi produksi biodiesel mencapai 3,01 juta kiloliter di tahun 2015, kemudian meningkat menjadi B30 dengan realisasi 8,46 juta kiloliter pada 2020.
Keberhasilan tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang diperhitungkan dalam pasar biodiesel dunia sebagai negara penghasil biodiesel terbanyak melampaui Amerika Serikat, Brasil, maupun Jerman. Hal itu lantas berdampak pula pada penghematan devisa sebesar Rp38,31 triliun atau setara Rp2,66 miliar dolar AS pada 2020.
Sedangkan dari sisi bauran pembangkit listrik, energi baru terbarukan mampu menambah kapasitas pembangkit sebesar dua gigawatt dalam lima tahun terakhir.
Hingga akhir 2022, realisasi bauran EBT tercatat sebesar 11,31 persen. Pemerintah optimistis mampu menjawab tantangan dalam mencapai target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.